Liputan6.com, Jakarta Dalam penanggulangan bencana, Kementerian Sosial (Kemensos) menyiapkan tenda, dapur umum, serta menerjunkan pesonel Taruna Siaga Bencana (Tagana).
“Sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Kemensos saat terjadi bencana menyipakan tenda, dapur umum, serta menerjunkan personel Tagana, ” kata Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa usai penandatanganan MoU dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Jakarta, Selasa (10/3/2015).
Baca Juga
Penandatanganan MoU dengan BNPB merupakan pembaruan dengan Kemensos yang dilaukan setiap tahun. Dalam Rencana Aksi Nasional (Renas) 2015-2019 dibutuhkan kemitraan antarlembaga, terutama saat tanggap darurat.
Advertisement
Kemensos mengaggarkan Rp 170 miliar dalam APBN untuk penangulangan bencana dengan buffer stok di 3 region, yaitu Jakarta, Makasar dan Palembang, serta ditambah di setiap provinsi dan kabupaten/kota.
Selain itu, kecepatan penanganan setelah terjadi bencana mutlak diperlukan. Misalnya, Palang Merah Indonesia (PMI) 6 jam tiba di lokasi, BNPB 3 jam, sedangkan Tagana diinstruksikan 1 jam tiba di lokasi bencana.
“Pak Wapres minta PMI 6 jam tiba di lokasi, BNPB 3 jam dan Tagana, saya intruksikan 1 jam pasca terjadi bencana sudah tiba di lokasi, ” tandasnya.
Saat masa tanggap darurat, penyiapan tenda pengungsi, dapur umum, menyediaan logistik permakanan, kidware, familiy kids, dan matras dalam koordinasi Kemensos. “Tapi leading sektor penanggulangan bencana secara penuh berada di BNPB, ” katanya.
“Ada 27 ribu personela Tagana yang siap membantu di masa kedaruratan dan untuk kondisi yang membutuhkan proses evakulais di bawah koordinasi Basarnas, ” ucapnya.
Kemensos telah memperbanyak Kampung Siaga Bencana (KSB) di Indoensia. Saat ini KSB berada 279 kabupaten/kota. Malalui KSB itu, bisa menjadi forum untuk kesiapsiagaan dan ‘living in harmony’ dalam menghadapi bencana.
Hadirnya KSB tersebut, ada daerah yang punya atensi besar, sehingga lebih signifikan dalam upaya penanggulangan bencana. Namun, yang lebih penting adalah adanya sikap lebih friendly dalam menghadapi kondisi bencana, seperti banjir dan longsor.
“Sikap lebih friendly dalam menghadapi bencana, maka peralatan pun disesuaikan dengan bencana, seperti peralatan menghadapi bencana banjir berbeda dengan longsor, ” katanya.
Di Kalimantan Selatan, ketika terjadi bencana ada kecenderungan warga menjadi stress dan tensi darah tinggi. Hal itu terjadi karena dihantui ketakukan bencana datang kembali secara tiba-tiba.
“Biasanya warga menderita inspeksi saluran penafasan (ispa) dan gatal-gatal. Tapi di Kalsel itu warga malah menderita hipertensi, karena jika malam tiba mereaka sport jatung takut air datang lagi, ” katanya.
Sementara itu, untuk kebutuhan warga di Sinabung akan hunian tetap (huntap) baru 54 masih membutuhkan 370 dari total 600 huntap dan yang sudah siap di 3 desa. Warga berharap di tempat relokasi baru itu, masih bisa berkumpul dengan tetangga seperti sebelum terjadi bencana.
“Kemensos menyiapkan isi dan dapur huntap, pembangunan dari BNPB, serta penyiapan lahan dari kementerian kehutanan, ” katanya.