Liputan6.com, Jakarta - Bocah cantik bernama Angeline (8) yang ditemukan tewas terkubur di halaman belakang kediaman orangtua angkatnya pada Rabu (10/6/2015) diadopsi oleh Margaretha Magawe dan suami saat usianya 3 hari.
Sebelum menyerahkan si buah hati, perjanjian di antara Margaretha dan ibu kandungnya pun dibuat. Hasilnya, orangtua tak diizinkan bertemu dengan Angeline di mana saja anak itu berada.
Kini, ketika tahu Angeline meninggal dunia dengan cara tak wajar, sang ibu kandung hanya bisa menangis histeris di depan ruang autopsi RSUP Sanglah, Denpasar, Bali. Sesal, mungkin itu yang kini dia rasakan.
Advertisement
"Bercermin dari kasus ini, walau pun orangtua angkat tidak mengizinkan orangtua kandung bertemu dengan si buah hati, bukan berarti tidak bisa memantau kehidupan anaknya. Banyak kok cara yang bisa ditempuh atau dilakukan," kata Psikolog Anak dan Keluarga Anna Surti Ariani, SPsi., MSi., Psi., saat dihubungi Health Liputan6.com, Kamis (11/6/2015).
Demi memastikan si buah hati diasuh dengan baik, orangtua kandung dapat menggunakan `jasa` tetangga sekitar kediaman orangtua angkat si anak. "Minta tolong pada tetangga di kiri-kanan untuk melihat anak tersebut. Apakah si anak baik-baik saja atau ada sesuatu yang terjadi pada dia," kata Nina menambahkan.
Selama masih satu kota atau orangtua kandung tahu keberadaan buah hati, ortu dapat memantaunya dari jauh. Dengan begitu, orangtua juga dapat memantau kehidupan anaknya yang kini tinggal bersama keluarga barunya.
Menurut Nina, beragam alasan membuat para orangtua rela si buah hati diadopsi orang lain. Terlebih, mereka yang hidupnya di bawah garis kemiskinan. Dengan menyerahkan ke orang yang tepat dan mampu secara ekonomi, diharapkan kehidupan anak jauh lebih baik.
Sebelum serah-terima dilakukan, perjanjian di antara kedua belah pihak boleh dilakukan. Apakah orangtua masih boleh bertemu dengan si anak, atau benar-benar melepaskannya dengan tidak ikut campur dan percaya sepenuhnya.