Dokter Hewan Asing di Indonesia Perlu Dibatasi

Perlu ada regulasi pembatasan dokter hewan asing menjelang implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN awal 2016 mendatang.

oleh Liputan6 diperbarui 11 Jul 2015, 17:00 WIB
Diterbitkan 11 Jul 2015, 17:00 WIB
Vaksin Rabies, Seberapa Pentingya Bagi Kesehatan Anjing?
Dokter hewan rekomendasikan vaksin rabies dilakukan setahun sekali. (www.petconnection.com)

Liputan6.com, Jakarta Dosen Primatologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB) RP Agus Lelana meminta adanya regulasi pembatasan dokter hewan asing menjelang implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN awal 2016 mendatang.

"Kita harus membuat sistem untuk membatasi masuknya dokter hewan asing ke Indonesia saat MEA nanti," katanya di Jakarta, Kamis.

Menurut Agus, Kementerian Pertanian telah melakukan pendekatan ke Kementerian Ketenagakerjaan terkait izin praktik dokter hewan asing yang dibatasi hanya untuk dokter spesialis saja.

Namun, menurut dia, aturan tersebut tetap sulit membendung masuknya dokter hewan asing ke Tanah Air.

"Ada juga cara dengan menetapkan bahwa ujiannya harus berbahasa Indonesia, tapi ternyata di Australia kan Bahasa Indonesia itu dipelajari, jadi dokter hewan dari sana bisa lolos juga ke sini," katanya.

Pemerintah, tambah Agus, juga telah mengupayakan adanya sertifikasi dokter hewan setingkat ASEAN meski masih masuk pembahasan penyetaraan kompetensi.

Sementara itu, dari sisi persiapan dokter hewan dalam negeri, sejumlah perguruan tinggi kini terus melakukan terobosan agar bisa menciptakan lulusan yang sejajar dengan tenaga kerja luar negeri.

"Di IPB misalnya, kurikulumnya sudah dikaji apakah sesuai dengan (kurikulum) yang ada di luar, supaya setara," ujarnya.

Indonesia akan menghadapi MEA yang mulai diberlakukan pada awal 2016 mendatang.

Direktur Kerja sama Ekonomi ASEAN Kementerian Luar Negeri Ina Krisnamurthi mengatakan MEA merupakan proses penguatan kerja sama ekonomi di antara negara-negara anggota ASEAN, salah satunya di bidang perdagangan.

Ia meminta masyarakat Indonesia memahami bahwa MEA bukanlah liberalisasi perdagangan, melainkan bagian dari proses integrasi kawasan.

Ina juga menambahkan, tidak ada satupun negara ASEAN yang 100 persen siap menghadapi MEA. Hal itu terkait kekhawatiran beberapa pihak tentang lemahnya daya saing ekonomi Indonesia yang dapat menyebabkan ketidaksiapan menghadapi MEA.

"Puluhan ribu WNI profesional bekerja di Singapura dan ribuan di Malaysia. Jadi secara daya saing kita kuat dari sisi profesional, tetapi memang harus distandardisasi dari sisi lainnya," tuturnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya