Anak-anak Lebih Rentan terhadap Paparan Akibat Kabut Asap

Ahli kesehatan paru-paru dr M. Yahya menyatakan anak-anak lebih rentan terhadap paparan akibat efek dari kabut asap

oleh Liputan6 diperbarui 12 Sep 2015, 17:00 WIB
Diterbitkan 12 Sep 2015, 17:00 WIB
Kabut Asap Pekat Jambi Meluas ke Kabupaten Kerinci
Kabut asap pekat akibatkan jarak pandang kurang dari 100 meter dan mengganggu pernapasan warga Jambi dan Kerinci.

Liputan6.com, Jakarta Ahli kesehatan paru-paru dr M. Yahya menyatakan anak-anak lebih rentan terhadap paparan akibat efek dari kabut asap karena kebakaran hutan atau lahan gambut seperti terjadi di beberapa daerah Indonesia. "Di kawasan yang ada efek bencana kabut asap itu, anak-anak lebih rentan karena sistem imunitas saluran pernapasannya belum terbentuk sempurna," katanya dalam diskusi 'Bagaimana Teror Asap Dan Dampaknya Untuk Kesehatan' di Jakarta, Jumat.

Dia menjelaskan ketika anak mendapatkan serangan dengan kapasitas kecil dan intensitasnya rendah, maka akan merangsang daya tahan tubuhnya, namun berbeda dengan yang terjadi saat ini dengan skala besar dan masif. "Jika tiba-tiba besar dengan intensitas tinggi, tentu akan membuat goncangan keseimbangan dalam saluran pernapasan," ujar dokter yang merupakan anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada Departemen Bidang Pembinaan Anggota dan Organisasi tersebut.

Selanjutnya, dalam asap ada beberapa zat berbahaya seperti silica, oksida besi, alumina dan timbal (partikel). Sedangkan jenis zat berbahaya dalam bentuk gas ada karbon monoksida, karbon dioksida, sulfur dioksida, nitrogen dioksida dan hidrokarbon dengan berbagai ukuran dari 10 miligram hingga di bawah 0,5 miligram. "Semakin kecil semakin berbahaya karena bisa masuk menembus pembuluh darah dan mengendap di manapun dalam tubuh. Kalau di kepala bisa timbul alzheimer atau parkinson di ginjal akan gagal ginjal, di paru akan kanker paru dan di jantung akan menyebabkan jantung koroner," ujar dia.

Akan tetapi, lanjut Yahya, berbagai gejala yang menunjukan penyakit tersebut baru akan muncul setelah dalam jangka 5-10 tahun tergantung intensitas keseringannya. Pada anak-anak, dia menambahkan, kualitas ketahanannya akan berbeda ketika menginjak usia dewasa dimana akan ada gejala seperti manusia yang berusia lanjut. "Nanti akan ada gejala sesak nafas, batuk dan selalu mengeluarkan dahak yang merupakan tanda penyakit paru-paru kronis," katanya.

Untuk penanganannya, Yahya menyarakan pada pemerintah untuk melakukan evakuasi pada pihak yang rawan terdampak seperti anak-anak, ibu hamil dan orang tua terutama dari kalangan menengah ke bawah. "Jika keadaan sudah dalam tingkat berbahaya harus ada evakuasi, terutama bagi masyarakat kecil, karena imbauan untuk tidak beraktivitas di luar rumah tidak begitu efektif," katanya.

Senada dengan itu, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zaenal Abidin juga mengatakan pemerintah mengambil langkah evakuasi jika kualitas udara sudah terlalu parah. Dia juga menuturkan di beberapa daerah yang terjadi bencana asap, pihak tenaga medis sudah memberi imbauan agar menggunakan masker dan tidak keluar rumah, khususnya ibu hamil. Dia juga mengharapkan kejadian seperti ini tidak terulang lagi di kemudian hari dan meminta pemerintah untuk melakukan pencegahan jauh-jauh hari.

"Karena kejadian seperti ini selalu terjadi hampir di setiap kemarau pemerintah seharusnya bisa memperkirakan jauh-jauh hari untuk mencegah kebakaran hutan, yang juga akan berdampak pada kesehatan," ujar dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya