Sosok Dokter Cantik Sophia yang Peduli Korban Kejahatan Seksual

Cerita inspiratif Sophia Benedicta Hage, dokter Spesialis Kedokteran Olahraga keturunan Belanda-Korea.

oleh Bella Jufita Putri diperbarui 04 Jun 2016, 07:00 WIB
Diterbitkan 04 Jun 2016, 07:00 WIB
20160603-Sophia-Benedicta-Hage-IA
Dokter Sophia Benedicta Hage (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta Dokter Sophia Benedicta Hage tak pernah menyangka, kegalauannya ketika menentukan bidang jurusan kuliah saat SMA justru berbuntut pada karirnya kini.

Menjadi seorang dokter adalah cita-cita Sophia kecil. Ditambah dorongan dan dukungan sang ibunda tercinta, dia semakin berambisi untuk meraih cita-citanya. 

"Mamaku tuh dulu pengen aku jadi dokter tapi nggak kesampaian jadi mama selalu bilang 'kamu jadi dokter aja'. Walaupun waktu kecil memang pengen jadi dokter. Tapi pas masuk SMA jadi mikir lagi-karena pas SMA aku aktif OSIS dan aktif kegiatan lain jadi mikir apa masuk HI atau komunikasi aja karena suka ngomong dan suka dengerin cerita orang," ungkap wanita kelahiran 15 Juli 1984 ini saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta oleh tim Health-Liputan6.com, Rabu lalu.

Kegundahannya membuat Sophie--sapaan hangatnya, berpikir keras sebelum melangkah lebih jauh. Dan seketika ia teringat oleh sang Bunda yang mulai memasuki fase menopause.

"Lagi mikir mau pilih jurusan apa tiba-tiba aku inget mama. Jadi waktu aku SMP itu aku mengalami fase-fase di mana mamaku menopause. Aku kehilangan pegangan karena dulu aku deket banget sama mama. Aku ngeliat mamaku kayaknya susah banget-karena menopause yang dialami dia, gejalanya cukup hebat," ujar dia sambil mengingat.

Di tengah kesulitan dan rasa sakit yang dialami ibunya, terlintas pemikiran sekaligus pertanyaan hebat. Sophie sempat berpikir untuk apa orang hidup kalau hidupnya itu susah. Dia pun berkaca diri hingga menemukan jawaban atas pertanyaan dalam dirinya.

"Buat apa sebenarnya aku dilahirkan disini?," sebutnya.

Pertanyaan yang muncul saat itu membuat dirinya terus mencari jawaban. Sejak itu Sophie berpikir, tujuan hidupnya bukanlah untuk dirinya sendiri melainkan untuk orang lain, bahkan masyarakat.

Sebelum memutuskan untuk memilih jurusan Ilmu Kedokteran, Sophie sempat berpikir untuk memilih jurusan Hubungan Internasional atau Komunikasi. Menurutnya, toh jurusan itu tetap membuat dirinya bisa membantu orang lain. Tetapi nuraninya berkata menjadi seorang dokter adalah cara paling mudah untuk menolong orang lain.

"Pekerjaan dokter itu cara paling mudah untuk menolong orang lain atau bermanfaat bagi orang lain-karena nggak ngapa-ngapain aja tugas atau pekerjaannya pasti bermanfaat. Contoh paling dekatnya adalah pasien," katanya.

Si Bule Medok

Hingga kelas lima SD, wanita berkulit putih ini menghabiskan masa kecilnya di kota pahlawan, Surabaya. Dia harus mengikuti orangtua yang berpindah tugas ke Jakarta, dan melanjutkan sekolah di BPK Penabur VIII Bintaro hingga tamat SMP.

Sophie masih ingat, ada segelintir cerita lucu nan berkesan di hari-hari pertamanya sekolah di Jakarta. Ia sempat dijuluki sebagai "Bule Medok" oleh teman-teman satu sekolahnya.

Sophie mengakui, orangtuanya bukan orang Indonesia asli. Ayah Sophie memiliki darah Belanda dan ibunya berasal dari Korea. Hal ini menjadikan Sophie tak fasih berbicara bahasa Indonesia sejak kecil.

Displaying foto mama-papa.jpg

"Papa ngomong sama aku bahasa Inggris dan Jerman, sedangkan mama ngebiasain aku dari kecil ngomong pakai bahasa Korea. Jadi aku belajar bahasa Indonesia itu dari pembantu atau dari temen-temen di sekolah. Nah karena sekolahnya di Surabaya jadi belajar bahasa Indonesianya pakai logat Jawa," kenang wanita bertubuh mungil ini sambil tertawa.

Ejekan dan ledekan "Bule Medok" pun kian melekat pada Sophie hingga ia lulus dari sekolah tersebut. Apesnya, saat baru pindah sekolah tak lama Sophie ditugaskan untuk membaca UUD 45 dalam upacara bendera.

"Satu sekolah dari kelas satu sampai enam langsung bilang 'lah Sophie medok itu ya..," katanya.

Wanita yang lahir di Surabaya ini memang terbiasa dididik dengan ragam bahasa sejak kecil. Nama belakangnya--Hage (baca: Hahe') seolah tak menandakan dia ia asli Warga Negara Indonesia.

"Sebenarnya nama aku cuma Sophia Hage, Sophia atau Sofie itu berasal dari bahasa Yunani yang artinya wisdom dalam Inggris yang mempunyai arti pengetahuan atau bijaksana. Sedangkan Hage itu bahasa Belanda yang merupakan nama belakang keluarga papa," katanya.

Belum selesai ia menceritakan asal muasal namanya, nama tengah Benedicta justru memiliki sejarah tersendiri baginya. Seperti yang diceritakan oleh sang ibu kepadanya, Benedicta ternyata berasal dari celetukan suster di rumah sakit, tempat dia dilahirkan.

"Susternya bercanda sama mama, karena waktu itu heboh pas kejadian lahir itu aku dijadwalinnya bukan hari Minggu, tapi pas hari kerja, eh tahunya aku lahir hari Minggu dan enggak ada dokternya. Akhirnya ke rumah sakit lain--yang merupakan salah satu rumah sakit Katolik. Dan susternya disitu bilang kalau lahirnya hari Minggu anaknya diberkati, dan biasanya para pendeta akan menamai Benedicta. Darisitu, nyokap terispirasi dan akhirnya ada Benedicta-nya," ujarnya.

Menabung demi liburan

Meski hidup berkecukupan namun kedua orangtua Sophie tidak pernah memanjakan dirinya. Sophie terbiasa mandiri sejak kecil. Kebiasaan ini dibawanya hingga dia menjalani studi kedokteran di Universitas Airlangga, Surabaya.

Bahkan untuk liburan, Sophie harus cukup menabung ke tempat destinasi favoritnya. Dia mengatakan, Jakarta biasanya menjadi destinasi utama untuk menghabiskan waktu liburan di akhir semester. Tapi selain itu, beberapa kota di sekitar Jawa seperti Yogya, Malang, atau Solo juga kerap didatanginya.

"Setiap berlibur aku harus menyisihkan uang bulanan untuk membeli tiket kereta kelas ekonomi. Tapi kalau ada uang lebih aku akan memilih untuk naik kereta kelas bisnis yang lebih nyaman," ujar dia.

Liburan ala Sophie benar-benar berbeda dari liburan para wanita pada umumnya. Wanita penggila durian ini lebih sering pergi berlibur seorang diri. Baginya berlibur sendiri sudah cukup menyenangkan.

"Pokoknya you meet interesting people on the train. Setiap kali naik kereta pasti aku ngumpulin cerita, terus ketemu banyak orang dan cerita menarik," ungkapnya.

Ada satu hal yang paling dia ingat, ketika itu dia menerima tawaran temannya untuk mengajarkan bahasa Indonesia kepada seorang pria asal Finlandia. Karena kecakapan bahasanya, tentu bukan hal yang sulit mengajarkan bule tersebut. Tapi yang saat itu terpikirkan olehnya adalah mendapatkan uang demi liburan.

Setelah uang berhasil terkumpul, Sophie memutuskan untuk berlibur ke pulau Dewata, Bali. Namun lagi-lagi, misinya ke Bali bukan sekedar berwisata mahal tetapi dia ingin mengenal lebih jauh budaya dan masyarakat di pulau nan mempesona itu.

Hampir satu bulan Sophie menghabiskan waktu di Bali. Dia dan kedua temannya tinggal di satu kos-kosan milik temannya, seorang pelukis di Bali.

Hari demi hari pun ia habiskan disana, mengunjungi studio lukis milik temannya, bertemu dengan banyak orang baru, menikmati swastamita (matahari terbenam), bercengkrama dengan penduduk di sekitar tempat singgahnya, hingga menemukkan sisi gelap pulau dewata.

"Selama ini aku selalu denger cerita, kalau kekerasan perempuan di Bali tuh cukup tinggi dan di satu malam aku terbangun dan melihat langsung kekerasan perempuan untuk pertama kalinya dan terjadi pada tetangga kosan aku" ingatnya.

Malam itu, ia tak sengaja melihat seorang pria dalam keadaan mabuk bersikap tak wajar kepada pasangannya. Merasa tak enak hati, Sophie pun hanya terdiam. Sejak itu, dia merasa ingin terjun langsung menolong para korban kekerasan wanita.

Buah Liburan

Buah liburan di Bali

Sepulang dari Bali, Sophie memutuskan untuk mengambil studi lanjutan. Tapi dia kembali mengulang fase bimbangnya untuk mencari bidang spesialis yang tak hanya bekerja seharian di rumah sakit.

"Waktu untuk spesialis itu kan panjang bisa empat sampai lima tahun. Dan waktu itu aku mikirnya gini, aku enggak rela ngabisin waktu selama itu di rumah sakit kalau aku bisa melakukan sesuatu selain itu di samping. Dan waktu itu aku juga merasa kualitas hidup aku itu enggak bagus banget," katanya.

Hal yang dipertimbangkan Sophie untuk mengambil spesialisasi adalah hal yang disukai olehnya, sesuatu yang dipercayai dan ada manfaatnya, dan sesuatu yang berhubungan dengan gaya hidup.

"Menurut aku gaya hidup itu benar-benar mempengaruhi kualitas hidup. Dan aku menemukan kalau oke, aku akan ambil Kedokteran Olahraga. Waktu itu pun aku melihat tante aku adalah seorang dokter olahraga, dan aku pikir di depan mata aku ada contohnya," katanya.

Dokter Sophia Benedicta Hage (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Melanjutkan spesialisasi olahraga di Universitas Indonesia membuat Sophie merasa senang karena bisa kembali tinggal di Jakarta. Dan hal itu diyakini sebagai gerbang kehidupannya kini.

Sejak spesialisasi tahun 2009, beberapa aktivitas kemanusiaan mulai dijalankan oleh Sophie bersama beberapa temannya. Sophie berhasil membangun gerakan "Selamatkan Ibu" untuk menurunkan angka kematian ibu. Pada 2011, dia juga mendirikan sebuah organisasi yang melaksanakan kelompok dukungan bagi penyintas kekerasan seksual dan edukasi masyarakat serta advokasi terkait isu kekerasan seksual, yaitu Yayasan Lentera Sintas Indonesia.

Sophie dan para koleganya tak menyangka, respon followers di akun Lentera terus meningkat. Setiap hari, bahkan bermunculan pesan-pesan yang menceritakan pelecehan seksual.

Melihat tingginya respon, akhirnya Sophie memutuskan untuk membuat kelompok pendukung secara tertutup dengan para korban penyintas kasus pelecehan seksual untuk saling berbagi dan memerangi isu tersebut.

"Kebanyakan penyintas yang datang karena dia tak pernah cerita seumur hidupnya. Karena hal itu terjadi saat mereka masih kecil dan mereka enggak tahu harus cerita ke siapa dan bagaimana ceritanya, jadi mereka tidak tahu kalau itu termasuk pelecehan seksual," katanya.

Dokter Sophia Benedicta Hage (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Gerakan yang cukup menginspirasi banyak orang mengantarkan Sophie menyandang salah satu predikat 15 Most Inspiring Women Who Has #ChangeDestiny versi Bazaar Indonesia.

"Ya tentunya seneng dan bangga tapi to be honest, aku waktu itu merasa masih banyak yang belum aku lakukan. Dan jauh lebih banyak orang yang sudah melakukan dan lebih menginspirasi. Ya tapi buat aku, ini semua juga menjadi motivasi karena dari awal i feel i want to do something di luar pekerjaan aku sehari-hari," katanya.

"Kalau ini semua dianggap menginspirasi ya thank you very much--tapi selain itu tujuannya adalah supaya tidak pernah merasa menyesal sudah hidup," ujarnya.

Bagi dia, untuk menjadi seseorang, tak perlu mengubah diri untuk menginspirasi orang lain. Sebab semua orang memiliki kesempatan untuk saling berguna dan bermanfaat dalam hidupnya.

 

 

BIODATA

Nama Lengkap: dr. Sophia Benedicta Hage, SpKO

Tempat Tanggal lahir: Surabaya, 15 Juli 1984

 

Riwayat Pendidikan:

- Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga Universitas Indonesia 2009-2015

- Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya 2002-2008

- SMUN 70 Jakarta Selatan 1999-2002

- SMPK BPK Penabur VIII Bintaro, Jakarta

 

Riwayat Pekerjaan:

- Dokter spesialis kedokteran olahraga di Klinik Lighthouse, Jakarta, Januari 2015 – sekarang

- Dokter umum di Employee Exercise Clinic, Kantor Pusat Pertamina Jakarta, Januari 2012 – Juni 2014

- Editor medis klikdokter.com, Maret 2013 – Oktober 2013

- Kontributor majalah Fitness for Men, Januari 2011 – Januari 2013

- Project Coordinator Indonesia SeGar, November 2013 – November 2014

 

Gerakan Sosial

- Salah satu pendiri gerakan @selamatkanibu (2010) yang berusaha mengedukasi masyarakat tentang kesehatan ibu hamil

- Salah satu pendiri yayasan Lentera Sintas Indonesia (2011), organisasi yang melaksanakan kelompok dukungan bagi penyintas kekerasan seksual dan edukasi masyarakat serta advokasi terkait isu kekerasan seksual.

- Menjabat Ketua Public Awareness 2011-2015. Menjabat sebagai Campaign Director #MulaiBicara 2016 – sekarang

 

Riwayat Pelatihan

- The 3 rd South East Asian Leadership Academy by Society of International Business Fellows 2016

- The 1 st Annual Meeting of Indonesian Orthopedic Society For Sports Medicine & Arthroscopy 2013

- Symposium and Workshop of Sport Medicine by Surabaya Sport Clinic 2013

- 3 rd Asia-Pacific Osteoporosis Meeting – IOF Regionals 2012

- Kursus Osteoporosis: Prevention and Treatment of Osteoporosis – PB PEROSI 2011

- One Day Seminar Healthy Aging – Indonesian Society of Menopause 2011

- Postgraduate Course on Assessment and Management of Obesity 2010

- Penataran Dokter Cabang Olahraga Tinju Profesional – BOPI 2010

- Advanced Trauma Life Support 2009

 

Riwayat Organisasi

- Panitia Exercise is Medicine Course: Exercise Prescription for General Physicians 2013

- Panitia 1 st Annual Scientific Meeting of Indonesian Sports Medicine Association (Symposium and Course) 2013

- Panitia dan Instruktur Pelatihan Dokter Tim Olahraga – Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga 2012

- Instruktur Problem Based Learning (PBL) dan Ketrampilan Medis Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga 2007-2008

- Menteri Advokasi BEM Universitas Airlangga 2004-2005

- Wakil Ketua 1 OSIS SMUN 70 2000-2001

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya