Okky Asokawati : Hukum Berat Pembuat Vaksin Palsu

Anggota Komisi IX DPR RI Okky Asokawati mengatakan bahwa kasus vaksin palsu merupakan kejahatan kemanusiaan dan pelakunya harus dihukum

oleh Liputan6 diperbarui 27 Jun 2016, 20:00 WIB
Diterbitkan 27 Jun 2016, 20:00 WIB
[Bintang] Okky Asokawati
Okky Asokawati merupakan anggota DPR RI Komisi IX dari Fraksi PPP periode 2009-2014 dan 2014-2019.

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi IX DPR RI Okky Asokawati mengatakan bahwa kasus vaksin palsu merupakan kejahatan kemanusiaan dan pelakunya harus dihukum berat.

"Saya menyebut kasus ini merupakan kejahatan kemanusiaan yang harus diusut tuntas. Karena dalam kasus ini yang menjadi korban adalah anak-anak bayi yang menjadi generasi penerus bangsa ini," katanya di Jakarta, terkait dengan kasus vaksin palsu yang saat ini ditangani Mabes Polri.

Ia menyatakan mendukung langkah Mabes Polri mengungkap secara tuntas jaringan kejahatan dalam produksi, penyebaran, dan penjualan vaksin palsu di tengah masyarakat.

"Mendukung langkah Polri yang menjerat para tersangka dengan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar dan Pasal 62 juncto Pasal 8 UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen," katanya.

Kejahatan ini merupakan kejahatan kemanusiaan yang harus dilawan, apalagi korban dari pemalsuan vaksin ini adalah anak-anak yang bakal menjadi generasi penerus bangsa ini.

"Pemerintah harus serius merespons kasus ini," kata Sekretaris Dewan Pakar PPP itu.

Ia meminta BPOM untuk lebih intensif menjalankan fungsinya dalam melakukan pengawasan terhadap obat-obatan dan makanan.

Terungkapnya jejaring kejahatan pemalsuan vaksin tersebut kembali mengonfirmasi pola kerja BPOM masih menggunakan manajemen "pemadam kebakaran" alias tidak melakukan langkah preventif dan turun ke lapangan.

"Semestinya, koordinasi antarlembaga jauh lebih diintensifkan," katanya.

Terkait dengan BPOM, DPR RI berkomitmen untuk mendorong penguatan badan ini dengan memasukkan RUU Pengawasan Obat dan Makanan dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2015 s.d. 2019. Dengan regulasi tersebut, peran BPOM diharapkan jauh lebih maksimal dalam melakukan pengawasan terhadap makanan dan obat-obatan.

Ia meminta Kementerian Kesehatan agar memaksimalkan koordinasi dengan pemerintah daerah, khususnya Dinas Kesehatan di provinsi, kabupaten, dan kota, untuk memaksimalkan perannya melakukan pengawasan.

Terkait dengan dugaan keterlibatan rumah sakit serta oknum dokter harus diusut tuntas oleh Kementerian Kesehatan, termasuk organisasi profesi. Peristiwa ini mengingatkan publik tentang praktik oknum dokter yang "bekerja sampingan" sebagai marketing obat-oabatan.

"Organisasi profesi harus mengonfirmasi ihwal dugaan praktik tersebut," katanya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya