Liputan6.com, Jakarta Meski kasus sunat perempuan cukup banyak di sejumlah daerah Indonesia, namun sepertinya belum ada perhatian pemerintah terkait hal tersebut. Padahal menurut Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP), tindakan ini sama sekali tidak memiliki manfaat dan justru membahayakan nyawa anak perempuan.
"Dengan menghilangkan atau melukai klitoris, tempat saraf yang paling sensitif bagi perempuan, maka perempuan sulit mencapai orgasme saat melakukan hubungan suami istri. Kalaupun bisa, mungkin orgasme tidak akan sempurna,” ujar Zumrotin K. Susilo dari Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP), saat temu media di Cikini Raya, Kamis (4/8/2016).
Menurut Zumrotin, sunat laki-laki dan perempuan sangat berbeda. Pada laki-laki, yang dilakukan adalah pelepasan kulup atau kulit yang menyelubungi ujung penis, dan memiliki manfaat karena tempat strategis tumbuhnya bakteri yang berada di kulup, dihilangkan.
Advertisement
Sedangkan pada perempuan, prosesnya ada beberapa macam, seperti pemotongan seluruh klitoris (tindakan ini banyak dilakukan di Afrika), pemotongan sebagian klitoris, penjahitan pada bibir vagina dan menggores atau menusuk-nusuk klitoris atau daerah-daerah di sekitar vagina. "Sunat jenis terakhir inilah banyak dilakukan di Indonesia."
"Sunat perempuan juga dapat berakibat pada kesehatannya. Jika sunat tidak bersih maka bisa menyebabkan infeksi, kanker rahim, bahkan bisa berakibat kematian. Jadi lebih banyak negatifnya, positifnya tidak ada sama sekali,” tegasnya.
Dalam agama Islam, sunat perempuan juga tidak ada dalam hadits melainkan fatwa yang menyatakan penafsiran dari sudut teks dan diindikasi dari sifat dan karakter bahasa.
"Jadi menunjukkan indikasi adanya kebolehan, itulah fatwa. Padahal hadist nabi melarang sesuatu yang membahayakan nyawa seseorang, seperti sunat perempuan," ujar Ahmad Hilmi, dari Rumah Kitab.