Liputan6.com, Jakarta Awalnya, orang-orang mengira simpanse mati karena penyakit biasa. Tapi ketika seorang Kepala Epidemiologi dan Mikroorganisme, Fabian Leendertz dan rekan peneliti di Robert Koch Institute, Jerman melakukan autopsi terhadap kera pada 2001, sejumlah patogen ditemukan dalam tubuh hewan yang mati.
Dalam sebuah laporan, patogen ini disebut mirip dengan yang ditemukan di Bakteri antraks ( infeksi yang bertanggung jawab untuk penyakit mematikan pada hewan dan manusia).Â
"Apa yang membunuh simpanse ternyata bakteri Bacillus cereus, yang entah bagaimana dikooptasi dua segmen patogen dari DNA yang membuatnya sama berbahayanya dengan 'sepupunya' bakteri antraks," kata Leendertz, seperti dimuat Times, Selasa (13/9/2016).
Advertisement
Sekarang, dalam sebuah makalah yang diterbitkan dalam jurnal PLoS Neglected Tropical Diseases, Leendertz menjelaskan empat kasus dari infeksi cereus B. yang ditemukan pada kambing, beberapa gorila dan gajah, serta simpanse. Semua hewan yang ditemukan sakit atau mati dan ditemukan di Kamerun, Republik Afrika Tengah dan Republik Demokratik Kongo.
"B. cereus ditemukan di mana-mana, termasuk di lingkungan yang biasanya tidak menyebabkan penyakit," kata Leendertz.
Penemuan ini menyoroti pentingnya program pemantauan reguler untuk patogen baru. Sebab epidemi sebelumnya, termasuk Zika dan Ebola menyebar dari hewan.
Leendertz mencatat bahwa B. anthracis dan B. cereus sejauh ini tidak menyebar dengan mudah dari hewan ke hewan atau orang ke orang melalui kontak biasa. Fakta bahwa bakteri ini membentuk spora berarti mereka dapat diangkut utuh jarak jauh dan tetap lebih virulen dalam jangka waktu yang lama.
Memantau populasi hewan asli, dan memahami apa yang dapat menginfeksi dan bahkan membunuh mereka, merupakan bagian penting dari mencegah infeksi tersebut muncul, ujar Leendertz.