Liputan6.com, Jakarta
Suatu siang di awal Mei 2017, saya tidak sengaja membaca status Facebook (FB) Aren, teman Sekolah Menengah Pertama (SMP). “Prend’s, saya mohon doanya karena kondisi mamah sekarang lagi nge-drop”. Mama Aren, Bu Lina, empat hari sebelumnya sudah dirawat di ruang Intensive Critical Care Unit (ICCU) karena serangan stroke.
Bukan sekali ini Bu Lina terkena serangan stroke. Beberapa bulan sebelumnya beliau juga dirawat di ICCU. Kondisinya dapat membaik dan bisa pulang ke rumah.
Baca Juga
Selepas maghrib, saya mencoba membuka komunikasi batin dengan Bu Lina. Saya berdoa, mohon izin kepada Tuhan supaya dapat terhubung dengan jiwa Ibu Lina. Dari komunikasi batin tersebut, Bu Lina ternyata ingin bertemu dengan anak sulungnya yang berada di luar kota. Bu Lina menyadari kondisi tubuhnya yang tidak akan mampu bertahan lebih lama lagi. Beliau ingin meminta maaf kepada anak sulungnya sebelum meninggal.
Advertisement
Bu Lina memiliki tiga orang anak laki-laki. Anak sulungnya tinggal di Bandung, bernama Aping. Aren anak ke-dua. Aren dan adiknya tinggal di Yogyakarta. Bu Lina ingin bertemu Aping untuk minta maaf karena beliau merasa selama hidupnya berlaku kurang adil. Kurang memberikan kasih sayang kepadanya. Jiwa Bu Lina merasa lega dan ikhlas pergi melanjutkan perjalanan jika sudah meminta maaf dan dimaafkan oleh Aping. Bu Lina meminta tolong saya untuk menyampaikan pesannya ini kepada Aren. Bu Lina juga berpesan supaya suami dan anak-anaknya yang lain memaafkan dia dan mengikhlaskan kepergiannya.
Melalui pesan yang saya tulis di laman FB, saya coba komunikasikan apa yang saya peroleh dari Mamanya. Saya lalu kontak Aren lewat FB.
Setelah menanyakan kondisi mamanya, terlebih dahulu saya meminta maaf. Baru saya sampaikan pesan Bu Lina yang meminta bertemu Aping karena Bu Lina merasa dirinya tidak lama lagi berada di dunia ini. Aren memahami pesan mamanya dan segera minta Aping untuk pulang ke Yogyakarta.
Di sisi lain, pesan Mama yang menyebutkan tidak lama lagi ada di dunia membuat Aren galau. Dia tidak rela. Dia berharap mamanya bisa sembuh dan pulang ke rumah meskipun sadar dengan kondisinya yang cukup parah.
Senin sore, saya mengunjungi sebuah rumah sakit swasta di Yogakarta tempat Bu Lina dirawat. Di situ saya bertemu Aren yang sedang menemani mamanya. Dari penuturan Aren, Aping akan sampai Yogyakarta Rabu pagi. Lalu, saya sampaikan pada Bu Lina tentang rencana kedatangan Aping, masih melalui komunikasi batin. Kepada jiwa Bu Lina saya beranikan bertanya, apakah fisiknya kuat menanti hingga Aping sampai Yogyakarta? Bu Lina hanya tersenyum.
Rabu pagi saya mendapatkan pesan di WhatsApp dari istri Aren, Yeni. Pesan itu menyebutkan kakak iparnya, Aping sudah berada di rumah sakit. Pukul 08.00 pagi Aping diizinkan masuk ruang ICCU. Rabu sore saya mendapat kabar kondisi Bu Lina semakin menurun.
Ketika saya mencoba melakukan kontak batin dengannya, Bu Lina sudah pasrah dan ikhlas dengan kondisinya. Tidak ada pesan lagi yang ingin disampaikan. Jiwa Bu Lina sudah siap untuk meninggalkan raganya.
Jumat sore, saat saya sedang mengikuti Perayaan Ekaristi harian, dan saat itu jiwa Bu Lina mendatangi saya. Beliau minta ditemani Bunda Maria. Kata jiwa Bu Lina, dia merasa tidak tahu jalan menuju ke rumah Bapa (Tuhan).
Selesai Perayaan Ekaristi, saya mengajak jiwa Bu Lina bersama-sama berdoa di depan Patung Bunda Maria. Kami mohon supaya Bunda Maria menemani jiwa Bu Lina dalam perjalanannya menuju ke rumah Bapa. Selesai berdoa, saya merasa jiwa Bu Lina lebih tenang.
Sabtu dini hari kira-kira pukul 01.30 saya terbangun. Ada pesan singkat di ponsel saya, bunyinya “Mbak, mama sudah meninggal.” Di penunjuk waktu tertera pukul 22.19 WIB. Saya terdiam sejenak sambil mencoba membuka komunikasi batin dengan Bu Lina.
Saya lihat dia tersenyum. Jiwanya sudah benar-benar siap melanjutkan perjalanan menuju ke rumah Allah Bapa (Tuhan) di Surga bersama dengan Bunda Maria. Sebelum melanjutkan tidur, saya berdoa sejenak. Saya ucapkan terima kasih pada Tuhan yang sudah sangat mencintai Bu Lina dan mohon pengampunan atas semua dosanya. Semoga Bu Lina beristirahat dalam damai di rumah Bapa.
Elisabeth Kusumodewi, dikenal dengan nama Mbak Dewi Tarot. Seorang pembaca tarot atau peramal tarot, sejak tahun 2011 dan tinggal di Yogyakarta (email : dewitarot@gmail.com)