Liputan6.com, Jakarta Pasangan suami istri (pasutri) biasanya saling melengkapi. Namun memiliki pasangan yang berlawanan secara emosional bisa memicu konflik. Lantas apa yang bakal dihadapi seorang ibu jika suaminya pasif?
Misalnya saja dalam pengasuhan anak, seorang ibu yang keras harus menghadapi suaminya yang pasif. Saat sang istri emosinya sedang tinggi, suami memilih mengganti topik pembicaraan atau melupakan argumen yang muncul. Kondisi di atas membuat pasutri mengalami kesulitan mencari titik temu. Seperti yang dituliskan Candace Ganger di situs Romper, dikutip Kamis (25/5/2017).
Baca Juga
"Ketika saya bertemu dengan pasangan saya, saya tahu kepribadian kita akan saling melengkapi (karena hal yang berlawanan memang menarik), namun saya tidak memikirkan bagaimana kepribadian ini akhirnya akan bentrok di masa depan," tulisnya.
Advertisement
Ganger menjelaskan masalah konfrontasi dan komunikasi akan lebih terasa ketika berhadapan dengan masalah pengasuhan anak. "Kita tidak selalu sepakat bagaimana menangani beberapa situasi. Di mana dia bisa berkata, "Terserah kamu," saya merasa frustrasi dan berteriak, "Saya ingin kamu memutuskan," dan akhirnya kita tidak mendapat apa-apa," tulisnya.
Berikut beberapa hal yang hadapkan seorang ibu yang memiliki suami pasif:
1. Komunikasi adalah yang terburuk
Setiap wanita yang suaminya pasif tahu bagaimana komunikasi yang buruk bisa terjadi. Saat mencoba berkomunikasi, pasutri gagal berempati dengan perspektif masing-masing. Hasilnya berakhir dengan pertengkaran atau salah paham. "Passivity, bagiku, adalah ekuivalen emosional dengan ketidakpedulian tentang apakah kita bisa bekerja sama sebagai orangtua dalam hal yang disebut kehidupan".
2. Istri yang membuat keputusan utama
Pasangan yang pasif tidak hebat dalam mengambil keputusan. Itu berarti, ketika perlu menyelesaikan sesuatu, istri harus mengambil keputusan atau tak akan selesai.
Ingatlah, menjadi satu-satunya orang yang harus memutuskan segalanya bisa membuatnya sangat tertekan.
3. Tak ada solusi
"Terkadang, saya hanya perlu curhat setelah hari yang panjang dan yang saya inginkan adalah pasangan saya menjadi pendengar. Â
"Saya menceritakan kepadanya bagaimana perasaan saya, dia menatap saya, saya kesal karena dia tidak menanggapi masalah ini, dia menatap lebih lama, dan 17 jam kemudian aku masih marah saat dia berpura-pura baik-baik saja."
4. Menghindar menjadi hal yang normal
Ganger mengatakan, suaminya sering menghindari topik yang penting. Apakah ini sehat? Tidak. Apakah itu membantu? Tentu tidak.
"Sebenarnya, itu hanya membuat saya lebih cenderung memulai percakapan kontroversial... Saya lebih suka berdebat, tapi berkomunikasi, daripada menghindari."
Â
Tekanan hidup ada pada istri
5. Semua tekanan hidup ada pada istri
Pasangan memiliki banyak cara menolak membuat keputusan. Alhasil, hampir setiap hal yang menegangkan dalam hidup ditujukan untuk istri dan membuatnya merasa sendiri.
"Secara teknis, saya bisa, dan dia mendukung, tapi biasanya berakhir dengan dia berkata, "Apa pun keputusanmu"
6. Kesepian
Menurut Ganger setiap ibu yang memiliki pasangan yang berkompromi dengan konflik harus berjuang. Terkadang mereka merasa sangat kesepian.
"Kita tidak memiliki siapa pun yang bisa kita ajak bicara-tidak peduli hasilnya - dan ada ketakutan yang mendasar untuk melakukan percakapan sama sekali. Ada kalanya saya hanya ingin membicarakan sesuatu, dan jika perasaan pasangan saya tertutup, saya lebih banyak menatap kosong atau percakapan pendek. Inilah sebabnya mengapa saya sering berbicara dengan kucing saya."
7. Anak-anak tahu kemana harus meminta
"Anak-anak saya tahu jika mereka datang kepada saya dengan permintaan yang berlebihan, kemungkinan besar saya akan menolaknya. Jika mereka ke ayah mereka, mereka kemungkinan besar akan mendapatkannya.
"Memiliki pasangan pasif membuat frustrasi. Tapi Ganger mengatakan keduanya berusaha menemukan cara agar semua berhasil.
Advertisement