Liputan6.com, Jakarta Meski banyak yang menyangkal, tetap saja kesan pertama itu sangat berpengaruh. Kesan pertama dari seseorang biasanya didapatkan dari wajah.
Wajah seseorang bisa menyimpan banyak informasi. Mulai dari kepribadian sampai kondisi kesehatannya. Dan sekarang, peneliti dari University of Toronto mengatakan, kelas sosial seseorang bisa diprediksi secara tepat lewat ekspresi netral wajahnya.
Baca Juga
Melansir Medical Daily, Senin (10/7/2017), kemampuan untuk membaca kelas sosial seseorang ditemukan hanya pada kondisi wajah dalam ekspresi netral. Hal ini tidak berlaku ketika mereka sedang tersenyum atau menunjukkan emosi.
Advertisement
Temuan ini menyiratkan, kesan pertama yang kita berikan, berdasarkan ekspresi wajah netral, akan mempengaruhi interaksi dan kesempatan yang kita miliki. Para peneliti percaya, emosi yang terefleksi pada kondisi wajah netral berhubungan dengan kebiasaan seumur hidup, yang kemudian tertanam pada wajah sejak akhir masa remaja sampai dewasa muda.
"Seiring waktu, wajah secara permanen merefleksi dan mengungkapkan pengalaman Anda," ujar Nicholas Rule, salah satu penulis penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Personality and Social Psychology ini. Dia juga adalah seorang profesor madya di University of Toronto.
Untuk sampai ke kesimpulan ini, Rule dan Thora Bjornsdottir, seorang kandidat PhD, menggunakan dua kelompok mahasiswa.
Pertama-tama, satu grup dibagi berdasarkan pendapatan tahunan keluarganya. $75.000 (Rp1.004.625.000, kurs dollar terhadap rupiah Rp13.395) digunakan sebagai standar. Di bawah $60.000 (Rp803.700.000)Â dianggap miskin, dan di atas $100.000 (Rp1.339.500.000) dianggap kaya. Para partisipan ini kemudian difoto wajahnya dalam kondisi ekspresi netral.
Kemudian, grup mahasiswa yang lain diminta melihat foto-foto tadi dan menentukan, siswa mana yang kaya atau miskin hanya dari melihat wajah mereka.
Grup kedua ini berhasil menentukan siswa mana yang kaya atau miskin dengan keakuratan 50 persen, yang melebihi kebetulan semata. Hasil ini tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras, atau berapa lama waktu yang dibutuhkan siswa kelompok kedua untuk mengambil keputusan. Para peneliti fokus hanya pada wajah netral, karena ekspresi wajah seperti tersenyum atau mengerut bisa mempengaruhi pembacaan.
Berdasarkan pengalaman hidup
Rule menyimpulkan, seorang siswa berusia 18-22 tahun telah cukup memiliki pengalaman hidup yang akan mempengaruhi bentuk wajah mereka sampai ke tahapan hal itu akan mengungkapkan status sosial-ekonominya.
Namun, Rule dan Bjornsdottir masih belum bisa memastikan, bagaimana siswa kelompok kedua membuat keputusan mereka.
Mereka hanya tahu bahwa ada saraf-saraf pada otak yang khusus berfokus pada pengenalan wajah, dan karena, ketika Anda melihat seseorang, wajahnyalah hal pertama yang akan Anda lihat.
Walaupun kesan pertama bisa memprediksi kelas sosial pada studi baru ini, bias raut wajah bisa menggiring kita percaya pada kesan yang salah atau menekankan kesan yang benar.
Sebagai contoh, pada studi tahun 2014 dalam Trends in Cognitive Sciences menemukan, kita cenderung menilai kesalahan dan penyesalan seorang kriminal berdasarkan wajahnya. Para kriminal yang terlihat bisa dipercaya atau memiliki wajah polos seperti anak-anak lebih mungkin tidak dihukum atas suatu kejahatan dibanding mereka yang tidak memiliki karakteristik wajah tersebut.
Namun, hasil temuan ini tetap harus diperlakukan dengan hati-hati. Studi tidak memperhitungkan bahwa pemasukan suatu keluarga bisa berubah seiring waktu, dan pendapatan rata-rata bisa berbeda jauh berdasarkan tempat tinggal.
Kebenarannya adalah, apa yang kita anggap "kaya" dan "miskin" adalah subyektif dan dipengaruhi oleh pengalaman pribadi masing-masing. Karena, petunjuk wajah bukan alat sempurna untuk menentukan status sosial-ekonomi seseorang.
Advertisement