Kisah Dramatis 3 Wanita Menanti Momongan Berujung Manis

Sindiran, serangan pertanyaan keluarga, aneka terapi dan segala macam hal membuat penantian panjang hadirnya momongan penuh haru.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 28 Okt 2017, 06:00 WIB
Diterbitkan 28 Okt 2017, 06:00 WIB
Mual dan Muntah Pada Kehamilan
Mual dan Muntah Pada Kehamilan

Liputan6.com, Jakarta Momongan jadi salah satu yang kehadirannya ditunggu-tunggu dalam pernikahan. Ada pasangan yang mudah mendapatkannya, dan yang lain perlu usaha lebih keras untuk hadirnya sang buah hati. Tak urung, sindiran, tekanan, tangis hadir dalam perjuangan mereka mendapatkan buah hati. Belum lagi dana dikeluarkan untuk melakukan pemeriksaan medis ini dan itu.

Namun, selain duka, ada banyak juga cerita bahagia dalam perjuangan mereka. Tidak sedikit yang mengakui ketika berada dalam titik kepasrahan, saat itulah Tuhan menghadirkan kado indah berupa kehamilan di pernikahan tahun keempat, kelima, atau lebih dari itu.

Simak kisah para wanita yang bersama pasangan berjuang lebih dari tiga tahun untuk memiliki momongan.

- PCOS dan rahim terbalik, Tia divonis sulit punya anak

Tia Komalasari dan suami sepakat ingin segera memiliki anak setelah menikah pada November 2011. Di tahun-tahun pertama, pasangan ini santai ketika Tia belum hamil.

"Belum setahun pernikahan jadi dinikmati saja, hitung-hitung puasin masa pacaran. Kedua, karena kami berjauhan juga," katanya.

Di bulan kesembilan pernikahan, Tia mengalami sakit bagian perut bawah. Rasa sakitnya sampai membuat guling-guling di mobil dalam perjalanan ke Sumedang, Jawa Barat. Saat memeriksakan diri, dokter mengatakan Tia mengalami infeksi saluran kencing.

Sesudah kejadian itu, jurnalis sebuah media di Jawa Barat ini ingin memastikan kondisinya. Kali ini dia mengunjungi dokter spesialis kebidanan dan kandungan. Setelah USG dan seabrek pemeriksaan lain, dokter di Bandung memvonisnya menderita sindrom ovarium polikistik (PCOS).

"Setelah dapat vonis itu, aku langsung browsing di internet tentang PCOS. Secara garis besar PCOS merupakan kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan hormon yang dibutuhkan untuk ovulasi. Hal itu menyebabkan telur tidak cukup besar untuk pecah dan siap dibuahi sperma," papar Tia.

Dia pun mencari pendapat dokter lain. Kali ini dokter tersebut meminta Tia menjalani terapi hormon selama tiga bulan. Di bulan pertama hasilnya menggembirakan, ada sel telur yang besar. Dokter pun menyarankan untuk berhubungan badan. Tia pun segera "terbang" ke tempat suaminya bekerja di Surabaya, Jawa Timur. Namun tiga bulan melakukan terapi hormon tak juga menampakkan hasil.

Di dokter kedua ini Tia baru tahu, rupanya dia memiliki rahim terbalik. Kondisi ini sedikit banyak berpengaruh terhadap kehamilan. Dokter pun menyarankan agar saat berhubungan intim, pinggul ditinggikan dengan diganjal bantal.

Tak hanya terapi hormon, minum pil KB, dokter pun menyarankan untuk pemeriksaan saluran tuba. Pemeriksaan yang kata Tia terasa ngilu amat sangat.

Aneka program kehamilan yang dijalani, belum lagi biaya yang dikeluarkan ternyata melelahkan bagi dompet, fisik, dan mental. Hingga membuatnya lelah sekali.

"Oke, aku putusin setop dulu. Bisa bengek kalau gini terus. Soalnya ya sebagus apapun terapi dan dokternya, gimana mau berhasil kalau akunya malah stres berat kaya gini. Aku sih mikirnya kaya gitu," tutur wanita yang juga menceritakan kisahnya ini di blog pribadi.

Walau berhenti total dari program hamil secara medis, Tia dan suami tetap menjalankan aneka peraturan yang sempat dokter berikan. Mulai dari frekuensi berhubungan seksual hingga ada bantal di panggul.

Lama kelamaan, hubungan seks malah nampak seperti robot. Makin lama, Tia merasakan hubungannya makin hambar. Bahkan dia sampai berpikir berhenti berusaha memiliki anak dan puncaknya sempat mikir pisah agar suami bisa menikah dengan wanita lain agar punya anak.

"Suami waktu itu kaget banget dan jadi ikut nangis karena aku berpikir kaya gitu," ceritanya.

Hingga akhirnya pasangan ini pun terbuka satu sama lain. Sang suami menyatakan menegaskan kalau dia mau tetap bersama sampai tua, baik dengan atau tanpa anak. Sejak saat itu, Tia justru lebih rileks. Dia lepaskan semua beban untuk punya anak. Dia mencoba lebih bersyukur atas semua yang kini sudah ada di hadapannya.

"Aku memutuskan untuk bahagia dengan kehidupan yang telah Allah berikan sama aku," katanya.

Dia pun sadar, dia akan bahagia dengan atau tanpa anak. Penggemar novel Sidney Sheldon ini pun menjalani hidup dengan bahagia. Apalagi orang-orang terdekat juga tidak mempersalahkan mereka punya anak atau tidak. Dia juga ingat ucapan temannya yang mengatakan kepadanya agar tak kehilangan kesempatan untuk mencapai tujuan hidupnya.

Sejak saat itu, hidup Tia lebih bergairah. Dia memutuskan fokus dengan cita-citanya. Rajin menulis cerpen, juga olahraga lari.

Di saat sedang getol-getolnya rutin olahraga lari di 2015, iseng-iseng dia melakukan pemeriksaan testpack. Siapa sangka hasilnya positif hamil. Bisa jadi kebahagiaannya menjalani hidup jadi kunci kehamilannya. 

"Aku milih positive thinking bukan karena aku hebat, justru karena aku ngerasa enggak kuat kalau terus-terusan terbebani. Jadi setiap ada masalah aku selalu cari sisi positifnya," pesannya saat dihubungi Health-Liputan6.com.

Buah penantian Tia dan suami pun berakhir manis. Pada pernikahan usia kelima hadirlah seorang bayi laki-laki bernama Aksam, lahir tepat pada 6 Juli 2016.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Erni, 5 kali suntik penguat kandungan

Erni Suryati (50) menikah saat usianya 26. Sama seperti Tia, tahun pertama pernikahan belum dikaruniai anak, dia masih santai. Di tahun kedua, dia dan pasangan mulai galau belum dikaruniai buah hati. Terlebih mulai muncul pertanyaan dari keluarga, "Kapan hamil?".

"Akhirnya saya dan suami memberanikan diri cek ke dokter. Hasilnya normal. Tidak ada apa-apa. Kata dokter mungkin saya capai," tuturnya saat berbincang dengan Health-Liputan6.com.

Seiring berjalannya waktu keinginan memiliki buah hati makin besar, Erni terngiang kata-kata dokter bahwa dirinya mungkin saja kelelahan. Sampai-sampai di tahun ketiga pernikahan memikirkan untuk berhenti bekerja.

"Tapi suami saya bilang, 'Itu terserah kamu, tapi apakah kamu siap di rumah nganggur enggak ngapa-ngapain. Kan biasanya kamu jalan kemana-mana, bukannya nanti kalau kamu di rumah tambah stres'," katanya.

Tak jadi mengundurkan diri, Erni memilih cuti di luar tanggungan selama sebulan. Dia beralasan ingin menyelesaikan pendidikan S2 yang sedang ditempuhnya. Entah cuti tersebut berdampak atau tidak, di usia 30, Erni mendapati dirinya hamil.

"Itu semua berkat-Nya, dan kata dokter syaratnya hanya harus banyak istirahat tidak terlalu capai," tuturnya.

Sedikit lega setelah berhasil hamil, perjuangan memiliki anak tak berhenti di situ. Selama sembilan bulan kehamilan, dia mendapat lima kali suntikan penguat kandungan. Biaya satu kali suntik saat itu Rp5 juta.

"Saya menuruti kata dokter. Disuruh suntik untuk penahan kandungan agar tidak keguguran, saya ikuti," ceritanya.

"Namun selain suntik ya harus jaga makanan, harus yang sehat," sambungnya.

Perjuangan memiliki buah hati pun tercapai di pertengahan 1998, hingga lahirlah seorang bayi cantik yang kini tumbuh sehat.

Erni mengatakan ke wanita yang kini sedang berjuang ingin mendapatkan buah hati, dia paham betul rasanya mendapat 'serangan' pertanyaan 'Kapan hamil?'. Sarannya, tak perlu dimasukkan hati. Biar saja masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Daripada memikirkan omongan orang, lebih baik bahagia menjalani kehidupan.


Anak lahir di pernikahan Nita tahun kedelapan

Di tahun kedua-ketiga pernikahan, Nita Taufik (36) tetap santai walau tak kunjung hamil. Ketika satu per satu adiknya menikah lalu tak lama punya anak, muncul kegalauan di hatinya.

"Titik terberat itu ketika adik menikah terus enggak lama hamil dan punya anak, itu rasanya sedih. Ya, mau digimanain. Walau cuek kami juga tetap usaha. Enggak cuma ke dokter, kami juga melakukan hal-hal termasuk yang disarankan orangtua misalnya minum air pengajian," katanya.

Saat menjalani pemeriksaan ke dokter, Nita memang memiliki masalah yakni menstruasi tidak teratur. Di awal, dokter menyarankan untuk menurunkan berat badan dengan rutin olahraga. Saat itu berat badannya mencapai 140 kg dengan tinggi 172 cm.

Karyawan swasta ini mengikuti saran dokter, dia memilih kegiatan yang disukai agar tak menjadi beban. Saat itu dia memilih zumba. Setelah menjalani olahraga itu perlahan tapi pasti menstruasi mulai teratur walau dia tak kunjung hamil.

"Hampir setahun aku terus olahraga, belum juga hamil. Di saat itu aku pasrah. Aku juga menikmati olahraga ini karena membuat badanku jadi lebih ringan, napas enggak ngos-ngosan," katanya.

Selain Nita, suaminya pun berusaha dengan berhenti merokok. Omongan dokter yang mengatakan bila menginginkan benih anak berkualitas harus menjaga gaya hidup sehat, membuat suaminya berhenti merokok.

Saat dia dan suami tidak ngoyo memiliki anak, Tuhan justru memberi kado terindah. Nita ingat betul di hari kedua bulan puasa 2014, dia mendapati dirinya hamil.

"Sebenarnya saat itu aku minta ke suami untuk beli alat pengecek kesuburan, eh suamiku beli testpack. Terus subuh-subuh di hari kedua puasa iseng aja kali ya, tes. Enggak langsung dilihat hasilnya, ditinggal dulu. Pas mau buang ke tong sampah, aku kaget kok garisnya dua," ceritanya.

Dia pun teriak memanggil ibu dan pembantu untuk memastikan garis di testpack itu. Benar, garis yang tebal ada dua. Tak berapa lama dia memeriksakan diri ke dokter, hasil USG memperlihatkan ada kehidupan jabang bayi di perutnya.

Sembilan bulan berlalu, tepat di 11 Maret 2015 lahir anak laki-laki buah cinta Nita dan suami. Bayi cilik menggemaskan bernama Elmar lahir di pernikahan tahun kedelapan.

"Saat Elmar lahir, kondisi karir dan finansial kami lagi enggak bagus. Namun kalau Elmar enggak ada, mungkin kami udah kayak orang gila. Di situ kami tahu, bahwa anak itu tak ternilai. Anak itu penenang," tuturnya sambil tersedu.

Dia pun berpesan kepada pasangan yang sedang berjuang memiliki anak untuk kompak. Termasuk urusan menjawab pertanyaan orang-orang 'Kapan hamil?'. "Kalau ada yang tanya itu, suamiku yang jawab. Sementara aku cuma tersenyum. Hehe," katanya.

 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya