Liputan6.com, Jakarta Larangan memajang produk rokok di toko ritel modern kian menuai kontroversi. Aturan ini tertuang melalui Peraturan Daerah No 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kota Bogor.
Larangan tersebut dianggap menurunkan penjualan produk rokok di ritel modern hingga 30 persen. Aturan ini pun ditentang pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).
Baca Juga
Santi Martini dari Universitas Airlangga menanggapi soal larangan pemajangan produk rokok.
Advertisement
"Penciptaan KTR itu berkaitan tentang aturan soal (peredaran) rokok sendiri. Di area KTR memang tidak boleh merokok juga memasang produk rokok," kata Santi usai acara bedah buku penelitian Health and Economics Costs of Tobacco in Indonesia, Rabu (22/11/2017).
Terkait larangan pemajangan rokok, lanjut Santi, sudah ada studi kalau cara tersebut bisa menurunkan prevalensi orang yang merokok. Penurunan prevalensi sebesar 6 persen, menurut penelitian pada tahun 2012.
Pada intinya, menghentikan penjualan rokok juga tidak mungkin. Rokok hanya tidak boleh dijual di KTR.
KTR ini meliputi: fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.
"Tidak ada pernyataan kalau rokok itu ilegal. Di tempat lain kan boleh dijual. Hanya saja diatur penjualannya," tambahnya.
Â
Simak video berikut ini:
Â
KTR tekan perokok tidak merokok
Santi menambahkan, meskipun jumlah penduduk bertambah seiring waktu, prevalensi jumlah orang yang merokok bisa menurun.
KTR menjadi salah satu sarana efektif untuk menekan kebiasaan merokok.
Namun, menekan kebiasaan merokok hingga orang tersebut berhenti merokok akan sulit.
"Ada zat adiktif di dalam rokok. Jadi, yang namanya quit smoking itu susah. Makanya, kita selalu kasih edukasi kepada anak muda. Sebaiknya, jangan merokok. Nanti ya bakal jadi kecanduan. Tidak mudah untuk terbebas dari rokok,"Â pungkasnya.
Â
Advertisement