Liputan6.com, Jakarta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan secara resmi bahwa cannabidiol, senyawa penenang dalam ganja medis bukanlah obat berbahaya.
Menurut WHO, cannabidiol yang juga dikenal dengan sebutan CBD, tidak berisiko membuat orang kecanduan. Selain itu, WHO menyatakan, cannabidiol bukanlah obat yang berpotensi disalahgunakan atau diproduksi atau didistribusikan secara ilegal.
Baca Juga
Lebih lanjut, WHO mengatakan, obat tersebut bisa digunakan secara efektif pada pasien kanker, Alzheimer, epilepsi, serta pengobatan paliatif.
Advertisement
"Bukti terbaru dari studi terhadap hewan dan manusia menunjukkan, penggunaan cannabidiol bisa memiliki nilai terapi bagi kejang akibat epilepsi dan kondisi terkait," demikian pengumuman dari WHO Expert Committee on Drug Dependence.
"Bukti terkini juga menunjukkan bahwa cannabidiol tidak berpotensi disalahgunakan atau menyebabkan ketergantungan seperti jenis cannabinoid (senyawa dalam ganja) lainnya (seperti misalnya Tetra Hydro Cannabinol/THC)," lanjut keterangan dari komite WHO tersebut.
Melansir laman New York Post, Kamis (14/12/2017), WHO saat ini tengah mempersiapkan peninjauan lebih menyeluruh yang akan diluncurkan Mei 2018 mengenai ganja serta senyawa atau substansi terkait lainnya.
Saksikan juga video berikut ini:
Beberapa negara legalkan ganja untuk medis
Di Indonesia, Kementerian Kesehatan belum mengkaji lebih dalam manfaat lain dari ganja bagi kesehatan. Namun, secara undang-undang, penggunaan ganja dilarang di Tanah Air.
Sementara, beberapa negara di dunia telah melegalkan ganja untuk alasan medis. Amerika Serikat salah satu dari negara tersebut. Sekitar 24 negara bagian di AS memperbolehkan penggunaan ganja sbeagai obat.
Negara lain yang juga baru melegalkan ganja ialah Paraguay. Dewan kongres negara tersebut meloloskan RUU yang mengizinkan impor benih ganja pada 6 Desember 2017. Negara itu bahkan mengizinkan warganya menanam ganja untuk keperluan medis melalui sistem yang disponsori negara.
Advertisement