Kekerasan Anak Berulang di Garut, Komnas Anak Usul Program Gerakan Perlindungan Sekampung

Melihat pada kasus kekerasan anak yang terus berulang, Ketua Komnas Anak mengusulkan perlunya gerakan perlindungan sekampung.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Feb 2018, 10:30 WIB
Diterbitkan 25 Feb 2018, 10:30 WIB
Awas pelaku kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan seksual dilakukan oleh orang-orang terdekat. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Awas pelaku kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan seksual dilakukan oleh orang-orang terdekat. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Komnas Perlindungan Anak Aries Merdeka Sirait menyatakan, kabupaten Garut, Jawa Barat perlu menerapkan program gerakan perlindungan sekampung untuk menghindari kasus kekerasan pada anak yang serupa.

"Berdasarkan informasi, kasus yang menimpa MR itu diketahui masyarakat sekitar, tapi tidak ada tindakan (pencegahan)," ujarnya saat konfirmasi, Rabu lalu, ditulis Minggu (25/2/2018).

Baca Juga: Temperamen, Ibu di Garut Tega Menyetrika Anak Kandungnya

Menurut Aries, berulangnya kasus kekerasan pada anak di Kabupaten Garut akhir-akhir, menunjukan minimnya perhatian masyarakat sekitar terhadap anak.

MR, korban terbaru kasus kekerasan pada anak, sebelumnya telah diketahui masyarakat sekitar termasuk keluarga, namun tidak kuasa melarang. "Jadi bukan hanya perlindungan keluarga saja, tapi harus sekampung," ujarnya.

Selain itu, munculnya kasus itu harus menandakan telah terjadinya degradasi ketahanan keluarga, seperti berkurangnya nilai keagamaan, nilai sosial, spiritual hingga minimnya perhatian masyarakat sekitar.

Baca Juga: Solusi dari Psikolog tentang Kasus Ibu Setrika Anak di Garut

"Kalau ketahanan keluarganya kuat, kecil kemungkinan berbuat demikian," ungkap dia.

Pembina Komnas Perlindungan Anak Pusat, Bimasena menambahkan, dalam dua bulan terakhir, total kasus kekerasan anak di kabupaten Garut mencapai 20 kasus. "Kok ini Garut terus-terusan terjadi," kata dia.

 

Saksikan juga video berikut:

 

Faktor Ekonomi

Sebar Stiker, Polda Metro Jaya Bersama LBH Antisipasi Pelecehan dan Kekerasan Seksual
Seorang wanita menunujukkan stiker informasi pengaduan kekerasan di sekitar Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Kamis (21/12). Stiker ini bertuliskan informasi tentang pengaduan ketika terjadi kekerasan pada wanita dan anak. (Liputan6.com/JohanTallo)

Sebagian besar faktor pendorong maraknya kasus kekerasan pada anak di Garut akibat persoalan ekonomi, kemudian perceraian hingga persoalan sosial lainnya seperti ganguan jiwa.

"Ini kan tugas pemerintah, ulama (juga) harus terus mengingatkan, jika ada persoalan rumah tangga jangan pakai kekerasan," pinta dia.

Sebelumnya, MR (7), siswa salah satu sekolah dasar negeri di Karangpawitan Garut, telah menjadi korban kekerasan, NN (32) yang merupakan ibu kandungnya. Saat ini kondisi MR cukup memprihatinkan.

Nampak sejumlah luka bakar dan lebam terlihat di tangan, kaki dan sekujur tubuh bocah malang tersebut. "Dari ketetangan nenek korban, memang ibunya tempramental tinggi," ujar Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna.

Untuk menghindari kelakuan keji sang ibu yang terus mengancam, korban akhirnya diasuh pihak keluarga, sambil menunggu proses hukum yang hadapi ibunya yang kini sudah dinyatakan sebagai tersangka. (Jayadi Supriadin)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya