Upaya Gereja Katolik Asmat Pulihkan Warga dari Wabah Campak dan Gizi Buruk

Wabah campak dan gizi buruk yang dialami anak-anak Asmat sejak September 2017 mulai menunjukkan perkembangan positif sejak ditangani secara intens pada Januari 2018.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Feb 2018, 17:00 WIB
Diterbitkan 28 Feb 2018, 17:00 WIB
Asmat
Ilustrasi kejadian luar biasa (KLB) campak di Asmat. (Foto: iStockphoto/Mickrick)

Liputan6.com, Asmat Wabah campak dan gizi buruk yang dialami anak-anak Asmat sejak September 2017 mulai menunjukkan perkembangan positif sejak ditangani secara intens pada Januari 2018. Masa darurat KLB juga sudah ditutup sejak 5 Februari 2018 melalui SK Bupati Asmat; Elisa Jambu S.Sos.

Menindaklanjuti penanganan musibah kemanusian ini, Gereja Katolik Asmat atau Keuskupan Agats bekerja sama dengan Wahana Visi Indonesia dan mitra lain terus melaksanakan program pemulihan kesehatan di lebih dari 15 kampung yang menjadi fokus dampingan.

"Sejak masa darurat lalu Keuskupan Agats hanya berkosentrasi di 2 distrik karena keterbatasan tenaga namun setelah ada temuan baru, maka kami sedang mengatur strategi untuk sebisa mungkin melayani di distrik Sirets dan Fayit," kata Pastor Hendrik Hada Pr.

Gereja Katolik Asmat bersama mitra dan dalam koordinasi dengan Pemkab Asmat melaksanakan program terpadu guna meningkatkan kesehatan masyarakat yang terkena wabah campak dan gizi buruk. 

 

Saksikan juga video berikut ini:

 


Pemulihan campak harus terintegrasi dengan program lain

Campak Asmat
Aji Sayekti, Korlap Penanganan Campak Keuskupan Agats di Distrik Pulau Tiga. (Foto: John Ohoiwirin)

Koordinator Lapangan untuk wilayah Pulau Tiga menegaskan bahwa proses pemulihan campak ini harus diintegrasikan dengan program pemberdayaan lain seperti kesehatan lingkungan, air bersih dan ketersediaan pangan lokal.

"Sejak KLB dicabut, kami live in di kampung untuk melakukan pengobatan, penyadaran kesehatan di Jew, rumah adat, untuk memastikan proses pemulihan campak dan gizi buruk terlaksana," ujar Aji Sayekti, Koordinator wilayah untuk Pulau Tiga.

Ketua Komisi Pemberdayaan Sosial Ekonomi Keuskupan Agats mengatakan bahwa dari fakta masyarakat, proses perbaikan dari gizi buruk ke gizi baik sangat berat. Sedangkan perubahan keadaan gizi kurang menuju kondisi gizi buruk sangat mudah terjadi.

"Kenyataan ini yang mendorong kami harus tinggal di kampung untuk peningkatan kesehatan mereka," ujar Aji.

Campak Asmat
Frater Tarimanik Pr sedang mengukur tinggi badan yang dalam tahapan pemulihan di Kampung Awap Distrik Pulau Tiga (Foto: John Ohoiwirin)

Dana solidaritas disalurkan melalui Keuskupan Agats

Campak Asmat
Warga Kampung Kapi sedang antri untuk menerima bubur yang dimasak relawan sebelum mereka menerima obat untuk diminum di tempat. (Foto: Tinus Tarimanik Pr)

Tim Keuskupan Agats yang dibantu LSM Wahana Visi Indonesia serta para dokter dari Asmat dan Jakarta secara reguler menetap selama sepekan di kampung dan kembali ke Agats untuk evaluasi untuk menetapkan rencana minggu berikutnya.

Dana solidaritas yang dikirim melalui Rekening Karitas Keuskupan Agats maupun bantuan bahan makanan dan obat-obatan yang disalurkan melalui Keuskupan Agats sedang disalurkan ke warga di kampung-kampung.

"Kami menyampaikan terima kasih kepada Saudara-Saudari baik per orangan maupun kelompok dan perusahan yang berbela rasa untuk wabah kemanusiaan di Asmat. Bantuan Saudari-Saudari kami gunakan untuk penanganan keadaan darurat maupun program jangka menengah dan panjang peningkatan kesehatan masyarakat. Secara khusus, dalam koordinasi dengan Pemkab. Asmat, Gereja Katolik akan menggulirkan Program Kampung Sehat yang difokuskan di beberapa kampung yang diharapkan menjadi contoh untuk kampung lain," ungkap Mgr. Aloysius Murwito; Uskup Keuskupan Agats.

 

Penulis: John Ohoiwirin

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya