Dokter Umum Juga Harus Bisa Deteksi Penyakit Jantung Bawaan

Untuk membantu Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) dalam menangani penyakit jantung bawaan, dokter umum diajak untuk bisa melakukan diagnosa awal.

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 20 Apr 2018, 16:30 WIB
Diterbitkan 20 Apr 2018, 16:30 WIB
Jantung Anak (iStockphoto)
Dokter umum juga harus bisa deteksi dan diagnosa penyakit jantung bawaan (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Sebagai ujung tombak yang kerap didatangi pasien pertama kali ketika menderita suatu penyakit, dokter umum dan anak juga harus mampu mendeteksi dan mendiagnosa penyakit jantung bawaan (PJB) terutama pada anak dan ibu hamil.

"Karena mereka adalah pintu depan kita (dokter spesialis kardiovaskular) yang pertama kali akan menarik pasien di daerah dan akan dirujuk," kata dokter dari Rumah Sakit Harapan Kita, dr. Oktavia Lilyasari , SpJP (K), FIHA, dalam 27th Annual Scientific Meeting of Indonesia Heart Association 2018 atau ASMIHA, di kawasan Kuningan, Jakarta, Jumat (20/4/2018).

Tahapan diagnosis ini dianggap penting untuk melihat tindakan apa yang harus dilakukan pada pasien.

Salah satu tahap diagnostik sederhana bisa dimulai dengan wawancara. Kemudian, dokter bisa melakukan pemeriksaan fisik, EKG (elektrokardiogram), lalu ronsen.

"Ini dasarnya. Ini yang akan kita latih pada dokter umum dan dokter anak di daerah," ujar dokter yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) ini.

"Setelah itu, baru kita lakukan diagnosis lanjutan," kata Oktavia.

Simak juga video menarik berikut ini:

 

Jauh di Bawah Kebutuhan

20151013-Ilustrasi-Serangan-Jantung
Masih banyak anak Indonesia yang mengalami penyakit jantung bawaan, belum mendapatkan penanganan yang tepat (iStockphoto)

Data yang dihimpun Rumah Sakit Harapan Kita sendiri mengatakan, ada peningkatan jumlah intervensi bedah ataupun non bedah kasus PJB.

"Sayangnya, ilmu kemajuan ilmu dan teknologi di bidang PJB ini tidak dapat dinikmati oleh semua anak Indonesia yang membutuhkan," tambah Oktavia.

Menurutnya, intervensi bedah dan non bedah yang sudah berhasil dilakukan di Indonesia, hanya sekitar 2 ribu kasus per tahun. Angka tersebut dianggap jauh di bawah kebutuhan.

Paling tidak terdapat 20 ribu penderita PJB membutuhkan intervensi setiap tahunnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya