Liputan6.com, Jakarta Serangga kerap dianggap menjijikkan oleh sebagian orang apabila dijadikan makanan. Padahal, berbagai jenis hewan tersebut sesungguhnya punya potensi besar sebagai makanan di masa depan.
Serangga bahkan memiliki keunggulan apabila dibandingkan dengan hewan ternak pada umumnya. Salah satunya adalah soal gizi dan ramah lingkungan.
Baca Juga
"Serangga ini luar biasa karena proteinnya lebih tinggi daripada peternakan biasa seperti sapi, kambing, domba, babi dan sebagainya," ujar Prof. Dr. Ir. FG Winarno, MSc dalam bedah buku karyanya Serangga Layak Santap pada Kamis (6/9/2018) di Jakarta.
Advertisement
Selain itu, dari sisi ramah lingkungan, serangga dianggap lebih ramah daripada hewan-hewan lainnya.
"Menurut pendapat saya, sistem pertanian kita itu horizontal. Yang banyak sekali memerlukan lahan. Kalau pertanian serangga, tidak perlu lahan ini," kata Winarno yang juga meluncurkan buku berjudul Tanaman Kelor: Nilai Gizi, Manfaat, dan Potensi Usaha tersebut, di kesempatan yang sama.
Selain itu, serangga juga tidak memerlukan minum apabila dibandingkan dengan sapi. Faktor tersebut membuat budidaya serangga untuk konsumsi bisa lebih irit air.
Simak juga video menarik berikut ini:
Seperti Makan Udang
Winarno menambahkan, dari segi lingkungan hidup, peternakan konvensional merupakan salah satu penyumbang emisi dunia hingga 18 persen.
"Sementara serangga tidak ada," imbuh Winarno.
Winarno menambahkan, makan serangga tak ubahnya kita mengonsumsi hewan laut seperti udang, lobster, atau hewan antropoda lainnya. Di masyarakat Barat, mereka yang mengonsumsi hewan-hewan tersebut dianggap sebagai orang miskin.
Namun, itu berbanding terbalik dengan sekarang, ketika mereka dianggap makanan mahal.
"Lobster dan udang sama-sama antropoda terhadap jangkrik atau gangsir. Hanya jangkrik dan gangsir hidup di darat, lobster dan udang di lautan," ujar Winarno.
Beberapa serangga sendiri sudah dikonsumsi di beberapa daerah di Indonesia. Salah satunya adalah ulat sagu di Papua, serta jangkrik di Yogyakarta.
Advertisement