Liputan6.com, Jakarta Ada alasan psikologis mengapa perokok sulit berhenti merokok. Perokok kehilangan sensasi dari kebiasaan hand to mouth. Kebiasaan untuk mengisap rokok.
Baca Juga
Advertisement
Penelitian tentang rokok tersebut dilakukan peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Indonesia yang juga anggota Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) Amaliya. Ia dan tim banyak melakukan observasi langsung dengan para perokok.
“Kebiasaan ini (hand to mouth) juga dapat dirasakan dengan penggunaan produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan, bukan dibakar dan rokok elektrik. Kemudian, pengurangan risiko yang diterapkan pada produk tembakau alternatif menunjukkan, produk tersebut punya risiko kesehatan yang lebih rendah hingga 95 persen daripada rokok konvensional," jelas Amaliya, sesuai rilis yang diterima Health Liputan6.com, ditulis Senin (29/10/2018).
Merujuk pada berbagai penelitian dan literatur atas potensi produk tembakau alternatif, rokok elektrik dapat menjadi alternatif bagi perokok konvensional yang berkeinginan untuk berhenti merokok secara bertahap.
Lebih lanjut, Amaliya menegaskan, konsep pengurangan risiko pada produk tembakau alternatif berupa mengurangi kadar risiko yang ditimbulkan dari produk rokok konvensional, bukan menghilangkannya sama sekali. Risiko dari rokok seperti penyakit jantung, gangguan paru-paru, tenggorokan, dan kehamilan.
Saksikan video menarik berikut ini:
Periksa sel rongga mulut
Teknik penelitian yang digunakan Amaliya dan tim berupa memeriksa sel rongga mulut. Pemeriksaan sel rongga mulut dari tiga kelompok, yaitu perokok, pengguna rokok elektrik, dan perokok pasif (non perokok).
"Kami di YPKP juga telah melakukan penelitian lebih lanjut tentang produk tembakau alternatif, baik melalui pendekatan kesehatan. Pemeriksaan melalui sel rongga mulut pada tiga kelompok utama, yakni perokok, pengguna rokok elektrik, dan non perokok, maupun pendekatan sosial,” jelas Amaliya.
Meski pengurangan risiko rokok bisa menggunakan rokok elektrik, cara terbaik mengurangi prevalensi rokok adalah berhenti merokok.
“Berhenti merokok tentu saja cara yang terbaik, tetapi dengan jumlah sekitar 75 juta perokok di Indonesia sangat sulit untuk dapat menurunkannya secara langsung,” tambah Amaliya.
Advertisement