Liputan6.com, Palangka Rayaf Menjadi penyuluh Keluarga Berencana (KB) bukan sekadar sosialisasi kesehatan kepada publik. Penyuluh pun membutuhkan kemahiran.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo membeberkan kiat-kiat jitu bagaimana membranding diri sebagai penyuluh KB yang keren.
Advertisement
Baca Juga
"Pertama, punya pengetahuan yang cukup. Posisikan diri kita sebagai advokasi yang ulung. Bisa juga layaknya konselor atau pekerja komunikasi," jelas Hasto di hadapan pegawai BKKBN di Kantor BKKBN Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Senin (9/12/2019).
Advertisement
"Harus menguasai teknik juga. Misalnya, memberikan pil KB. Isinya pil KB apa. Pil KB ada mengandung estrogen dan progesteron. Nah, penyuluh KB ngerti enggak perbedaannya."
Saksikan juga video menarik berikut:
Kuasai Cara Penyampaian
Hasto juga menegaskan, penyuluh KB harus menguasai cara penyampaian kepada publik. Gaya komunikasi yang menyenangkan dan mudah dipahami termasuk kuncinya.
"Anda pintar oke. Tapi butuh juga kemampuan penyampaian. Ini namanya softskill," tegasnya.
Selain punya pengetahuan, wajah yang memancarkan rasa senang dan sikap ramah dibutuhkan. Warga pun merasa nyaman dan tidak takut bila bertanya masalah kesehatan reproduksi.
Â
Penyuluh juga perlu mempelajari bahasa wajah (face language). Rupanya bukan hanya orang komunikasi atau pejabat tinggi yang harus belajar bahasa wajah.
"Face language juga perlu. Ya, biar ketahuan ada sedikit humornya. Contohnya, kalau orang punya bibir tipis mungkin orangnya tipe yang lebih baik harga murah. Jadi, jangan kasih alat kontrasepsi yang harganya mahal," ujar Hasto disambut tawa tamu yang hadir.
"Ada juga orang yang punya garis kerut di kening. Nah, kalau kerutannya kelihatan jelas, dia tipe orang yang punya keputusan cepat. Segala sesuatu pengen cepat."
Beda dengan orang yang kerutannya kurang terlihat. Ini tanda orang yang harus berpikir dan butuh pertimbangan keras saat memutuskan sesuatu.
"Saat disarankan, pakai IUD atau enggak? Biasanya dia butuh pertimbangan dulu. Kita harus hargai juga keputusannya ini," Hasto menerangkan.
Advertisement