Ketika Baby Blues Menghadang Kasih Sayang Ibu pada Sang Anak

Namun, untuk beberapa wanita, rasa bahagia bertemu buah hati itu seolah menjadi petaka. Tepatnya ketika kondisi baby blues melanda.

oleh Babyologist diperbarui 03 Mar 2020, 20:00 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2020, 20:00 WIB
Baby blues - depresi pascamelahirkan (iStock)
Ilustrasi baby blues - depresi pascamelahirkan (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Hadirnya buah hati seharusnya menjadi momen paling bahagia bagi para ibu. Namun, untuk beberapa wanita, rasa bahagia bertemu buah hati itu seolah menjadi petaka. Tepatnya ketika kondisi baby blues melanda. Berikut pengalaman Mommy Annisa Aida dari Babyologist menghadapi baby blues.

Ternyata 80 persen Ibu yang baru melahirkan mengalami dan merasakan yang namanya Baby Blues.

Menurut saya, Baby Blues sangat berbahaya. Selama kehamilan sampai dengan melahirkan, seorang Ibu bisa dikatakan sangat kuat dan tegar. Namun setelah merasakan Baby Blues bisa menjadi cengeng, manja, dan lemah dalam satu waktu. Sangat tidak mengenakkan. Awalnya saya berpikir akan menjadi 20 persen ibu yang nantinya tidak merasakan Baby Blues karena saya sudah cukup banyak research terkait tata cara mengatasinya. Tapi ternyata tidak semudah itu menghindari Baby Blues. Tidak pandang bulu, tidak pandang waktu.

Semua Ibu pasti tidak sabar ingin bertemu anaknya, sedari hari pertama kehamilan sudah dijaga pola makannya, tidak boleh terpapar angin, tidak boleh sampai merasa tidak nyaman dan lainnya. Sangat dijaga selama 9 bulan lamanya. Sampai saat detik akan melahirkan pun, seorang Ibu berusaha semaksimal mungkin agar segera bertemu dengan sang buah hati. Ternyata semangat itu bisa redup dalam waktu yang singkat. Hari ketiga, hari keempat sampe 2 minggu seterusnya, perasaan sedih dan bersalah terus menghantui. Setiap melihat Maryam tidur pasti saya menangis, saat Maryam bangun saya juga menangis, setiap momen yang saya lalui dengan Maryam, pasti saya menangis. Terutama saat suami pulang kerja saya akan menangis sesenggukan.

Menurut penelitian hal tersebut wajar terjadi karena adanya perubahan hidup yang sangat signifikan, awalnya hanya hidup berdua dengan suami, apapun bisa dilakukan dengan leluasa, ingin bermanja-manja, ingin nonton bioskop, ingin makan di restoran, ingin ini itu dan banyak yang lainnya, tapi setelah punya bayi, tidak bisa dipenuhi. Selama ini hanya mengurus diri sendiri dan suami, tapi sekarang menjadi bertiga, waktu bersama suami berkurang, tidak ada waktu mengurus diri sendiri, semua waktu terkuras untuk mengurus bayi. Begadang, puting lecet, payudara bengkak, ambeien, sulit tidur, sulit mencari waktu untuk makan, padahal ibu menyusui itu sangat mudah lapar dan haus, belum lagi jika kondisi bayi yang tidak prima atau ada penyakit tertentu dan banyak hal lainnya yang mempengaruhi psikologis Ibu saat itu.

Dan yang paling membuat psikologis tertekan itu biasanya adalah judgemental lingkungan sekitar. Contohnya kata-kata seperti "jangan begini, jangan begitu, jangan diginiin nanti begitu atau jangan digituin nanti begini atau kok gitu sih ngerawatnya kok gini sih ngasuhnya bla bla bla", banyak larangan-larangan yang tidak logis dan tidak sesuai medis, orang bilang itu mitos atau adat. Jujur saja, saya adalah salah satu orang yang sangat amat membenci mitos, tidak logis, tidak sesuai ajaran agama, dan tidak ada sumber medis terpercaya.

Saat seorang Ibu terkena Baby Blues, semua kata-kata judgemental tersebut sangat terbawa ke perasaan "apa iya saya salah, apa iya karena saya, anak saya jadi sakit, apa begini, apa begitu", semua hal yang saya lakukan menjadi serba salah.

Setelah Baby Blues hilang, pikiran saya mulai jernih, semua mitos-mitos tidak berdasar tersebut bisa saya sangkal dengan ilmu pengetahuan saya tentang medis dan tentunya info dari DSA serta dari berbagai sumber terpercaya. Intinya, jika ada keluarga sendiri atau bahkan orang luar yang berani berkomentar tidak logis dan menyarankan hal-hal berbau mitos, saya hanya akan menjawab sekali dan selebihnya saya akan diam. Saya tetap akan memakai cara saya yang paling saya yakin benar, tentunya dari sumber-sumber terpercaya dan jelas secara medis serta agama. Karena saya yakin, setiap bayi itu dilahirkan unik tidak bisa disamakan satu sama lain, sehingga cara merawatnya pun berbeda-beda. Saat kamu merasakan Baby Blues, jangan pasrah.

Saran untuk Ibu yang Alami Baby Blues

Beberapa hal yang bisa saya sarankan untuk mengatasi Baby Blues:

1. Ceritakan dan ungkapan ke orang terdekat, seperti suami atau sahabat, tujuannya agar didukung dan diberi semangat. Jangan dipendam ya!

2 . Jika tidak ada yang mendukung atau memberi semangat (justru menjudge caramu merawat bayi), sangat disarankan mempekerjakan Nanny atau ART yang bisa membantu menjaga anakmu, supaya pikiran bisa lebih jernih dalam merawat bayi.

3. Sebisa mungkin istirahat saat punya kesempatan, jangan pikirkan rumah kotor dan lainnya, fokuskan kepada bayi dan diri sendiri.

4. Jangan lupa berdoa dan beribadah sesuai kepercayaan masing-masing

5. Boleh mencoba mencari waktu sedikit untuk menonton film yang diminati, atau olahraga simple di kasur agar lebih fresh.

Alihkan selalu pikiran ke hal yang menyenangkan. Dibawa happy, refresh diri sendiri dengan hal-hal yang disenangi. InsyaAllah pelan-pelan Baby Blues akan segera pergi menjauh.

Jika setelah 1 bulan Baby Blues masih belum menghilang, disarankan segera konsultasi ke dokter, hal tersebut merupakan depresi lanjutan pasca melahirkan. Dan sangat berbahaya untuk kesehatan Ibu dan bayinya, karena bayi yang baru lahir masih sangat membutuhkan kasih sayang dan dekapan Ibunya. Sangat mempengaruhi perkembangan otak si bayi.

Untuk semua new mother diluar sana, please always be happy! Tidak ada yang lebih mengharukan dari sebuah proses menjadi seorang Ibu. Kalian hebat :)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya