Liputan6.com, Jakarta Para ilmuwan di Bristol University, Inggris menemukan adanya potensi titik lemah dari virus corona penyebab COVID-19. Mereka mengatakan, ini berarti strain yang diinjeksi obat antivirus kemungkinan akan berhenti bekerja.
Dikutip dari Evening Standard pada Kamis (24/9/2020), para peneliti percaya bahwa mereka telah menemukan sebuah "kantung yang bisa diberikan obat" dalam sampel SARS-CoV-2, virus corona penyebab COVID-19.
Baca Juga
Para ilmuwan mengatakan bahwa mereka menemukan molekul kecil yaitu asam Linoleat (Linoleic acid/LA) yang berada di dalam kantung yang terbentuk dalam spike protein virus.
Advertisement
LA adalah asam lemak bebas yang dibutuhkan untuk banyak fungsi seluler dan tidak dapat diproduksi tubuh manusia. Tubuh menyerap molekul ini melalui makanan.
Mengutip laman resmi Univesity of Bristol, LA juga memainkan peran penting dalam peradangan dan modulasi kekebalan. Keduanya merupakan elemen kunci dari perkembangan penyakit COVID-19. Selain itu, LA juga dibutuhkan untuk menjaga membran sel di paru agar seseorang bisa bernapas dengan baik.
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Mencari Cara Menghentikan Virus Bekerja
Salah satu peneliti, Profesor Imre Berger dari Max Planck-Bristol Centre for Minimal Biology mengatakan, temuan mereka cukup memunculkan kebingungan.
"Jadi di sini kita memiliki LA, molekul yang berada di pusat fungsi-fungsi yang rusak pada pasien COVID-19, dengan konsekuensi yang mengerikan. Dan virus itu menyebabkan semua kekacauan ini, yang menurut data kami, meraih dan berpegang pada molekul ini, pada dasarnya melucuti sebagian besar pertahanan tubuh," kata Berger.
Selain itu, Professor Christiane Schaffitzel dari Bristol's School of Biochemistry mengatakan, mengutak-atik jalur metabolisme LA dapat memicu peradangan sistemik, sindrom gangguan penrapasan akut, dan penumonia.
"Temuan kami memberikan hubungan langsung yang pertama antara LA, manifestasi patologis COVID-19, dan virus itu sendiri. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana mengubah pengetahuan baru ini melawan virus itu sendiri dan mengalahkan pandemi," kata Berger.
Ia menjelaskan, pada rhinovirus, penyebab common cold, kantung serupa dieksploitasi untuk mengembangkan molekul kecil kuat yang terikat erat ke kantung, sehingga merusak struktur virus dan menghentikan infektivitasnya.
Molekul kecil ini berhasil digunakan sebagai obat antivirus dalam uji klinis dan berpotensi sebagai pengobatan untuk infeksi rhinovirus. Berger dan rekan-rekannya optimistis bahwa strategi serupa bisa digunakan untuk mengembangkan obat antivirus molekul kecil untuk melawan SARS-CoV-2.
Advertisement
Berguna Bagi Pengembangan Obat
Schaffitzel mengatakan, tanpa adanya vaksin, penting bagi ilmuwan untuk mencari cara lain memerangi COVID-19.
"Jika kita melihat HIV, setelah 30 tahun penelitian, apa yang berhasil pada akhirnya adalah campuran obat antivirus molekul kecil yang mencegah virus," ujarnya.
"Penemuan kami tentang kantung obat dalam protein spike SARS-CoV-2 dapat mengarah pada obat antivirus baru untuk mematikan dan menghilangkan virus, sebelum memasuki sel manusia, menghentikannya dengan kuat di jalurnya."
Sementara, menurut profesor bidang virologi molekuler Nicola Stonehouse, studi ini menentukan adanya kantung dalam spike yang menghasilkan data berguna untuk menentukan rancangan obat antivirus di masa depan.
"Perlu dicatat bahwa bahan yang digunakan di sini dibuat dalam sel serangga, yang mungkin menjadi batasan, serta desain atau skrining obat dieprlukan untuk memilih kandidat obat, tetapi ini adalah langkah yang sangat positif ke arah yang benar," ujarnya.
Temuan ini dimuat di jurnal Science pada 21 September yang lalu.
Infografis Mutasi Virus Corona Lebih Jinak, Bisa Berubah Ganas di Indonesia?
Advertisement