Fakta Demensia Seperti yang Diidap Legenda James Bond Sean Connery

Fakta seputar demensia seperti yang diidap legenda James Bond Sean Connery.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 01 Nov 2020, 19:00 WIB
Diterbitkan 01 Nov 2020, 19:00 WIB
Di Usia 90 Tahun, Sean Connery Pemeran James Bond Meninggal Dunia
File foto 16 Oktober 1985 ini menunjukkan aktor Sean Connery di lokasi syuting "The Name of the Rose" di Roma, Italia. Connery tercatat sebagai aktor pertama yang membawa peran James Bond ke layar lebar, yang kemudian dilanjutkan Roger Moore, Daniel Craig dan Pierce Brosnan. (AP Photo, FILE)

Liputan6.com, Jakarta Penyakit demensia seperti yang diidap aktor James Bond, Sean Connery dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang, terutama lanjut usia (lansia). Sean (90) yang meninggal dunia pada Sabtu, 31 Oktober 2020 diketahui mengidap demensia, menurut penuturan istri kedua, Micheline Roquebrune.

Demensia merupakan gejala penyakit yang mengakibatkan penurunan fungsi otak. Gejala diawali dengan gangguan penurunan fungsi otak yang memengaruhi emosi, daya ingat, dan pengambilan keputusan seseorang atau biasa disebut pikun.

Kondisi demensia harus diwaspadai karena lambat laun dapat memengaruhi kehidupan sosial seseorang, yang mana dampak utama akan dirasakan langsung oleh keluarga. Demensia juga disertai dengan gangguan perilaku dan kepribadian, misal depresi, halusinasi, agitasi, dan lainnya.

Berdasarkan studi Alzheimer's Disease International (ADI) yang diterima Health Liputan6.com, ditulis Minggu (1/11/2020), dua dari tiga orang masih menganggap demensia adalah bagian normal dari penuaan.

Saat ini, jumlah Orang Dengan Demensia (ODD) di Indonesia telah mencapai 1,2 juta orang dan akan bertambah menjadi 4 juta ODD pada tahun 2050. Jumlah ODD juga akan membawa beban ekonomi yang tinggi, biaya perawatan demensia di Indonesia sebesar US$ 2 miliar pada tahun 2017.

Simak Video Menarik Berikut Ini:

Laporan Studi Demensia

Ilustrasi otak
Studi demensia. Ilustrasi tentang otak dan kecerdasan. (Sumber Pixabay)

Studi Alzheimer's Disease International pada 2019 mengungkap, beberapa temuan fakta demensia lainnya. Berikut ini laporan temuan lainnya:

1. Dua dari tiga orang masih berpikir bahwa demensia adalah bagian normal dari penuaan

2. 62 persen dari praktisi kesehatan masih berpikir bahwa demensia adalah bagian normal dari penuaan

3. Sekitar 50 persen Orang Dengan Demensia (ODD) merasa diabaikan oleh para praktisi kesehatan (dokter dan perawat)

4. Satu dari lima orang mengaitkan demensia dengan nasib buruk, hampir 10 persen berpendapat bahwa demensia berhubungan dengan takdir dari Tuhan dan 2 persen berhubungan dengan guna-guna.

5. Setiap 3 detik seseorang di dunia terkena demensia

Perlakuan yang salah terhadap ODD dapat memperparah kondisi kejiwaan. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi dan kontribusi seluruh pihak termasuk pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup lintas generasi yang lebih sehat.

“Salah satu tantangan terbesar penyebarluasan informasi dan peningkatan kepedulian mengenai demensia adalah kurangnya pemahaman hal tersebut sebagai gangguan kesehatan otak," kata Direktur Eksekutif Alzheimer’s Indonesia Michael Dirk Roelof Maltimoe. 

"Apalagi dari laporan ini juga menemukan dua dari tiga orang berpikir kalau demensia itu normal-normal saja dari masa penuaan."

Rutin Olahraga sampai Membaca

Tes Asah Otak, Coba Pecahkan Teka-teki Sederhana Ini
Aktivitas memperlambat demensia. (Foto: pixabay.com)

Michael menambahkan, pentingnya masyarakat, khususnya anak muda untuk memahami risiko pemicu demensia. Kebiasaan hidup seseorang di masa sekarang dapat memengaruhi kesehatan otak di masa depan.

Upaya pencegahan dini dengan menerapkan pola hidup sehat dapat diterapkan.

“Kita dapat mengurangi risiko demensia sejak usia muda dengan menerapkan pola hidup sehat, rutin berolahraga, menjaga asupan gizi seimbang, berkegiatan positif, termasuk memberi perhatian pada orang tua dan keluarga,” lanjut Michael.

Dokter Bobtriyan Tanamas dari KlikDokter menulis, rutin membaca, bercerita, dan menjahit atau aktivitas lain dapat meminimalisirkan dan memperlambat gejala demensia. Membaca dapat melatih fungsi memori di otak dengan mengingat segala sesuatu yang telah dibaca.

Proses yang terjadi selama membaca membantu kekuatan otak Anda, terutama dalam proses memilih kata dan mengingat. Bercerita berarti mengaplikasikan dan mengintepretasikan suatu hal yang dipelajari atau ingat.

"Dengan bercerita kepada orang lain, Anda dapat dengan cermat memahami sejauh mana fungsi memori di otak. Hal ini pun bisa turut membantu meningkatkan dan menjaga fungsi kognitif," tulis Bobby dikutip dari KlikDokter.

Menjahit atau aktivitas lain membantu gerakan motorik halus yang berada di ujung-ujung jari. Hal ini pun bisa membantu mempertajam fungsi otak yang pada akhirnya memperlambat keparahan gejala demensia.

Penelitian dari Oxford University, Inggris yang melibatkan 329 pasien demensia mengungkap, aktivitas fisik yang dilakukan pasien demensia tetap bisa memberikan manfaat bagi kebugaran dan kesehatan fisik orang-orang yang terlibat.

Infografis Deretan Efek Negatif Marah bagi Kesehatan Tubuh

Infografis Deretan Efek Negatif Marah bagi Kesehatan Tubuh
Infografis Deretan Efek Negatif Marah bagi Kesehatan Tubuh. (Liputan6.com/Lois Wilhelmina)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya