Soal Gelombang Kedua COVID-19, Pakar: Bukan Indonesia yang Harus Takut dengan Negara Luar

Pakar kesehatan masyarakat menilai saat ini, penularan COVID-19 dari Indonesia lebih dikhawatirkan oleh negara luar ketimbang ancaman gelombang kedua dari luar negeri ke dalam negeri

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 13 Nov 2020, 21:37 WIB
Diterbitkan 13 Nov 2020, 18:30 WIB
FOTO: Cegah Penyebaran COVID-19, Puluhan Santri di Depok Jalani Swab Test Massal
Santri melakukan swab test di Pondok Pesantren Baitul Hikmah, Bojongsari, Depok, Jawa Barat, Kamis (12/11/2020). Swab test massal dilakukan menyusul ditemukannya paparan COVID-19 terhadap seorang santri dan untuk memutus mata rantai penyebaran. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Satgas Penanganan COVID-19 meminta Indonesia untuk waspada ancaman gelombang kedua pandemi COVID-19, yang dilaporkan di beberapa negara.

Hal itu disampaikan Juru Bicara dan Koordinator Tim Pakar Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito dalam konferensi persnya dari Graha BNPB, Jakarta pada Kamis kemarin.

"Di banyak belahan dunia saat ini, kasus COVID-19 menurun dan di saat bersamaan, ada yang mengalami lonjakan bahkan muncul fenomena second wave (gelombang kedua)," ujarnya.

Terkait hal ini, pakar kesehatan masyarakat Hermawan Saputra mengatakan bahwa saat ini, sesungguhnya bukan Indonesia yang harus khawatir akan penularan dari luar negeri.

"Sekarang ini bukan Indonesia yang takut dengan luar negeri, tetapi luar negeri yang takut dengan Indonesia," kata Hermawan.

"Jadi kalau negara lain di dunia melihat Indonesia sebagai negara yang kasus COVID-19 nya belum terkendali," ujarnya saat dihubungi Health Liputan6.com pada Jumat (13/11/2020).

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

 

Simak Juga Video Menarik Berikut Ini

Negara Lain yang Mempertimbangkan Indonesia

Ilustrasi Covid-19, virus corona
Ilustrasi Covid-19, virus corona. Kredit: Miroslava Chrienova via Pixabay

Ia mengatakan, beberapa negara masih menutup atau setidaknya membatasi penerbangan dari Indonesia.

"Untuk Arab Saudi kan agak berbeda karena perjalanan Umrah, jadi protokol kesehatannya pun ketat, sebelum dan sesudah sampai harus isolasi mandiri, wajib pemeriksaan PCR, dengan protokol yang sangat ketat," kata Hermawan.

"Kalau antar negara di luar Arab kan kunjungannya wisata, jadi ini kebutuhan sekunder atau tersier." Menurut Hermawan, pertimbangan besar terkait dibukanya ibadah Umrah pun sesungguhnya dilakukan oleh Arab Saudi.

"Jadi yang menjadi pertimbangan itu negara lain yang mempertimbangkan Indonesia, bukan Indonesia yang mempertimbangkan negara lain."

Indonesia sendiri dinilainya belum melewati gelombang pertama wabah COVID-19, menurutnya puncak kasus masih jauh.

Adapun, gelombang suatu wabah juga bisa dikatakan terlewati apabila dalam dua pekan berturut-turut, kapasitas pemeriksaan tetap dan stabil, namun penemuan kasus menurun. "Di kita, lembah menanjak itu masih jauh dikatakan puncaknya," ujarnya.

Kapasitas pemeriksaan COVID-19 yang terbatas, dinilai Hermawan, sebagai penyebab rendahnya temuan kasus. Hal ini memunculkan anggapan bahwa kasus di Indonesia terbilang stabil.

"Setiap hari kan ada pengumuman oleh Satgas, di situ ada pemeriksaan spesimen, itu fluktuatif. Sekarang di atas 40 ribuan, tetapi sempat 25 ribuan, jadi fluktuasi kapasitas testing itu menyebabkan fluktuasi kasus temuan."

"Jadi di kita belum bisa dikatakan kalau kasusnya terkendali. Masih jauh,"

 

Tak Harapkan Gelombang Kedua di Indonesia

Ilustrasi orang pakai masker saat wabah Virus Corona COVID-19 di Indonesia. (Liputan6.com/Tanti Yulianingsih)
Ilustrasi orang pakai masker saat wabah Virus Corona COVID-19 di Indonesia. (Liputan6.com/Tanti Yulianingsih)

Hermawan melanjutkan, di dalam negeri saja sudah banyak masyarakat yang mulai tidak peduli terhadap situasi pandemi.

"Jadi sebenarnya kita belum memiliki mekanisme kendali untuk mengontrol transmisi, jadi bisa kita katakan gelombang kedua itu belum terjadi, kita masih berselancar di gelombang pertama."

Hermawan sendiri mengaku tidak bisa memperhitungkan kapan gelombang kedua akan masuk ke Indonesia. Tentu saja, ia berharap agar fenomena ini tidak sampai terjadi.

"Tetapi kita juga berharap semuanya disiplin, pemerintah juga memperkuat 3T (Tracing, Testing, Treatment), masyarakat juga berperilaku dengan disiplin 3M (menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak)."

Apabila Indonesia akan membuka perjalanan antar negara, harus dipastikan bahwa hal itu dikarenakan kepentingan yang betul-betul mendasar.

"Kalau misalnya hanya kepentingan pariwisata, saya rasa itu harusnya bukan prioritas, tetapi kalau kepentingan bisnis, profesional, mungkin itu kewajiban tetapi harus dengan persyaratan yang ketat" misalnya dengan surat pemeriksaan bebas COVID-19

Sementara bagi masyarakat, 3M saat ini sudah bukan lagi sekadar imbauan. Hermawan menegaskan bahwa protokol kesehatan sekarang merupakan "keniscayaan atau kewajiban."

"Ini bukan lagi imbauan, bukan lagi sesuatu yang perlu tanda tanya, tetapi perlu menjadi kewajiban bersama, karena kita boleh jadi tahun ini dan tahun depan masih bersama COVID-19 ini."

Infografis Jangan Sampai Ada Gelombang Kedua Covid-19

Infografis Jangan Sampai Ada Gelombang Kedua Covid-19
Infografis Jangan Sampai Ada Gelombang Kedua Covid-19 (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya