Skrining di Faskes, 29 Persen Pasien Terdiagnosis Diabetes Melitus

Skrining di faskes, 29 persen pasien terdiagnosis diabetes melitus.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 13 Jan 2024, 12:27 WIB
Diterbitkan 19 Nov 2020, 17:00 WIB
Bisa Mengontrol Tekanan Darah
Skrining di faskes, 29 persen pasien terdiagnosis diabetes melitus. Ilustrasi Tekanan Darah Credit: unsplash.com/Hush

Liputan6.com, Jakarta Berdasarkan data BPJS Kesehatan per September 2020, jumlah pasien yang melakukan skrining di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) ditemukan sebanyak 29 persen terdiagnosis diabetes melitus. Hasil skrining pasien lain juga ditemukan prediabetes.

"Kami juga melakukan pemeriksaan data di FKTP pada September 2020. Terdapat 29 persen pasien yang diabetes melitus, 10 persen prediabetes, 61 persen pasien normal. Hasil tadi peserta ini yang merupakan sasaran potensi peserta prolanis," kata Deputi Direksi BPJS Kesehatan Ari Dwi Aryani dalam dialog virtual The Economic Burden of Diabetes and The Innovative Policy, ditulis Kamis (19/11/2020).

"Prolanis (Program Pengelolaan Penyakit Kronis) adalah sistem pelayanan kesehatan dengan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan peserta fasilitas kesehatan dan BPJS Kesehatan. Sistem ini dalam rangka memelihara kesehatan bagi peserta JKN penyakit kronis, khususnya diabetes melitus tipe 2."

Tak hanya skrining di FKTP, peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) juga bisa melakukan skrining melalui aplikasi Mobile JKN. Hasil skrining per September 2020 dari total 164.076 peserta JKN, 6 persen berisiko ginjal kronik, 13 persen risiko jantung koroner, 20 persen risiko hipertensi, dan 2 persen risiko diabetes melitus.

Hasil skrining diperoleh dari peserta JKN melakukan pengisian pertanyaan tentang riwayat kesehatan diri sendiri, keluarga, dan pola konsumsi makanan di Aplikasi Mobile JKN – Fitur Skrining Riwayat Kesehatan/Website BPJS Kesehatan untuk mengetahui risiko penyakit diabetes melitus, hipertensi, ginjal kronik, dan jantung koroner.

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

Kendalikan Risiko Diabetes

Untuk mengendalikan risiko penyakit kronis, Ari menerangkan, perlu ada intervensi seperti apa yang dijalankan dan bagaimana peran pelayanan promotif dan preventif yang diambil.

Apabila tidak dilakukan intervensi, maka konsep morbiditas--angka yang menggambarkan banyaknya penyakit atau keluhan kesehatan dalam suatu populasi pada kurun waktu tertentu--akan lebih awal muncul, sementara penatalaksanaan dan pembiayaan akan terus diberikan sampai mortalitas (kematian).

"Namun, bila diintervensi berupa promotif preventif. Maka, diharapkan akan terjadi perlambatan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit sebenarnya. Untuk pengendalian preventif adalah pilihan yang utama. Karena kalau sudah sampai ke tahapan lebih lanjut, pembiayaan akan menjadi besar memperpanjang morbiditas dan perawatan. Upaya preventif," terang Ari.

Upaya preventif yang dapat dilakukan berupa skrining. Ketika sudah sakit, upaya prolanis berupa pengendalian diabetes meliputi mengecek status kesehatan juga dipantau dengan konsultasi kesehatan, pemeriksaan penunjang seperti gula darah, pelayanan obat, pemberian edukasi, senam, dan pemantauan status kesehatan dapat dilakukan.

"Tujuannya memperlambat mobilitas dan meningkatkan produktivitas sehingga memperlambat mortalitas. Selain itu, upaya ini untuk memprioritaskan status kesehatan peserta  agar lebih produktif dan terkontrol. Namun dengan pembiayaan yang terkendali. Peserta JKN pun harus mengutamakan pola hidup sehat," lanjut Ari.

"Skrining ini penting untuk kita bisa mengetahui risiko penyakit pada diri sendiri. Kalau sudah melakukan skrining kesehatan dan sudah terkena diabetes melitus. Maka,  program khusus dengan prolanis dapat dilakukan. Diharapkan status kesehatan membaik dan penyakit kronis dapat terkendali."

Aktivitas seperti senam dan dokter di FKTP juga penting mengingatkan, bagaimana pola hidup yang sehat bagi pasien dan kepatuhan minum obat.

Kendala Prolanis untuk Diabetes

Ari menambahkan, ada kendala dalam kegiatan prolanis yang berakibat pada ketidakstabilan kondisi pasien. Peserta prolanis diabetes meliitus yang berkunjung hanya 55 persen saja, dari total terdaftar 15 persen peserta.

Peserta yang berkunjung dan melakukan pemeriksaan penunjang hanya 18 persen, diabetes melitus yang terkendali 8 persen, dan tidak berkunjung 19 persen.

"Ini masih problem. Kami juga terus memantau ini dan mencari cara bagaimana agar prolanis ini sangat efektif. Beberapa literatur menunjukkan, kalau manajemen pengendalian penyakit kronis ini dilakukan dengan dengan baik. Maka, akan bisa mengendalikan kondisi status kesehatan penderita diabetes melitus untuk tidak menjadi lebih buruk," tambah Ari.

 "Intinya, kendala yang ada, yakni jumlah peserta yang terdiagnosis diabetes melitus masih rendah, peserta prolanis juga tadi yang terdaftar masih rendah."

Infografis Sanksi Berat Penunggak Iuran BPJS Kesehatan

Infografis Sanksi Berat Penunggak Iuran BPJS Kesehatan
Infografis Sanksi Berat Penunggak Iuran BPJS Kesehatan. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya