Lebih Memilih Batal Liburan Ketimbang Harus Rapid Test Antigen, Enggak Ada Duit?

Banyak orang yang akhirnya batal liburan gara-gara harus rapid test antigen atau swab antigen terlebih dahulu

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 18 Des 2020, 13:57 WIB
Diterbitkan 18 Des 2020, 13:57 WIB
Screening Rapid Test Antigen Berpotensi Besar Jadi Penentu Covid-19 (2/END)
Salah satu warga Kabupaten Musi Banyuasin Sumsel mengikuti screening awal rapid test antigen di Puskesmas Balai Agung Musi Banyuasin Sumsel (Liputan6.com / Nefri Inge)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memerketat aturan keluar-masuk Jakarta dengan memerlakukan ketentuan wajib rapid test antigen terlebih dahulu.

Bahkan, bagi siapa yang ingin pergi ke Bali, harus membawa surat bebas COVID-19 dengan metode pemeriksaan swab test PCR bagi yang menggunakan pesawat, dan rapid test antigen atau swab antigen untuk yang menempuh perjalanan darat.

Mengetahui hal tersebut, sebagian masyarakat lebih memilih membatalkan acara plesiran ketimbang harus melakukan rapid test antigen terlebih dahulu.

Rapid test antigen adalah salah satu tes COVID-19 yang dilakukan dengan pengusapan (swab) di hidung atau tenggorokan. Tujuannya untuk mengambil sampel yang mengandung antigen atau protein virus. Itu mengapa disebut juga dengan swab antigen.

Menanggapi kondisi tersebut, Guru Besar Ilmu Mikrobiologi Klinik Universitas Indonesia (UI) Prof. dr., Amin Soebandrio. Ph.D, Sp.MK mengatakan bahwa enggannya masyarakat melakukan rapid test antigen bisa disebabkan berbagai hal.

“Ada beberapa orang yang tidak suka dilakukan swab, ini lebih tidak nyaman dari rapid test biasa dan juga lebih mahal, harganya kira-kira dua kali lipat dari rapid test,” ujar Amin kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Kamis (17/12/2020).

Walau demikian, rapid test antigen terbilang lebih akurat dan  spesifik dari rapid test biasa (tusuk ujung jari) karena yang diperiksanya pun lebih spesifik. Jika seseorang dinyatakan positif setelah rapid test antigen, itu artinya dia benar-benar positif karena virusnya ada.

“Kalau rapid test yang antibodi tidak selalu ada virusnya. Di orang yang sembuh pun bisa reaktif, sudah tidak ada virusnya tapi rapid test-nya masih bisa reaktif," kata Amin.

“Kalau rapid test antigen, bisa dikatakan spesifitasnya 100 persen, artinya kalau dia reaktif, antigennya terinfeksi, dapat dipastikan PCR-nya juga positif, tapi sensitifitasnya lebih rendah dari PCR,” Amin menekankan.

Simak Video Berikut Ini:

Jangan Takut Rapid Test Antigen Maupun Tes COVID-19 Lainnya

Amin mengimbau kepada masyarakat yang hendak melakukan tes untuk memahami betul tujuan dari tes itu.

“Bukan sekadar untuk mendapatkan surat keterangan saja tapi untuk mengetahui siapa saja orang tanpa gejala (OTG) karena yang membawa virus tapi tak disadari memiliki potensi menularkan ke orang lain," ujarnya.

Amin menganjurkan untuk melakukan tes yang sepraktis mungkin, seakurat mungkin, dan kalau bisa semurah mungkin.

“Sekali lagi, rapid test itu tidak terlalu sensitif dan tidak terlalu spesifik jika dibandingkan tes PCR atau antigen," kata Amin.

“Kita tidak perlu takut untuk diperiksa. Kalau memang negatif saya kira tidak perlu sampai harus membatalkan perjalanan untuk menghindari tes,” Amin menekankan.

 

Infografis Seluk-beluk Tes Medis COVID-19

Infografis Seluk-beluk Tes Medis COVID-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Seluk-beluk Tes Medis COVID-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya