982 Sarana Distribusi Pangan Tidak Memenuhi Ketentuan, Ini Tindakan BPOM

Jelang Natal dan tahun baru Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memeriksa 2.687 sarana distribusi pangan, berupa importir, distributor, grosir, dan ritel. Hasilnya, 982 (36,55 persen) sarana distribusi dinyatakan tidak memenuhi ketentuan (TMK).

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 23 Des 2020, 16:30 WIB
Diterbitkan 23 Des 2020, 16:30 WIB
Kepala BPOM Penny Lukito
Kepala BPOM Penny Lukito (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Jelang Natal dan tahun baru Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memeriksa 2.687 sarana distribusi pangan, berupa importir, distributor, grosir, dan ritel. Hasilnya, 982 (36,55 persen) sarana distribusi dinyatakan tidak memenuhi ketentuan (TMK).

Pelanggaran yang ditemukan didominasi oleh pangan kedaluwarsa yaitu sebanyak 60.656 kemasan (63,07 persen). Diikuti dengan pangan ilegal sebanyak 31.316 kemasan (32,56 persen) dan pangan rusak sebanyak 4.201 kemasan (4,37 persen).

Sebagai upaya perlindungan masyarakat, seluruh produk pangan yang tidak memenuhi ketentuan telah diturunkan dari rak pajang/display dan/atau diamankan BPOM setempat.

BPOM juga memerintahkan pihak sarana distribusi pangan untuk tidak mengedarkan produk tersebut. Bagi sarana distribusi pangan yang melakukan pelanggaran peredaran pangan, Badan POM juga melakukan upaya pembinaan dan memberikan sanksi tegas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menurut Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito, Badan POM berkomitmen untuk senantiasa mengawal keamanan pangan dan melindungi kesehatan masyarakat, terutama di masa darurat pandemi COVID-19.

“Untuk itu, kepada pelaku usaha pangan diimbau agar selalu memenuhi ketentuan yang berlaku dalam menjalankan usahanya,” ujar Penny dalam konferensi pers daring BPOM, Rabu (23/12/2020).

Penny juga mengimbau masyarakat untuk terus menjalankan protokol kesehatan dan menjadi konsumen cerdas dalam memilih pangan aman dengan selalu melakukan Cek KLIK (Cek Kemasan, Cek Label, Cek Izin edar, dan Cek Kedaluwarsa) sebelum membeli atau mengonsumsi pangan olahan.

Simak Video Berikut Ini:

Hasil Intensifikasi Pengawasan

Sebelumnya, produk yang masuk dalam kategori tidak memenuhi ketentuan disaring dengan upaya intensifikasi pengawasan.

Intensifikasi pengawasan merupakan bentuk pengawasan post-market yang dilakukan untuk melengkapi pengawasan rutin Badan POM, di samping kegiatan operasi/pengawasan dengan target khusus.

Intensifikasi ini sekaligus untuk mengantisipasi potensi bahaya produk pangan tidak memenuhi ketentuan yang cenderung meningkat pada hari-hari besar, sebagai akibat meningkatnya permintaan (demand) dan persediaan (supply) kebutuhan pangan.

Pengawasan ini dilakukan oleh 33 Balai Besar/Balai POM dan 40 Kantor Badan POM di kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Pengawasan berfokus pada pangan olahan Tanpa Izin Edar (TIE)/ilegal, kedaluwarsa, dan rusak.

“Intensifikasi ini sudah dimulai sejak akhir November 2020,” ungkap Penny.

Berdasarkan lokasi temuan, pangan kedaluwarsa banyak ditemukan di Baubau (Sulawesi Tenggara), Bengkulu, Sofifi (Maluku Utara), Manggarai Barat (Nusa Tenggara Timur), dan Banda Aceh.

Sedangkan, pangan ilegal banyak ditemukan di Baubau, Surakarta (Jawa Tengah), Tangerang (Jawa Barat), Bengkulu, dan Tarakan (Kalimantan Utara). Sementara pangan rusak banyak ditemukan di Kendari (Sulawesi Tenggara), Baubau, Manado (Sulawesi Utara), Sorong (Papua Barat), dan Sofifi.

Infografis Pakai Masker Boleh Gaya, Biar COVID-19 Mati Gaya

Infografis Pakai Masker Boleh Gaya, Biar Covid-19 Mati Gaya
Infografis Pakai Masker Boleh Gaya, Biar Covid-19 Mati Gaya (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya