Liputan6.com, Bandung - Tim Uji Klinis Vaksin COVID-19 Sinovac Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) menegaskan efektivitas dan kekebalan tubuh terhadap vaksin COVID-19 yang akan diproduksi Bio Farma belum diketahui dampaknya jika diberikan secara massal.
Menurut Ketua Tim Uji Klinis Vaksin COVID-19 Sinovac Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung, Kusnandi Rusmil, efektivitas dan efek kekebalan tubuh terhadap vaksin COVID-19 Sinovac secara massal harus dilakukan penelitian lebih lanjut. Proses uji klinis sendiri sebut Kusnandi, saat ini baru sampai ke tahap keamanan vaksinasi terhadap 1.603 relawan.
Baca Juga
“Jadi saya katakan bahwa selama ini kalau keamanannya cukup baik, ya. Tetapi kalau untuk efektivitas dan imunogenisitas, itu sedang dalam penelitian jadi belum selesai karena kita belum buka blindingnya. Jadi belum selesai, nanti sebentar lagi pada akhir Januari saya akan lakukan interim report kepada Ibu Rektor untuk dilaporkan kepada Bio Farma,” ujar Kusnandi dalam keterangan daring dari kanal YouTube IKA UNPAD, Senin, 4 Januari 2021.
Advertisement
Kusnandi menyebutkan hasil proses uji klinis vaksin COVID-19 Sinovac itu merupakan hasil dari enam bulan yang lalu pemantauan seluruh relawan. Kusnandi menjelaskan selama pemantauan seluruh relawan itu, tidak ditemukan pasca kejadian imunisasi.
Dampak dari pemberian vaksin COVID-19 Sinovac terhadap relawan ucap Kusnandi, hanya berupa demam dan bengkak ringan. Itu pun ungkap Kusnandi, dalam dua hari reda dan 20 persen sembuh dengan sendirinya.
“Jadi selama ini boleh saya katakan keamanannya cukup baik. Jadi saya nitip kepada semuanya bahwa isu yang beredar tidak sesuai. Memang ada kejadian pasca imunisasi, tetapi itu selalu bisa kita atasi ya. Karena manfaat vaksin lebih besar dari efek sampingnya. Efek sampingnya tidak lebih besar dari keuntungannya,” kata Kusnandi.
Simak Juga Video Menarik Berikut Ini
Penyerahan Laporan Uji Klinis ke BPOM
Sebelumnya pada 29 Desember 2020, Manajer Lapangan Tim Riset Uji Klinis Vaksin COVID-19 dari FK Unpad Eddy Fadlyana mengatakan, langkah selanjutnya yaitu membuat laporan untuk diserahkan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada awal Januari 2021.
Nantinya kata Eddy, BPOM akan mengevaluasi dan mempertimbangkan apakah kandidat vaksin Sinovac bakal diberikan izin guna darurat atau Emergency Use Authorization (EUA).
“Kalau fase 3 itu intinya efikasi. Efikasi itu membandingkan kelompok yang dapat vaksin, sama yang dapat plasebo, berapa angka kejadian sakitnya akibat COVID-19. Yang kelompok vaksin sama plasebo, diharapkan yang vaksin kan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan yang plasebo. Ya ini dikumpul, belum dibuka masih tunggu izin dari Badan POM dulu,” jelas Eddy waktu itu.
Eddy mengatakan setelah diserahkan contoh darah seluruh relawan ke BPOM, maka akan dilakukan analisa oleh otoritas tersebut bersama contoh darah relawan lain dari negara lain seperti Turki dan Brazil. Hasilnya jelas Eddy, maka akan terbit izin penggunaan darurat vaksin EUA.
Advertisement
Perkiraan EUA Bisa Digunakan Pekan Kedua Januari 2021
Eddy menambahkan jika dibandingkan dengan vaksin penyakit lain, proses fase 3 ini memakan waktu hampir serupa yaitu satu tahun. Itu terhitung dari proses persiapan sampai dengan analisa.
“Ya hanya yang terakhir ini kan ada yang tiga bulan dan enam bulan (pemantauan kesehatan relawan) datanya tuh. Yang tiga bulan untuk Emergency Use Authorization, terus yang enam bulan untuk approval. Jadi kan approval bukan keadaan emergency lagi, tapi boleh digunakan massal,” kata Eddy.
Diperkirakan pada pekan kedua bulan Januari 2021 ucap Eddy, izin darurat penggunaan vaksin COVID-19 dapat digunakan. Sedangkan untuk izin penggunaan vaksin secara massal belum diketahui pelaksanaannya.
Alasannya ungkap Eddy, belum diketahui berapa lama kekebalan vaksin dapat menangkal virus corona. Sehingga harus ada penelitian lebih lanjut untuk penggunaan secara massal. (Arie Nugraha)