Liputan6.com, Jakarta Vaksinasi bukanlah cara satu-satunya dalam mengendalikan pandemi COVID-19. Dibutuhkan berbagai dukungan dengan berbagai cara lain demi mengakhiri penularan virus Corona di masyarakat.
Dikutip dari New York Times pada Jumat (15/11/2021), para pakar menganalogikan strategi mengalahkan COVID-19 sebagai "Swiss Cheese Model" atau "Model Keju Swiss."
Baca Juga
Metafora ini dipahami sebagai perlindungan berlapis yang dibayangkan sebagai irisan keju, memblokir penyebaran virus Corona COVID-19. Tidak ada satu lapisan yang sempurna karena tiap-tiap lapisan berlubang. Apabila lubang tersebut sejajar maka risiko infeksi akan meningkat.
Advertisement
Apabila lapisan-lapisan tersebut digabungkan secara signifikan, maka risiko infeksi secara keseluruhan akan berkurang. Tiap lapisan yang dimaksud adalah:
1. Kewajiban Pribadi:
- Menjaga jarak fisik dan tetap di rumah saat sakit
- Menggunakan masker
- Mencuci tangan dan menjaga etika batuk
- Hindari menyentuh wajah
- Menjauh kerumunan
2. Kewajiban bersama
- Tanggap melakukan tes dan penelusuran kontak
- Menjamin sirkulasi udara yang baik
- Mendapatkan informasi dan dukungan pembiayaan kesehatan
- Karantina dan isolasi
- Vaksin
"Layaknya jajaran lapisan keju yang berlubang, maka satu sama lain lapisan saling menutupi lubang pada lapisan keju di depan maupun di belakangnya," kata Jubir Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito dalam sebuah konferensi persnya pada Desember lalu.
"Kita perlu ingat bahwa satu upaya pengendalian COVID-19 saja tidak akan cukup efektif jika tidak disertai upaya lainnya, yang menutup kekurangan masing-masing dan saling melengkapi," kata Wiku.
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Mencegah Kegagalan Menjadi Bencana
Konsep ini sendiri berasal dari seorang psikolog kognitif James T. Reason, yang saat ini merupakan profesor emeritus di University of Manchester, dalam bukunya yang berjudul "Human Error" di tahun 1900.
Model ini telah banyak digunakan oleh analis keselamatan di berbagai industri, termasuk kedokteran dan penerbangan selama bertahun-tahun.
Ian M. Mackay, ahli virologi di University of Queensland, Australia, melihat metafora ini cocok dengan pandemi virus corona. Dalam sebuah infografis di akun Twitternya, ia menjelaskan mengapa hal tersebut bekerja.
"Pendekatan berlapis-lapis untuk mengurangi risiko ini digunakan di banyak industri, terutama di mana kegagalan bisa menjadi bencana besar," kata Mackay.
"Kematian adalah bencana bagi keluarga dan untuk orang yang dicintai, jadi saya pikir pendekatan Profesor Reason sangat cocok selama penyebaran virus pernapasan baru yang terkadang tersembunyi, terkadang parah, dan terkadang mematikan," imbuhnya.
A new version with colour & division inspiration from @uq_news and strict mouse design oversight by @kat_arden (ver3.0).
— ɪᴀɴ ᴍ. ᴍᴀᴄᴋᴀʏ, ᴘʜᴅ 🦠🤧🧬🥼🦟🧻 (@MackayIM) October 24, 2020
It reorganises slices into personal & shared responsibilities (think of this in terms of all the slices rather than any single layer being most important) pic.twitter.com/nNwLWZTWOL
Advertisement
Vaksinasi Hanya Salah Satu Upaya
Kepada New York Times, Mackay mengatakan bahwa setiap irisan memiliki lubang atau kegagalan, dan dapat berubah jumlah, ukuran, serta lokasinya, tergantung bagaimana seseorang berperilaku dalam menanggapi setiap intervensi.
Ia mengambil contoh satu "lapisan" yaitu memakai masker saja. Mackay mengatakan, masker apapun akan mengurangi risiko Anda dari menularkan virus tanpa diketahui, atau untuk mengurangi virus yang dihirup sehingga tidak terinfeksi.
Namun, hal itu jadi tidak efektif jika tidak digunakan dengan benar, dipakai di bawah hidung, hanya satu lapis, longgar, berkatup tanpa filter, tidak dibuang dengan benar, tidak dicuci, atau jika Anda tidak membersihkan tangan setelah menyentuhnya.
"Agar seaman mungkin dan untuk menjaga orang-orang di sekitar Anda tetap aman, penting untuk menggunakan lebih banyak irisan demi mencegah lubang yang mudah berubah tersebut berjajar dan membiarkan virus masuk," kata Mackay.
Dalam konsep ini, vaksinasi adalah satu lapisan pelindung di belakang. Sehingga menurut Wiku, hal itu baru bisa berjalan dengan efektif apabila semua pihak secara disiplin tetap menjalankan protokol kesehatan.
"Langkah vaksinasi di tingkat nasional harus tetap diikuti kedisiplinan kita dalam menjalankan protokol kesehatan di setiap kegiatan," ujar Wiku.
Infografis 4 Tips Ciptakan Sirkulasi Udara di Ruangan Cegah Covid-19
Advertisement