Hampir Setengah Perempuan di Negara Berkembang Tak Punya Otonomi Tubuhnya

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) meluncurkan Laporan State of World Population (SWOP) 2021 "Otonomi Tubuh: Tubuhku adalah Milikku."

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 02 Jul 2021, 14:00 WIB
Diterbitkan 02 Jul 2021, 14:00 WIB
Ilustrasi otonomi tubuh
Ilustrasi otonomi tubuh Credit: pexels.com/Gio

Liputan6.com, Jakarta Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) meluncurkan Laporan State of World Population (SWOP) 2021 bertajuk Otonomi Tubuh: Tubuhku adalah Milikku.

Menurut Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo, setiap orang memiliki hak otonomi tubuh dalam menentukan pilihan terkait diri sendiri. Namun, hampir setengah dari semua perempuan di 57 negara berkembang masih belum dapat menggunakan haknya.

Bahkan, jutaan wanita belum bisa menentukan kontrasepsi apa yang akan digunakan. Para perempuan belum merdeka untuk membuat keputusan apa dirinya ingin hamil atau tidak.

“Ini perlu kita perhatikan bersama karena berkaitan dengan kesehatan perempuan. Kita merujuk SWOP 2021, kondisi kesehatan dan sumber daya kependudukan di Indonesia jika dibandingkan dengan rata-rata kondisi negara Asia Pasifik lain masih sangat tinggi angka kematian ibu dan bayinya,” kata Hasto dalam seminar daring BKKBN, Kamis (1/7/2021).

Oleh karenanya, lanjut Hasto, masyarakat masih harus berjuang memperbaiki kesehatan perempuan. Pasalnya, derajat kesehatan bangsa sangat erat hubungannya dengan kematian ibu, kematian bayi, dan kekerasan pada perempuan.

Simak Video Berikut Ini

Otonomi Tubuh dan Pernikahan Dini

Hasto menambahkan, masalah otonomi tubuh dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan derajat kesehatan.

“Karena masyarakat kita itu betul-betul masih butuh dasar perempuan yang sehat. Kebutuhan yang sangat mendasar adalah perempuan sehat.”

Namun, banyak kasus di Indonesia terkait perempuan yang tidak tahu-menahu tentang kesehatan reproduksi tiba-tiba dipaksa kawin. Padahal, mencegah pernikahan usia anak dapat mencegah naiknya angka kematian ibu dan bayi, lanjut Hasto.

“Kalau menurut saya hal seperti ini penting untuk diantisipasi, jangan terjadi.”

Di sisi lain, perkawinan dan kelahiran usia dini perlu dicegah sebagai bentuk perlindungan organ tubuh perempuan. Misalnya dari penyakit kanker mulut rahim yang risikonya semakin meningkat. Hal ini disebabkan mulut rahim dan organ reproduksi perempuan usia anak yang belum siap untuk digunakan.

Tentang SWOP

Dalam acara yang sama, Asisten Perwakilan Negara untuk United Nations Population Fund (UNFPA) di Indonesia, Dr. dr. Melania Hidayat, M.PH menjelaskan bahwa SWOP adalah laporan tahunan yang diterbitkan sejak 1978.

Laporan ini mengusung berbagai topik yang dibawahi UNFPA. Salah satu badan persatuan bangsa-bangsa (PBB) untuk kependudukan itu mengemban mandat penting dari Sekjen PBB untuk mencapai 3 tujuan transformasi.

Ketiga tujuan transformasi tersebut adalah mengeliminasi angka kematian ibu, mengeliminasi KB yang tidak terpenuhi, dan mengeliminasi kekerasan berbasis gender serta praktik-praktik berbahaya.

Ia menambahkan, tema SWOP kali ini terkait otonomi tubuh karena hal tersebut termasuk sesuatu yang fundamental dan sangat mengarah pada tiga misi transformasi.

 

Infografis Tarik Ulur RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Infografis Tarik Ulur RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Tarik Ulur RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya