[Kolom Pakar] Prof Tjandra Yoga Aditama: Data 3 dan 11 Juli 2021, 5 Analisis dan 4 Upaya yang Harus Dilakukan

Memang mungkin tidak terlalu mudah untuk membandingkan angka hari per hari. Tapi setidaknya ada lima analisis yang bisa diambil dari data sesudah lebih seminggu PPKM darurat dilakukan.

oleh Prof Tjandra Yoga Aditama diperbarui 12 Jul 2021, 20:52 WIB
Diterbitkan 12 Jul 2021, 19:00 WIB
Prof Tjandra Yoga Aditama
Prof Tjandra Yoga Aditama. dok foto pribadi

Liputan6.com, Jakarta Pada 11 Juli 2021 dilaporkan ada 36.197 kasus baru COVID-19 di negara kita, 159.219 spesimen dan 128.100 orang yang diperiksa dengan angka kepositifan (positivity rate) 28,3 persen (hampir 30 persen). Yang paling menyedihkan adalah 1.007 orang warga kita meninggal karena penyakit ini dalam satu hari.

Kalau kita bandingkan dengan angka di hari pertama PPKM Darurat maka angkanya 14.138 kasus baru, 157.227 spesimen dan 110.983 orang yang diperiksa, angka kepositifan 25,2 persen dan yang meninggal 493 orang. Memang mungkin tidak terlalu mudah untuk membandingkan angka hari per hari. Tapi setidaknya ada lima analisis yang bisa diambil dari data sesudah lebih seminggu PPKM Darurat dilakukan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Simak Video Berikut Ini:


Peningkatan Kasus Baru

Pertama, ada peningkatan kasus baru sebesar 156 persen antara 3 dan 11 Juli 2021, tinggi sekali. Ke dua, peningkatan lebih dari 150 persen kasus baru ini tidak dapat diterangkan dengan peningkatan jumlah orang yang diperiksa. Dari kedua tanggal ini jumlahnya hanya meningkat 15,4 persen. Artinya, peningkatan kasus memang terjadi karena masih besarnya penularan di masyarakat.

Hal ini ditunjang dengan analisis ke tiga, yaitu angka kepositifan yang tetap tinggi, 25,3 persen di tanggal 3 Juli. Bahkan meningkat menjadi 28,3 persen di tanggal 11 Juli 2021. Kalau kita bandingkan negara tetangga, maka sebagian besar angka kepositifannya sudah kecil. Vietnam misalnya angkanya 1,2 persen, Kamboja 3,6 persen dan Laos 2,4 persen. Filipina masih cukup tinggi, itupun angkanya 11,7 persen, sementara Malaysia yang masih dalam bentuk lockdown “Movement Control Order (MCO)” angkanya kini 8,5 persen. Kalau kita lihat yang agak jauh, India, angka kepositifan pernah juga di atas 20 persen pada waktu kasus sedang tinggi-tingginya di sekitar Mei 2021. Sekarang angka kepositifan India hanya 2,3 persen saja. Jadi angka kepositifan kita memang masih sangat tinggi, dan harus segera diturunkan.

Analisis ke empat adalah belum adanya peningkatan bermakna jumlah tes yang dilakukan. Sekarang masih 159.219 spesimen dan 128.100 orang yang diperiksa, padahal diharapkan angkanya akan naik tajam menjadi beberapa ratus ribu tes per harinya. Dengan tes yang tinggi dan telusur yang massif maka kasus akan dapat ditemukan dan ditangani serta diisolasi dan di karantina.

Analisis ke lima tentu hal yang amat menyedihkan karena ada lebih 1.000 orang meninggal di negara kita. Kalau kita lihat India yang jumlah penduduknya empat kali Indonesia maka yang meninggal per hari adalah 895 orang, artinya kalau dibagi empat (sesuai proporsi penduduk) maka sekitar 224 orang meninggal per hari. Thailand dengan sekitar 70 juta penduduk maka ada 91 orang yang meninggal akibat COVID-19. Kalau diproporsikan dengan katakanlah 270 juta penduduk kita maka angka sekitar 350 orang. Malaysia dengan penduduk hampir 32 juta maka yang meninggal 87 orang, jadi padanan untuk 270 juta angkanya akan sekitar 734 orang. Cukup tinggi walaupun sekitar tiga per empat dari angka kita. Artinya, kembali jumlah yang meninggal akibat COVID-19 di negara kita memang amat tinggi, suatu kenyataan amat pahit.


Upaya

Dengan lima analisis di atas maka jelas kita masih menghadapi masalah besar peningkatan kasus COVID-19 sesudah lebih seminggu menjalani PPKM Darurat. Artinya setidaknya 4 hal perlu dilakukan.

Pertama, pembatasan sosial memang masih harus benar-benar ketat, bahkan di berbagai sektor mungkin dapat lebih diperketat.

Ke dua jumlah tes yang dilakukan harus terus dinaikkan dengan amat tinggi, disertai telusur yang massif sehingga kasus dapat diisolasi serta dikarantina untuk memutuskan rantai penularan. Kembali disampaikan bahwa dengan jumlah tes yang besar dan akan menemukan kasus yang lebih banyak maka sebenarnya kita akan mendapatkan gambaran yang sebenarnya terjadi dan dapat mengambil langkah tepat mengendalikan keadaan. Kalau masih banyak kasus baru di masyarakat yang tidak ditemukan maka penularan masih akan terus terjadi, tidak kunjung terkendali.

Ke tiga, tentu saja vaksinasi harus terus digalakkan, walaupun dampaknya memang belum akan segera terlihat dalam hitungan hari.

Ke empat, pelayanan kesehatan di rumah sakit tentu juga harus siap, tetapi harus diingat bahwa peningkatan jumlah tenpat tidur harus diikuti dengan peningkatan jumlah tenaga kesehatan pula. Tidak bisa hanya penambahan bed, ventilator dan alat kesehatan semata. Tenaga kesehatan harus terlindungi maksimal dalam menjalankan pekerjaannya. Aspek lain adalah memperkuat pelayanan kesehatan primer untuk menunjang penanganan COVID-19 di negara kita.

 

 

**Penulis adalah Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/ Guru Besar FKUI/Mantan Direktur WHO SEARO dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes. Kini penulis juga merupakan member COVAX Independent Allocation of Vaccines Group (IAVG) yang dipimpin bersama oleh Aliansi Vaksin Dunia (GAVI), Koalisi untuk Inovasi Persiapan Epidemi (CEPI) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)


Infografis Vaksinasi Nasional Berpacu dengan Serbuan Covid-19

Infografis Vaksinasi Nasional Berpacu dengan Serbuan Covid-19
Infografis Vaksinasi Nasional Berpacu dengan Serbuan Covid-19 (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya