Liputan6.com, Jakarta Terkesan kasus positif COVID-19 pada anak dan remaja lebih sedikit dibandingkan dewasa, namun orangtua perlu waspada. Ternyata jumlah anak yang meninggal akibat virus COVID-19 ini cukup banyak.
Seperti disampaikan dr. Nina Dwi Putri, SpA(K), MSc bahwa 1 dari 8 pasien COVID-19 adalah anak-anak. Namun 1 dari 100 pasien yang meninggal adalah anak-anak.
Baca Juga
"Data Selasa (27/7/2021) menunjukkan, kasus positif COVID-19 di Indonesia berjumlah 3.239.936 orang. Total kasus positif anak sebanyak 414.711," katanya dalam acara IMERI 4th Anniversary Virtual Open House : A Year of Pandemic in Review, From IMERI for Indonesia, Rabu (28/7/2021).
Advertisement
Menurut Nina, ada beberapa alasan kenapa anak-anak dalam hal ini kasusnya lebih sedikit dibandingkan dewasa.
1. Anak masih di rumah jadi paparan penyakit infeksi rendah
2. Lebih sedikit tes PCR
"COVID-10 pada anak kadang gejalanya tidak khas. Hanya demam atau mencret. Seringkali juga tidak bergejala sehingga orang tua enggan tes. Jadi angka yang dilaporkan rendah," ujar Nina.
3. Proteksi vaksin sejak bayi
Nina menuturkan, para ahli di dunia pun mencari alasan rendahnya COVID-19 pada anak ini. Ada asumsi, efek proteksi dari vaksin sebelumnya misalkan BCG, campak dan sebagainya memberikan antibodi atau perlindungan bagi anak-anak.
4. Kemungkinan anak lebih sedikit memiliki penyakit penyerta. (Tidak seperti dewasa yang cenderung memiliki komorbiditas).
5. Mikrobiota anak lebih baik dibanding dewasa sehingga mempengaruhi kekebalan tubuhnya.
6. Kadar melatonin atau zat dalam tubuh anak mengurangi penerimaan virus
Simak Video Berikut Ini:
Angka kematian tinggi pada anak dengan penyakit penyerta
Jika dilihat dari data pasien COVID-19 yang meninggal di Jakarta pada kelompok usia 0-4 tahun mencapai 11,5 persen. Sedangkan 5-9 tahun 4,3 persen dan 10-19 tahun 2,3 persen. "Angka ini cukup tinggi dibandingkan data di dunia yang kematiannya kurang dari 1 persen," jelas Nina.
Nina mengatakan, ada beberapa anak yang berisiko lebih besar terkena COVID-19 terutama jika memiliki komorbid, seperti:
- Pasien dengan gangguan sistem imun seperti kanker, gagal ginjal, autoimun, HIV
- Kelainan jantung bawaan
- Penyakit paru kronik, asma
- Diabetes melitus
- Obesitas terutama remaja yang datang dalam komdisi sesak -kelainan saraf
"Anak anak komorbid berisiko 5x lipat meninggal," kata Nina.
Jika tidak diimbangi dengan pola hidup sehat, yang dikhawatirkan adalah anak akan mengalami komplikasi Kasus COVID-19 seperti infeksi peradangan atau sindrom peradangan MIS C yang bisa mengenai organ vital seperti jantung dan pembuluh darah.
Advertisement
Tips menjaga anak dari COVID-19
Nina mengatakan, ada banyak cara melindungi anak dari COVID-19. Selain menggunakan masker dan cuci tangan tentunya, ia berharap, anak tetap di rumah untuk mencegah risiko penularan dari orang lain ataupun menjadi sumber penularan ke orang lain.
"Stay at home. Jangan ajak anak ke tempat yang sirkulasi udaranya tertutup seperti mal. Kalau pun terpaksa, ajak anak ke taman atau tempat yang sirkulasi udaranya baik."
Selebihnya, Nina mengungkapkan untuk menjaga kebutuhan gizi anak tetap seimbang. "Data IDAI menunjukkan, anak kurang gizi dan obesitas bisa jadi faktor risiko infeksi COVID-19. Maka itu penting makanan gizi seimbang," ujarnya.
Terakhir, ia mengingatkan orangtua untuk tetap melengkapi imunisasi anak dan bagi anak atau remaja di atas 12 tahun bisa ikut vaksinasi COVID-19.
INFOGRAFIS: Waspada Anak Tertular COVID-19
Advertisement