Liputan6.com, Jakarta - Walaupun COVID-19 di Indonesia menurun, rupanya masih banyak provinsi belum memperbarui data lebih dari 21 hari. Hasil tersebut sebagaimana catatan Kementerian Kesehatan per 8 September 2021.
"Kami ingatkan bahwa meskipun kasus COVID-19 menurun, tetapi masih banyak provinsi yang belum memperbarui status kasusnya yang telah berusia lebih dari 21 hari," ungkap Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi saat konferensi pers, ditulis Jumat (10/9/2021).
Advertisement
Baca Juga
Nadia mengungkapkan sejumlah penyebab provinsi belum memperbarui data kasus Corona, terutama kasus aktif dan kematian. Dalam hal ini, terjadi keterlambatan memasukkan data.
"Hal ini terjadi adanya keterlambatan dalam melakukan input data kematian ke dalam sistem. Keterlambatan ini terjadi karena ada prosedur administrasi berjenjang yang dibutuhkan," ungkapnya.
"Prosedurnya, mulai level RT/RW, kelurahan kecamatan hingga dinas dukcapil (kependudukan dan catatan sipil). Ini diperlukan untuk menyatakan kondisi seseorang yang telah meninggal."
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua
Data Kematian COVID-19 Langsung Dilaporkan ke Kemenkes
Penyebab keterlambatan input data COVID-19, lanjut Siti Nadia Tarmizi, yakni keterbatasan para tenaga kesehatan untuk tidak bisa langsung menginput pelaporan data kematian. Sebab, tingginya beban kerja menangani tingginya kasus aktif yang terjadi pada saat itu.
Berdasarkan data Kemenkes, 25,9 persen dari total kasus aktif COVID-19 yang tercatat adalah kasus yang belum diperbarui statusnya lebih dari 21 hari.
"Saat ini, Kementerian Kesehatan telah melakukan berbagai evaluasi. Ke depannya, diharapkan rumah sakit maupun fasilitas lainnya dapat langsung melaporkan data kematian kepada Kementerian Kesehatan," jelas Nadia.
"Sehingga keterlambatan pelaporan data kematian ini dapat diminimalisir di kemudian hari."
Advertisement
Keterlambatan Laporan Kasus Tertinggi Berasal dari Jawa Tengah
Siti Nadia Tarmizi menambahkan, 27,9 persen kasus kematian COVID-19 yang dilaporkan berasal dari sampel pemeriksaan PCR positif Corona lebih dari 21 hari.
"Provinsi dengan angka kematian tertinggi adalah Jawa Timur dengan temuan 1.000 kasus. Sementara itu, provinsi dengan persentase keterlambatan pelaporan kasus tertinggi adalah Jawa Tengah sebesar 56,4 persen," tambahnya.
Di sisi lain, jika melihat perbandingan data dari 28 Agustus-4 September 2021, terlihat tren kasus konfirmasi, perawatan, dan kematian akibat COVID-19 semakin menurun.
"Namun, masih ada beberapa wilayah yang masih tinggi angka kasus konfirmasi harian dan kematian, seperti di Kalimantan Utara yang masih tinggi dan angka perawatan di rumah sakit di Kalimantan Timur serta Provinsi Bali yang masih tinggi," lanjut Nadia.
Infografis Abai Gejala Covid-19 pada Anak Picu Kematian
Advertisement