Liputan6.com, Jakarta - Hari Kesadaran Keguguran dan Kematian Bayi yang jatuh setiap 15 Oktober menjadi momen mengedukasi masyarakat terkait preeklamsia.
Di antara negara ASEAN lainnya, Indonesia memiliki angka kematian perinatal yang tertinggi. Dalam hal ini, preeklamsia menjadi penyebab utama mortalitas dan morbiditas ibu dan bayinya.
“Di masa pandemi ini, kematian ibu dan janin mengalami peningkatan drastis. Salah satu komplikasi kesehatan yang sering ditemui pada ibu hamil adalah preeklamsia. Sayangnya, banyak ibu hamil yang belum mendapatkan informasi yang memadai tentang preeklamsia,” kata Director Country Manager Diagnostics, Roche Indonesia, Ahmed Hassan dalam keterangan pers.
Advertisement
Baca Juga
Deteksi Preeklamsia Ibu Hamil di Masa Pandemi Harus Sejak Dini
- 6 Faktor yang Meningkatkan Risiko Ibu Hamil Mengalami Preeklamsia
Hal senada disampaikan oleh Dokter Spesialis Kandungan, dr. Aditya Kusuma, SpOG yang menjelaskan, preeklamsia setidaknya telah menyebabkan 76.000 kematian pada ibu hamil dan 500.000 janin di seluruh dunia.
Menurutnya, preeklamsia adalah komplikasi pada ibu hamil yang biasanya ditandai dengan tekanan darah tinggi. Komplikasi yang dimaksud termasuk kerusakan pada organ vital, khususnya ginjal dan hati.
Gejala Preeklamsia
Preeklamsia dapat menyebabkan komplikasi serius bahkan fatal bagi ibu dan bayi, jika tidak ditangani dengan segera. Sayangnya, diagnosis preeklamsia terkadang terlewatkan karena banyak gejalanya tertutup oleh keluhan umum kehamilan seperti kaki bengkak, sakit kepala atau mual.
“Gejala-gejala preeklamsia tidak dirasakan pada awal kehamilan dan baru terlihat saat memasuki usia kehamilan 20 minggu. Sehingga, banyak ibu hamil yang terlambat dalam mendapatkan penanganan yang tepat ketika kondisi preeklamsia yang dimiliki sudah membahayakan ibu dan janin,” kata Aditya.
Preeklamsia memiliki berbagai risiko bagi ibu dan janin dalam jangka pendek ataupun panjang, misalnya persalinan prematur, berat badan bayi rendah saat lahir, placenta abruption, kejang yang dapat berkembang menjadi eklampsia, bahkan berpotensi mengakibatkan kematian.
Advertisement
Deteksi Dini
Mengingat preeklamsia sangat berbahaya, Aditya menyarankan para ibu untuk melakukan deteksi dini sejak masa awal kehamilan.
Para ibu hamil dapat mengakses pengujian preeklamsia lewat tes darah di berbagai rumah sakit dan laboratorium. Salah satu inovasi untuk deteksi preeklamsia adalah tes darah dengan menggunakan biomarker sFlt-1/PlGF yang kini dapat memprediksi kemungkinan terjadinya preeklamsia pada kehamilan, bahkan sejak trimester pertama kehamilan.
“Tentunya semakin dini kondisi preeklamsia dapat diprediksi, maka dokter dan ibu hamil dapat memberikan perawatan yang lebih cepat dan tepat,” pungkasnya.
Infografis Ibu Hamil Sudah Bisa Dapatkan Vaksin COVID-19
Advertisement