Liputan6.com, Jakarta Kita tentu amat berduka dengan berita 42 warga kita wafat akibat COVID-19 pada 4 Februari 2022 kemarin. Sebulan yang lalu, 4 Januari 2022 tercatat ada 3 orang yang meninggal akibat COVID-19, artinya angka kematian harian sudah naik lebih dari 10 kali lipat.
Memang kenaikannya jauh lebih rendah dari tren peningkatan kasus, tetapi kejadian wafat kan amat menyedihkan dan tidak dapat tergantikan. Jadi, akan baik kalau dilakukan analisis mendalam setidaknya dari dua aspek.
Baca Juga
Pertama tentang varian yang berhubungan dengan peningkatan angka kematian. Dari berita kita ketahui bahwa yang meninggal karena Omicron di negara kita adalah sejauh ini ada lima orang. Jadi, baik kalau dianalisis varian mana yang menyebabkan angka kematian naik menjadi sampai 42 orang kemarin.
Advertisement
Kalau ternyata meninggal akibat varian Delta (karena yang meninggal akibat Omicron tercatat lima orang) maka perlu juga digali apakah memang jumlah pasien varian Delta juga makin meningkat sehingga ada peningkatan kematian ini.
Di sisi lain, kalau kematian akibat varian Omicron, maka tentu perlu digali kenapa varian Omicron sampai menimbulkan kenaikan kematian seperti ini.
Hasil analisis tentang varian yang berhubungan dengan peningkatan kematian mungkin akan dapat menjadi salah satu masukan bagi kebijakan pengendalian dan juga mitigasi di hari-hari mendatang, agar dapat disesuaikan dengan lebih tepat.
Kedua, Analisis Teknik Klinis
Aspek kedua yakni analisis yang lebih terkait teknik klinis. Dalam hal ini akan baik kalau dilakukan audit untuk mengetahui penyebab kematian (“cause of death -COD”), katakanlah sejak 16 Desember 2021 dimana kasus Omicron pertama dilaporkan.
Seperti yang biasa dilakukan maka dapat dianalisa kelompok umur yang wafat, jenis kelamin, ada tidaknya komorbid dan kalau ada maka apa jenisnya, status vaksinasi dan lain-lain. Serta, yang juga penting adalah dimana tempat meninggalnya, apakah di rumah sakit atau di rumah.
Data yang didapat akan punya dampak klinik bagaimana penanganan pasien gawat dan juga dampak kebijakan kapan pasien harus masuk rumah sakit, atau bentuk kebijakan terkait lainnya.
Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI
Mantan Direktur WHO Asia Tenggara
Advertisement