Kasus Omicron Meningkat, Kemenkes Minta Dinkes dan Direktur RS Antisipasi Kekurangan Nakes

Terbukanya peluang banyak nakes yang tertular COVID-19 bisa menyebabkan kondisi kontigensi sampai krisis tenaga kesehatan.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Feb 2022, 20:00 WIB
Diterbitkan 13 Feb 2022, 20:00 WIB
Puluhan Ribu Nakes di Sumsel akan Dapat Vaksin Covid-19 Tahap Awal
Salah satu tenaga kesehatan (nakes) di Sumsel yang melakukan rapid test antigen (Liputan6.com / Nefri Inge)

Liputan6.com, Jakarta - Peningkatan kasus COVID-19 khususnya varian Omicron yang memiliki daya tular lebih tinggi dari varian sebelumnya berdampak pada positivity rate tenaga kesehatan (nakes). Terbukanya peluang banyak nakes yang tertular COVID-19 bisa menyebabkan kondisi kontigensi sampai krisis tenaga kesehatan.

Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meminta dinas kesehatan provinsi/kabupaten dan seluruh direktur rumah sakit untuk menjamin keberadaan tenaga kesehatan di tempat pelayanan kesehatan di daerahnya.

Juru Bicara Vaksinasi Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan kondisi kontigensi nakes merupakan kondisi kekurangan tenaga kesehatan yang masih dapat diatasi oleh fasilitas pelayanan kesehatan melalui pengaturan SDM. Sehingga hal itu tidak berdampak pada pelayanan kesehatan.

“Sedangkan kondisi krisis tenaga kesehatan merupakan kondisi kekurangan tenaga kesehatan yang terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan sehingga berdampak pada pelayanan kesehatan,” kata Nadia di Jakarta, Minggu (13/2).

Strategi pemenuhan kebutuhan SDM kesehatan pada kondisi kontigensi dan krisis nakes bisa diatasi melalui internal dan eksternal rumah sakit.

 

Strategi Internal dan Eksternal

Mengenai strategi internal, bisa dilakukan dengan pengaturan jadwal shift, mobilisasi nakes dan unit lain guna membantu di bagian layanan COVID-19. Penyediaan transportasi antar jemput dan akomodasi untuk staf, mengurangi/menunda layanan non emergensi, dan meningkatkan layanan telemedisin juga bisa dilakukan.

Pelibatan dokter atau nakes yang tengah menjalani isolasi mandiri tanpa gejala dalam layanan telemedisin--memberikan telekonsultasi pada staf atau pasien--juga bisa dilakukan. Hal tersebut dengan memberi penugasan khusus pada dokter yang bertugas di manajemen untuk membantu telekonsultasi, mobilisasi dokter di luar Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) COVID-19 untuk membantu tatalaksana pasien di bawah supervisi DPJP, serta meningkatkan kompetensi petuas dalam perawatan isolasi, terutama isolasi intensif.

Sedang strategi eksternal rumah sakit dilakukan dengan mobilisasi relawan (koas, PPDS), koordinasi dengan organisasi profesi dalam penyediaan tenaga cadangan untuk membantu, memobilisasi tenaga kesehatan RS dari wilayah kasus COVID-19 rendah ke tinggi, memobilisasi mahasiswa akhir di institusi pendidikan kesehatan terutama membantu dalam administrasi, memobilisasi tenaga kesehatan yang bertugas di non faskes/administrasi kesehatan untuk membantu merawat pasien COVID-19 (dipayungi regulasi izin praktik).

Sementara itu, tenaga kesehatan yang terkonfirmasi COVID-19 tanpa gejala atau gejala ringan dengan perbaikan gejala serta hilang demam lebih dari 24 jam tanpa obat, bisa kembali bekerja minimal 5 hari setelah gejala pertama muncul (hari ke-0) ditambah 2x pemeriksaan NAAT dengan hasil negatif selang waktu 24 jam.

 

Aturan bagi Nakes yang Sudah Vaksinasi Dosis ke-3

Bagi tenaga kesehatan dengan risiko kontak erat atau terpapar COVID-19 yang sudah mendapat vaksin dosis ke-3 dapat kembali bekerja setelah hasil negatif pada hari ke-2 setelah terpapar.

“Tenaga kesehatan yang sudah mendapat vaksin dosis ke 2 atau belum di vaksin dapat kembali bekerja jika tes NAAT negatif pada hari ke 1-2 setelah terpapar dan dapat diulang pada hari ke 5-7 dan tetap bekerja dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat,” ucap Nadia, seperti dilansir laman Sehat Negeriku.

Tenaga kesehatan yang terkonfirmasi COVID-19 baik asimptomatik atau gejala ringan tidak ada pembatasan ketentuan, namun memprioritaskan tenaga kesehatan dengan kondisi tanpa gejala untuk kembali bekerja lebih awal agar dapat melakukan monitoring pasien di ruang isolasi. Hal tersebut harus berdasarkan persetujuan dari yang bersangkutan.

Tenaga kesehatan dengan risiko kontak erat atau terpapar COVID-19 yang sudah mendapat vaksin dosis ke-3 dapat kembali bekerja setelah hasil negatif pada hari ke-2 setelah terpapar.

“Upaya ini kami harapkan segera dipersiapkan oleh setiap kepala dinas kesehatan provinsi/kabupaten dan direktur rumah sakit,” ucap Nadia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya