Ini Pentingnya Matematika Bagi Kehidupan, Bukan Sekadar Hitung-Hitungan

Manfaat belajar matematika tak sekadar agar pandai berhitung

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 14 Apr 2022, 19:00 WIB
Diterbitkan 14 Apr 2022, 19:00 WIB
Ilustrasi matematika
Ilustrasi matematika (sumber: pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Rektor Universitas Tarumanegara, Prof Dr Ir Agustinus Purna Irawan I P M, menjelaskan terkait pentingnya ilmu matematika untuk kehidupan.

Menurutnya, ilmu matematika sangat luas dan banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Artinya, ada keberlanjutan dalam aplikasi matematika.

"Ada yang menggunakan matematika secara langsung, seperti jurusan teknik, teknologi, komputer, dan lain-lain," kata Purna dikutip dari keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com pada Kamis, 14 April 2022.

"Namun, jangan lupa ada juga yang tidak langsung. Di bidang sosial, matematika diperlukan untuk membuat statistik, analisis kuantitatif, hingga urusan bisnis seperti saham, bunga, dan produksi," dia menambahkan.

Pentingnya matematika bagi kehidupan juga disampaikan Kurnia Widhiatuti atau akrab disapa Bunda Kurnia.

Trainer Parenting Nasional ini, menyebut, ahli matematika zaman lampau, Al-Kindi, bahkan mengatakan bahwa matematika adalah mukadimah (pengantar) bagi masyarakat untuk memahami filsafat kehidupan.

Menurut Bunda Kurnia, matematika sangatlah penting, dan tidak hanya berkutat dalam hitung-hitungan saja.

"Yang menarik, matematika mengaktivasi otak kiri dan kanan secara seimbang," kata Bunda Kurnia.

Selama ini masyarakat berpikir bahwa matematika hanya ada di otak kiri yang membutuhkan pertimbangan logis.

Padahal, lanjut dia, sebetulnya otak kanan yang bersifat imajinatif dan kreatif juga membutuhkan pertimbangan logis matematis.

"Dengan kemampuan matematika, otak kanan yang hampir abstrak, dan kadang sulit dikendalikan, bisa diimbangi dan lebih terukur," Bunda Kurnia menjelaskan.

Tak Bisa Dilepaskan dari Kehidupan

Cara Menyenangkan Belajar Matematika
Cara Menyenangkan Belajar Matematika

Bunda Kurnia, menambahkan, dengan matematika seseorang akan bisa mengurutkan mana ide-ide yang sebaiknya direalisasikan dan mana yang belum saatnya.

"Matematika tidak bisa dilepaskan dari kehidupan. Segala yang kita lihat, sentuh, dan bicarakan, tanpa sadar adalah matematika. Bentuk laptop (persegi), sudut-sudut di tempat tidur, hingga takaran bumbu dan garam saat memasak, semua itu matematika," katanya.

Matematika bahkan bisa membuat manusia memiliki persepsi baru terhadap suatu persoalan. Bunda Kurnia memberi contoh, saat kecil ayahnya memberi atlas dunia. Melihat gambar lima benua di atlas, Kurnia kecil saat itu berpikir bahwa Indonesia ternyata kecil sekali.

"Dengan skala, jarak dari Jawa ke Sumatra tampak dekat. Dengan menganggap bidang yang begitu luas itu menjadi kecil, saya berpikir bahwa memungkinkan untuk singgah ke semua tempat, dengan cara yang mudah," kata Bunda Kurnia.

"Hingga bisa mewujudkan mimpi, dari yang tidak mungkin menjadi mungkin. Hanya dengan belajar skala dari atlas," dia menambahkan.

Ia, menyayangkan, orang tua kadang tidak sadar bahwa matematika memiliki efek terhadap perspektif masa depan.

"Dianggap bahwa matematika hanya menghitung angka, dan berpikir bahwa anaknya memang tidak pintar matematika. Tidak diupayakan untuk memahami," kata Bunda Kurnia.

Kemampuan Matematika Anak Indonesia Rendah

Ilustrasi Kemampuan Matematika Anak Indonesia Rendah
Ilustrasi Kemampuan Matematika Anak Indonesia Rendah (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Pernyataan Bunda Kurnia kemudian dibuktikan dengan Survei Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 yang menunjukkan hasil yang cukup mengkhawatirkan.

Berdasarkan program yang digagas oleh the Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) tampak bahwa kemampuan matematika, sains, dan membaca pada anak Indonesia berada di peringkat rendah.

Untuk matematika, Indonesia berada di peringkat 75 dari 81 negara dunia, dengan skor 379. Sangat jauh dibandingkan negara ASEAN lain seperti Singapura yang menduduki peringkat 2, dengan skor 569.

PISA juga menemukan bahwa hanya 29 persen siswa Indonesia yang mencapai setidaknya level dua untuk matematika. PISA sendiri membagi kemampuan siswa menjadi enam level, dimulai dari level 1 yang paling rendah, hingga level 6 yang paling tinggi.

Kemampuan siswa Indonesia yang mencapai level dua tadi, sangat rendah dibandingkan rerata OECD yang mencapai 76 persen. Untuk siswa Indonesia yang mendapat level lima atau lebih, angkanya bahkan lebih rendah lagi --- hanya sekitar satu persen saja.

Pastikan Anak Paham Konsep

ilustrasi matematika rumit
ilustrasi matematika rumit (sumber: Pixabay)

Namun demikian, temuan PISA jangan membuat Indonesia berkecil hati. Indonesia harus melihat kemampuan matematika secara komprehensif, kata Purna.

"Pada anak-anak Indonesia yang kuliah di luar negeri, kemampuan matematika mereka justru lebih unggul karena pembelajaran kita jauh lebih mendalam dan luas. Sedangkan di luar negeri, fokus pada suatu bidang saja," Purna melanjutkan.

Ketika menilai kemampuan matematika anak juga perlu melihat bagaimana proses pembelajarannya di sekolah, dari TK hingga SMA bahkan perguruan tinggi.

"Proses pembelajaran akan membentuk kemampuan matematika anak," ujarnya. Secara umum dia menilai, matematika yang dipelajari di Indonesia sudah baik.

Proses pembelajaran akan membentuk kemampuan matematika anak. Jadi, harus dipastikan anak paham benar konsepnya mulai dari dasar, sebelum diajarkan konsep-konsep yang lebih rumit.

"Kalau pemahaman konsep dibangun bertahap sesuai levelnya, tidak akan serumit itu," pungkas Purna.

 

Infografis 5 Tips Ajarkan Anak Pakai Masker Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Niman)
Infografis 5 Tips Ajarkan Anak Pakai Masker Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Niman)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya