Liputan6.com, Jakarta Bersyukur adalah salah satu kunci dari kebahagiaan yang juga berkaitan dengan kesehatan mental. Bersyukur perlu dilatih agar menjadi kebiasaan baik dan lebih siap menghadapi situasi nol kebahagiaan.
Menurut Psikolog dari Himpunan Psikolog Jawa Barat, Riani Fitria, nol kebahagiaan adalah situasi di mana ada kejadian yang tidak membahagiakan atau membuat duka. Misalnya, kehilangan anggota keluarga dan hal-hal sedih lainnya.
Baca Juga
“Ditinggalkan keluarga itu pasti sedih, tapi jika rasa syukur kita sudah dilatih maka dari suatu kejadian duka kita akan bisa mengambil sisi positif,” kata Riani dalam seminar daring Geriatri TV dikutip Minggu (7/8/2022).
Advertisement
Ia mencontohkan pengalamannya sendiri yang dikaitkan dengan manfaat melatih rasa syukur. Menurutnya, tiga tahun belakangan ia dan keluarga kehilangan orang-orang tercinta. Salah satunya keponakan yang masih usia 5 karena penyakit leukimia. Tak hanya keponakan, Riani juga ditinggalkan oleh sang ayah.
Namun, dari kesedihan-kesedihan tersebut, Riani mengatakan rasa syukur yang terlatih mampu membuatnya melihat berbagai sisi positif.
Meninggalnya keponakan Riani dianggap sebagai jalan terbaik dari Tuhan. Pasalnya, jika keponakannya bertahan, maka ia perlu menjalani berbagai pengobatan berat yang sebelumnya pernah dijalani di usia 3.
Sedangkan, terkait meninggalnya sang ayah, ia juga tetap bisa mensyukuri berbagai hal seperti lancarnya proses pemakaman.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Bersyukur bagi Lansia
“Setelah kesedihan itu berlalu, saya tetap bisa ambil positifnya dari kematian ayah saya. Masih bisa bersyukur loh, Alhamdulillah ayah saya meninggal di rumah, sakaratul maut kami saksikan secara lengkap, proses pemakaman dipermudah padahal di era COVID biasanya susah, biaya pemakaman minim.”
“Kok banyak ya syukur-syukurnya padahal itu kemalangan? Jadi kalau bersyukur itu kita latih dan kita dapat kejadian nol kebahagiaan kita bisa melihat sisi positif dari satu kejadian dan itu karena dilatih,” kata Riani.
Riani juga membahas terkait bersyukur bagi lansia. Seperti diketahui, para lansia acap kali menghadapi masalah kesepian. Rasa sepi timbul ketika anak-anak mereka mulai beranjak dewasa dan harus meninggalkan rumah. Di sisi lain, teman sebaya satu per satu meninggal dunia.
Terkait hal ini, Riani menjelaskan bahwa setiap satu kejadian memiliki dua kutub yakni positif dan negatif.
“Kita mau melihat itu secara positif atau negatif? Misalkan, anak menikah akhirnya keluar rumah. Kalau kita ngambilnya negatif ‘aduh enggak ada lagi deh anak di rumah’ tapi kalau kita ambil positifnya ‘tapi anak kan harus mandiri, dengan dia keluar rumah, dia berlatih sendiri untuk survive.”
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Cara Melatih Bersyukur
Seperti yang dikatakan Riani sebelumnya bahwa rasa syukur bisa dilatih. Salah satu caranya adalah dengan jurnal bersyukur.
“Jurnal bersyukur adalah cara kita melatih bersyukurnya kita dengan cara menulis dengan tinta ketimbang dengan gadget. Gerakan tertentu ketika menulis itu menstimulasi langsung ke otak.”
Membuat jurnal bersyukur dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
-Siapkan 1 buku
-Luangkan waktu 10-30 menit sebelum tidur malam
-Pejamkan mata, bayangkan dan ingat kembali segala kejadian di hari ini
-Tuliskan 3-5 hal baik yang dinikmati hari ini dengan menggunakan kata-kata positif
-Lakukan setiap hari selama seminggu
-Rasakan perubahan perasaan hati dan pikiran yang lebih positif.
“Lakukan ini selama seminggu untuk kita bangun menjadi kebiasaan baik selama bertahun-tahun.”
Riani pun memperlihatkan contoh jurnal bersyukur yang ia buat sebagai berikut:
Sabtu, 30 Juli 2022
SAYA BERSYUKUR HARI INI:
-Saya tidur dengan lelap bersama ketiga anak saya. Anak-anak yang penuh dengan kelucuan, kejahilan, dan ketulusan hati menyayangi saya tanpa pamrih. Terima kasih Ya Allah atas amanah yang Kau berikan kepadaku.
Sudah Teruji
Kalimat di atas dapat dilanjutkan dengan setidaknya dua hal lain yang patut disyukuri. Penulisan kalimat di atas perlu menghindari kata-kata negatif seperti “tapi, jangan,” dan lain-lain.
Hal yang disyukuri pun tak harus hal-hal besar seperti tiba-tiba mendapat hadiah mobil. Hal-hal sederhana pun bisa disyukuri, misalnya bisa tidur lelap, karena di luar sana pasti ada orang yang tengah berjuang dengan gangguan tidur.
Efektivitas jurnal bersyukur sudah banyak diujicobakan di luar negeri. Ada satu kelompok diminta menulis jurnal bersyukur selama satu minggu kemudian ada kelompok lainnya yang diminta menulis hal-hal tidak menyenangkan.
“Ketika dibandingkan, ternyata yang menulis hal-hal baik itu jadi positif, kondisi badannya jadi lebih bagus, kondisi jiwanya lebih bagus dan lebih bersemangat menjalani hidup.”
“Tapi pada kelompok yang menulis hal-hal tidak baik, jadinya mereka lebih Depresi dan lebih agresif.”
Riani menambahkan, jika banyak mengingat hal positif maka hormon kebahagiaan dalam tubuh juga akan lebih banyak. Akhirnya, kebahagiaan itu tercipta juga secara hormonal dan kimiawi.
“Jadi dari mentalnya dapat dari kesehatan fisiknya juga dapat karena mereka kan bersinergi ya. Kita mulai dari kesehatan jiwa, setelah sehat jiwa maka memengaruhi kesehatan fisik,” pungkasnya.
Advertisement