Liputan6.com, Jakarta Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia per 29 Agustus 2022 pukul 14.00 WIB, ada 3 kasus dugaan (suspek) cacar monyet (monkeypox) di Indonesia, satu kasus terkonfirmasi positif, dan 38 discarded -- kasus disingkirkan, bukan cacar monyet.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, 3 kasus suspek cacar monyet yang sekarang ada sedang dalam pengecekan atau pemeriksaan lebih lanjut. Artinya, masih belum diketahui, apakah terkonfirmasi positif monkeypox atau tidak.
Baca Juga
"Dari hasil surveilans kami mengenai genom sekuensing. Metodenya dilakukan dengan tes, ini bisa menggunakan tes pcr biasa dengan reagen khusus," ujar Budi Gunadi saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR RI yang disiarkan dari Komplek Parlemen Senayan, Jakarta secara virtual pada Selasa, 30 Agustus 2022.
Advertisement
"Dari sekitar 42 kasus yang masuk, 38 di antaranya, sudah kami seleksi bukan monkeypox, tapi cacar biasa. Kemudian ada satu yang confirm (konfirmasi) monkeypox dan 3 lagi sedang dalam proses pengecekan. Jadi, dari 42 kasus yang masuk terdiri atas, satu konfrmasi, 38 bukan monkeypox, dan 3 dalam proses penelitian."
Rincian perkembangan dan persebaran kasus monkeypox di Indonesia per 29 Agustus 2022 dari laporan Kemenkes, antara lain:
- Konfirmasi 1 kasus: DKI Jakarta
- Probable 0
- Suspek 3 kasus: DKI Jakarta 2 kasus, Jawa Tengah 1 kasus
- Discarded 38 kasus: DKI Jakarta 24 kasus, Jawa Tengah 2 kasus, Jawa Timur 1 kasus, Jawa Barat 3 kasus, Banten 2 kasus, Riau 1 kasus, Kepulauan Riau 1 kasus, Sulawesi Selatan 2 kasus, Sulawesi Tengah 2 kasus
Varian Virus Monkeypox di RI
Hasil genom sekuensing dari kasus konfirmasi pertama monkeypox di Indonesia juga disampaikan Budi Gunadi Sadikin. Di Indonesia, varian virus Monkeypox penyebab cacar monyet yang masuk adalah berasal dari Afrika Barat.
"Strain-nya (virus Monkeypox) ada dua atau variannya ada dua, yaitu varian Afrika barat dan varian Afrika Tengah. Varian Afrika Tengah ini lebih mematikan dan Afrika Barat itu kurang mematikan," tambah Menkes Budi Gunadi.
"Yang ada di Indonesia adalah varian yang dari Afrika barat. Berdasarkan hasil genom sekuensing kami temui, variannya (dari kasus konfirmasi) ada varian Afrika Barat, yang less fatal, bukan yang mematikan seperti yang di Afrika Tengah."
Adapun penyakit cacar monyet disebabkan oleh virus Monkeypox termasuk dalam genus orthopoxvirus dari famili Poxviridae. Ada dua varian virus Monkeypox, yaitu Afrika Barat dan Congo Basin (Afrika Tengah), sebagaimana informasi yang dihimpun WHO.
Infeksi cacar monyet dari varian Afrika Barat tampaknya menyebabkan penyakit lebih ringan. Berbeda dengan varian dari Congo Basin dengan tingkat kematian 10,6 persen dibandingkan tingkat kematian 3,6 persen pada varian Afrika Barat.
Advertisement
Kasus Suspek, Gejala Mirip Cacar Monyet
Pada kesempatan berbeda, Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Mohammad Syahril menyinggung soal kasus suspek monkeypox yang ada di Sulawesi Selatan. Bahwa kasus tersebut akhirnya dinyatakan negatif cacar monyet -- kasus discarded.
"Kenapa disebut suspek? Karena gejalanya mirip cacar monyet, tetapi bukan," katanya usai acara Peresmian "Gedung dr. R. Soeharto" Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) di Gedung PB IDI, Jakarta, Selasa (30/8/2022).
Sejauh ini, Kemenkes sudah melakukan berbagai antisipasi, bahkan sebelum kasus pertama terdeteksi.
"Kita sudah siap sejak awal dengan kewaspadaan edukasi dan sosialisasi di masyarakat, waspada untuk menghindari orang-orang yang ada lesi," ucap Syahril.
"Pasien cacar monyet itu gampang terlihat karena ada ciri fisiknya (lesi) tidak seperti COVID-19."
Pengetatan terutama bagi pelaku perjalanan luar negeri dilakukan dengan pemeriksaan suhu dan melihat riwayat perjalanan.
"Pengetatan beda sama COVID, kalau COVID bisa antigen atau PCR. Kalau cacar monyet pengetatannya dari suhu kemudian dari dukungan riwayat perjalanan," sambung Syahril.
Perlunya Isolasi Mandiri
Ketua Satuan Tugas atau Satgas Monkeypox Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Hanny Nilasari menambahkan, kasus suspek dan kontak erat cacar monyet sudah diminta untuk menjalani isolasi mandiri.
Sementara itu, pada kasus konfirmasi pertama manifestasi kulit dan gejala subjektif lainnya tidak terlalu berat, sehingga dimungkinkan untuk isolasi mandiri.
“Syarat dari isolasi mandiri adalah bisa tetap menjaga bahwa dia tidak banyak berkontak dengan orang luar. Pasien juga perlu bisa memastikan bahwa dirinya bisa masuk dalam satu kamar khusus dengan kamar mandi yang khusus, kemudian ventilasinya juga baik," beber Hanny pada kesempatan yang sama.
Terkait isolasi mandiri, epidemiolog Dicky Budiman sempat menyampaikan, ia tidak menyarankan isolasi mandiri bagi pasien cacar monyet.
“Kalau dalam pandangan saya, mumpung kasusnya belum banyak jadi isolasi atau karantinanya jangan mandiri karena terlalu berisiko,” ujar Dicky kepada Health Liputan6.com beberapa waktu silam.
“Satu, kita belum tahu literasi pasien, keluarga, atau orang terdekatnya untuk mencegah potensi penularan seperti apa. Ketaatan terhadap isolasi yang hingga tiga minggu juga menjadi tantangan tersendiri selain bicara soal memantau kesehatan mereka."
Advertisement