Liputan6.com, Jakarta - Obat tradisional masih banyak digunakan di Indonesia hingga saat ini. Tak dapat dimungkiri, obat tradisional memang telah lama dijadikan pilihan sebelum muncul obat-obat lainnya.
Namun sayangnya, di tengah penggunaan obat tradisional yang marak, masih saja ditemukan oknum tidak bertanggung jawab yang menggunakan kandungan bahan kimia obat (BKO) dalam obat tradisional.
Baca Juga
Beberapa waktu lalu, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM RI, Dra Reri Indriani mengungkapkan bahwa masih ada oknum-oknum tersebut yang mempromosikan obat tradisional dengan BKO.
Advertisement
"Obat tradisional BKO ada karena banyak permintaan, banyak demand. Kenapa? Karena juga dipromosikan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab," ujar Reri dalam webinar Bahaya Obat Tradisional Mengandung BKO ditulis Minggu, (4/9/2022).
Menurut Reri, banyak oknum mempromosikan obat tradisional dengan cara-cara tertentu. Sehingga tak sedikit masyarakat yang akhirnya tergiur menggunakan obat tersebut dengan klaim yang ditawarkan.
Reri menyebutkan bahwa biasanya produk dengan BKO menawarkan klaim tertentu. Salah satunya dapat memberikan efek instan usai penggunaan.
"Produknya mempunyai (klaim) efek yang instan untuk badan pegal linu, jamu stamina pria. Kemudian kalau untuk ibu-ibu atau wanita remaja untuk pelangsing. Tentu (masyarakat) tergiur," kata Reri.
Salah satu obat tradisional yang banyak digunakan adalah jamu. Namun Reri menjelaskan, penggunaan obat tradisional dengan BKO yang salah satunya adalah jamu disebabkan oleh faktor lain selain promosi yang menggiurkan.
Belum Paham Cara Kerja Obat Tradisional
Reri mengungkapkan bahwa masih banyak masyarakat yang belum memahami bagaimana cara kerja obat tradisional atau jamu itu sendiri. Pada obat tradisional seperti jamu, efek instan sebenarnya tidak dapat dirasakan.
Bahkan, obat tradisional seperti jamu tidak boleh memiliki efek instan menurut Reri. Jika demikian, maka ada kemungkinan terdapat kandungan berbahaya di dalamnya.
"Demikian juga pelaku usahanya atau oknum ini tidak mempunyai kesadaran bahwa penggunaan BKO pada jamu itu sangat merugikan dan bisa menimbulkan dampak yang sangat negatif pada kesehatan konsumennya," ujar Reri.
Dalam kesempatan tersebut, turut hadir Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Penny K Lukito. Penny pun menjelaskan bahwa berdasarkan temuan, ada setidaknya 11 ribu produk yang sebenarnya memiliki izin edar.
Namun hal tersebut pun tak membuat masyarakat terhindar dari pembelian obat tradisional dengan BKO di dalamnya. Permintaan terkait obat tradisional seperti jamu dengan BKO pun masih tinggi.
Advertisement
Obat Tradisional Mengandung BKO
Berdasarkan hasil temuan BPOM beberapa waktu lalu, ada sekitar 64 produk atau 0,65 persen dari total 9.915 produk obat tradisional (termasuk jamu) yang didalamnya mengandung BKO.
"Sudah ada 11 ribu produk jamu mendapatkan izin edar, ada 77 produk obat herbal terstandar sudah mendapat izin edar, dan 25 produk fitofarmaka telah terdaftar di BPOM," kata Penny.
"Artinya apa? Artinya bahwa sudah banyak pilihan. Jadi hati-hati --- pilihannya besar, banyak pilihan. Buat apa kita beli sesuatu yang punya potensi bahaya? Pilihlah yang sudah punya izin edar BPOM," tambahnya.
Lebih lanjut Penny mengungkapkan bahwa persentase BKO yang ditemukan pada obat tradisional tersebut biasanya tergolong kecil. Namun, bahayanya tetap mengintai.
"Walaupun persentase obat tradisional mengandung BKO tergolong relatif kecil, namun bahaya bahaya terhadap kesehatannya sangat tinggi bagi masyarakat," kata Penny.
BKO yang Sering Ditemukan dalam Obat Tradisional
Penny mengungkapkan bahwa terdapat setidaknya lima kandungan BKO yang paling sering muncul pada obat tradisional yang beredar di masyarakat hingga kini.
Kelimanya adalah Sildenafil Sitrat dan turunannya dengan klaim obat tradisional untuk stamina pria, Parasetamol dengan klaim untuk pegal linu, Tadalafil dengan klaim untuk stamina pria.
Serta, deksametason dengan klaim pegal linu, dan Sibutramin hidroklorida dengan klaim sebagai obat pelangsing. Di sisi lain, Penny mengakui bahwa jamu sebagai obat tradisional sebenarnya salah satu aset yang dimiliki Indonesia.
Sehingga penting untuk tetap menjaga mutunya agar terhindar dari BKO.
"Jamu yang benar, yang memenuhi standar mutu dan kualitas. Memberikan efek baik kesehatan maupun ekonomi. Sehingga jamu-jamu yang ilegal inilah yang harus sama-sama kita berantas," tambahnya.
Advertisement