Sindrom Erotomania, Sebuah Kondisi Merasa Dicintai Padahal Sejatinya Tidak Sama Sekali

Sindrom erotomania merupakan gangguan psikologis langka ketika seseorang berpikir bahwa orang lain itu jatuh cinta padanya.

oleh Fachri pada 06 Okt 2022, 19:40 WIB
Diperbarui 06 Okt 2022, 19:43 WIB
Perempuan Berbaring.
Ilustrasi perempuan sedang berbaring meratapi nasib. (Foto: Shutterstock)

Liputan6.com, Jakarta Ketika merasakan jatuh cinta, hati menjadi berbunga-bunga. Tak ada rasa sedih, yang ada hanya rasa bahagia. Apalagi, cinta yang kalian rasakan itu sangat total oleh seseorang yang sudah menjadi impianmu, pasti dua kali lipat rasa bahagia yang dirasakan. Nah, tapi tunggu dulu, apa itu yang sebenarnya terjadi? Atau hanya imajinasi belaka?

Jangan-jangan kalian terjebak pada apa yang dinamakan sindrom erotomania. Dilansir dari Healthline, sindrom erotomania merupakan gangguan psikologis langka ketika seseorang berpikir bahwa orang lain itu jatuh cinta padanya, nahasnya berbanding terbalik. Atau jika pengertian itu disederhanakan, seperti delusi semata.

Kondisi ini terjadi ketika seseorang merasa bahwa orang lain itu mencintainya. Sosok yang mencintainya itu bisa berupa orang asing yang belum pernah ditemui, seperti idol atau aktor terkenal. Ia hanya melihat secara visual semata, dari layar gawai atau televisi.

Ketika seseorang terjebak dalam kondisi seperti itu, orang tersebut merasa yakin bahwa ia sedang menjalin kasih dengan orang asing yang belum ditemuinya secara langsung tersebut. Sampai-sampai, ada kalanya mereka menolak realita yang sebenarnya terjadi.

Gejala Sindrom Erotomania

Perempuan Bersedih.
Ilustrasi perempuan sedang sedih. (Foto: Shutterstock)

Kondisi seperti ini cenderung dialami oleh perempuan pasca pubertas, menurut beberapa penelitian, umumnya terjadi sekitas usia paruh baya atau lebih. Dilansir dari Webmd, gejala seseorang terjebak dalam sindrom erotomania adalah memiliki keyakinan kuat terhadap sesuatu yang salah. Mereka terjebak dalam pikiran bahwa seseorang punya perasaan yang kuat terhadap mereka.

Selain itu, dilansir dari Healthline, orang yang terjebak dalam sindrom erotomania cenderung obsesif dalam mengidolakan seorang selebriti atau tokoh masyarakat, terus menerus mengirimi surat, surel, atau hadiah kepada orang lain yang orang itu tidak kenal, meyakini bahwa orang lain sedang berkomunikasi melalui pandangan, gerak tubuh, atau 'kode' dalam acara televisi, film, hingga media sosial.

Tak hanya sampai di situ, orang yang terjebak dalam sindrom erotomania juga merasa cemburu ketika 'kekasihnya' itu memiliki hubungan lain dengan 'kekasih' lainnya hingga berusaha untuk terus menguntit orang lain.

Penyebab Sindrom Erotomania

Perempuan Menyendiri.
Ilustrasi perempuan sedang menyendiri. (Foto: Shutterstock)

Sindrom erotomania biasanya berkorelasi dengan kondisi gangguan kesehatan mental, seperti skizofernia atau bipolar. Meski begitu, sindrom tersebut bisa terjadi karena faktor genetik di dalamnya. Akan tetapi, lingkungan, gaya hidup, dan kesehatan mental semakin memicu besarnya sindrom erotomania pada seseorang.

Ketika seseroang terjebak dalam kondisi seperti ini, orang tersebut cenderung tidak mampu memproses dengan baik isyarat sosial yang ada. Terkadang, mereka salah dalam membaca mimik wajah atau bahasa tubuh orang lain.

Seperti mereka terlalu percaya diri orang lain sedang coba menggoda dan berpikir bahwa orang tersebut suka bahkan jatuh cinta padanya. Kondisi tersebut bisa semakin parah apabila kesepian menghampirinya. 

Selain itu, dilansir dari Healthline, media sosial juga sangat memengaruhi kondisi mental orang tersebut. Media sosial bisa memicu keyakinan delusi yang terkait dengan sindrom erotomania. Karena bagi orang yang terjebak dalam kondisi tersebut, media sosial merupakan ruang bebas untuk berhubungan dengan orang yang tidak dikenal.

Penyembuhan Sindrom Erotomania

Perempuan Tersenyum.
Ilustrasi perempuan tersenyum. (Foto: Shutterstock)

Dilansir dari Healthline, untuk mengatasi sindrom erotomania, diperlukan kombinasi terapi dan pengobatan, selain yang pasti pemeriksaan kejiwaan oleh psikolog atau psikiater.

Psikolog atau psikiater akan membantu orang yang terjebak dalam kondisi tersebut melalui konseling atau psikoterapi untuk didiagnosis, apakah ada penyakit kejiwaan lain yang menyertainya. Ada dua jenis pengobatan sindrom erotomania, dengan psikoterapi dan pemberian obat-obatan.

Untuk penyembuhan secara psikoterapi, orang yang mengalami sindrom erotomania akan menceritakan gejala yang mereka rasakan. Orang tersebut akan diarahkan guna memahami dan menerima fakta yang sebenarnya serta mengendalikan gejala sindrom erotomania.

Selain itu, penyembuhan melalui pemberian obat-obatan, penderita sindrom erotomania akan diberikan antipsikotik klasik, seperti pimozide, olanzapine, risperidone, dan clozapine. Karena berkolerasi dengan bipolar, bisa juga diobati dengan penstabil suasana hati, seperti lithium (Lithonia) atau asam valproat (Depakene).

 

(*)

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya