Liputan6.com, Jakarta - Konstipasi atau yang juga disebut sebagai sembelit adalah kondisi kesulitan buang air besar (BAB). Tidak hanya orang dewasa, konstipasi juga merupakan masalah yang sering terjadi pada anak.
Kurang lebih 30 persen anak itu pasti pernah mengalami masalah ini sepanjang hidupnya, ujar Ahli Gastrohepatologi Anak Dr. dr. Muzal Kadim, Sp.A(K) melalui IG Live IDAI bertajuk "Anak Sulit Buang Air Besar, Orangtua Harus Bagaimana?" pada Selasa (13/12/2022).
Baca Juga
"Konstipasi itu maksudnya feses atau tinja berkumpul di kantong rektum," tutur Muzal.
Advertisement
Konstipasi terjadi jika frekuensi BAB lebih jarang dari seharusnya serta konsistensinya tidak seperti feses pada umumnya, yaitu keras. Dalam kasus yang parah, bentuknya kecil-kecil dan bulat.
Menurut Muzal, frekuensi BAB normal dapat bervariasi. "Jadi sebenarnya yang disebut normal itu bisa 3 kali sekali, sampai 3 hari sekali. Itu kalau memang habit-nya demikian." Namun, jika itu di luar kebiasaannya, maka tidak normal. Selain frekuensi, perhatikan juga konsistensinya.
"Dari segi konsistensi atau bentuknya yaitu harus berbentuk lunak tetapi tidak terlalu lunak hingga disebut diare," kata Muzal. "Kaya pasta, kaya odol, kaya bubur sedikit, gitu ya."
Jadi, misalnya seorang anak memang sudah terbiasa buang air besar 3 hari sekali dengan konsistensi feses yang cukup baik, maka bukan masalah. Sebaliknya, jika anak BAB setiap hari tetapi bentuknya keras seperti kerikil, kotoran kambing atau menggerombol, maka itu tidak normal, ujar Muzal.
ASI Eksklusif
Meskipun demikian, terdapat pengecualian untuk yang masih mengonsumsi ASI eksklusif.
"ASI eskslusif kadang-kadang bisa, tidak semua ya, kadang-kadang, ya, sekitar 20 persen hingga 25 persen bayi yang ASI ekslusif itu frekuensi BAB-nya bisa lebih dari 3 hari sekali. Jadi ini pengecualian," kata Muzal.
Sementara ketika bayi berumur di bawah 1 bulan, frekuensi BAB dapat lebih sering. Hal ini disebabkan karena ASI mengandung laktosa yang tinggi.
Sebelum tubuh bayi membentuk enzim laktase secara sempurna, sebagian dari laktosa ASI itu tidak dicerna sehingga menyebabkan feses sedikit cair. Jadi, semacam intoleransi laktosa tetapi yang fisiologis, jelas Muzal.
"Sebulan pertama lunak atau cair, baunya asam, kentut-kentut, itu normal," ujarnya.
Sementara saat sudah berumur lebih dari 2 bulan, enzim laktase sudah sempurna. Inilah yang menyebabkan masalah sebaliknya. BAB-nya nya bisa sampai 5 atau 7 hari sekali.
Muzal menyatakan, selama bentuknya masih normal, masih oke. Selama anak masih tidak rewel, masih aktif, serta BAB-nya tidak terlalu lunak maka tidak masalah.
Muzal juga mengungkapkan bahwa tidak ada batasan waktu untuk pengecualian ini. Bahkan, BAB setelah 10 hari juga dikatakan normal apabila konsistensi fesesnya bagus.
Advertisement
Penyebab Konstipasi
Selain ASI, banyak juga yang menyebut bahwa sembelit itu disebabkan oleh kekurangan buah dan sayur alias kekurangan serat. Memang benar bahwa dehidrasi serta kurang asupan serat dapat menyebabkan konstipasi. Namun, ada faktor lain yang dapat mengakibatkan konstipasi, yaitu trauma.
Misalnya, sebelumnya anak tersebut pernah mengalami konstipasi dan ketika ia BAB anusnya terasa sakit dan perih. Pengalaman ini akan membuatnya takut untuk BAB.
Jadi, sebelum keluar lewat anus itu ada namanya rektum atau kantong usus besar. Ini merupakan tempat penyimpanan feses sebelum dikeluarkan oleh tubuh. Normalnya, setelah feses terkumpul dalam rektum selama 1 hingga 3 hari, itu akan menyebabkan rasa ingin buang air air.
"Karena regangan di kantong tadi, kalau seharian sudah makan atau minum, besok pagi, umumnya, ya, kita itu kan akan terasa mulas karena ada regangan," kata Muzal.
Regangan inilah yang membuat refleks ingin buang air besar sehingga perut terasa mulas. Namun, tentu saja ini bisa ditahan dulu. Sama halnya dengan orang dewasa, anak-anak juga bisa menahan keinginan BAB-nya. Ditahan hingga sampai ke kloset, barulah otot diregangkan dan feses dikeluarkan.
Enggan BAB
Meskipun demikian, dalam kasus konstipasi pada anak, mereka terus menahannya dengan karena memang enggan dan takut buang air besar. "Pada anak dengan konstipasi ini, ditahan kebanyakan, karena ada riwayat trauma," ucap Muzal.
Karena ditahan terus menerus, akhirnya feses menggerombol, terkumpul di rektum yang mengakibatkan konstipasi.
Oleh karena itu, jika seorang anak merasakan perutnya mulas, ada peregangan sedikit, sudah langsung ditahan. Demikian juga hari-hari berikutnya.
Karena ditahan berulang berulang kali, akibatnya reflek ingin buang air tadi hilang dengan sendirinya. Ini menyebabkan feses menumpuk di rektum sehingga terjadilah konstipasi.
Hal ini mematahkan pendapat bahwa konstipasi selalu disebabkan oleh kurang serat. Oleh karena itu, saat anak konstipasi, jangan melulu dijejali serat, bisa saja sebenarnya anak cukup serat, tetapi trauma buang air besar.
"Jadi pada saat itu bukan masalah serat lagi, seratnya malah enggak boleh dikasih berlebihan, ya, karena dia problem-nya bukan kurang serat, bukan kurang cairan, tapi problem psikologisnya, justru, traumanya yang jadi masalah."
(Adelina Wahyu Martanti)
Advertisement