Lonjakan COVID-19 di China Bawa Tekanan Berat pada Rumah Sakit

Rumah sakit China berada di bawah tekanan besar. Ini disebabkan gelombang infeksi COVID-19 yang melonjak.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 28 Des 2022, 14:00 WIB
Diterbitkan 28 Des 2022, 14:00 WIB
China Kewalahan Bergulat dengan Gelombang COVID-19
Seorang pekerja rumah sakit berdiri di belakang konter di Rumah Sakit Dirgantara Area Baru Baigou, Baigou, Provinsi Hebei, China, 22 Desember 2022. China memperkirakan puncak kasus infeksi COVID-19 akan terjadi dalam seminggu mendatang. (AP Photo)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus COVID-19 di Indonesia mulai melandai, tapi tidak demikian dengan China. Hari ini, Rabu 28 Desember 2022 rumah sakit China berada di bawah tekanan besar. Ini disebabkan gelombang infeksi COVID-19 yang melonjak.

Awal bulan ini, China membuka penguncian ketat dan berencana membuka kembali aktivitas ekonomi secara menyeluruh di tahun depan. Langkah ini dilakukan setelah masyarakat melayangkan protes terhadap pembatasan yang ada. Membuat COVID-19 menyebar dan sebagian besarnya tidak terkendali.

Penyebaran COVID-19 di China kemungkinan menginfeksi jutaan orang setiap hari, menurut beberapa ahli kesehatan internasional.

Kecepatan pencabutan aturan COVID-19 telah membuat sistem kesehatan China yang rapuh kewalahan. Situasi ini mendorong negara-negara di seluruh dunia untuk mempertimbangkan pembatasan perjalanan bagi pengunjung China.

Staf di Huaxi, sebuah rumah sakit besar di kota Chengdu, China barat daya, mengatakan mereka "sangat sibuk" merawat pasien dengan COVID-19, sejak pembatasan dilonggarkan pada 7 Desember.

"Saya telah melakukan pekerjaan ini selama 30 tahun dan ini adalah pekerjaan tersibuk yang pernah saya ketahui," kata seorang sopir ambulans di luar rumah sakit yang menolak disebutkan namanya mengutip Channel News Asia, Rabu (28/12/2022).

Lonjakan COVID-19 di China memicu antrean panjang di dalam dan di luar ruang gawat darurat rumah sakit pada Selasa malam. Sebagian besar dari mereka yang tiba dengan ambulans diberi tangki oksigen untuk membantu pernapasan.

“Hampir semua pasien mengidap COVID-19,” kata salah satu staf farmasi departemen gawat darurat.

Tak Memiliki Stok Obat Khusus COVID

Hal ini semakin parah lantaran rumah sakit tidak memiliki stok obat khusus COVID dan hanya dapat menyediakan obat untuk gejala tertentu seperti batuk.

Seorang pejabat di Rumah Sakit Chaoyang Beijing, Zhang Yuhua,  mengatakan pasien yang datang baru-baru ini sebagian besar adalah orangtua. Mereka datang dengan sakit kritis karena komorbid yang dimiliki.

Dia mengatakan, jumlah pasien yang menerima perawatan darurat telah meningkat dari 450 menjadi 550 per hari. Padahal, sebelumnya hanya sekitar 100.

Gambar-gambar yang diterbitkan oleh China Daily yang dikelola pemerintah menunjukkan barisan sebagian besar pasien lanjut usia. Beberapa bernapas melalui tabung oksigen dan menerima perawatan dari staf medis dengan pakaian hazmat putih di dalam unit perawatan intensif rumah sakit.

Angka Kematian

Meski begitu, data statistik resmi menunjukkan hanya ada satu kematian akibat COVID-19 dalam tujuh hari hingga Senin (26/12).

Sementara, pakar kesehatan internasional memperkirakan setidaknya bisa ada 1 juta kematian akibat COVID-19 di China tahun depan.

Dalam langkah besar menuju perjalanan yang lebih bebas, China akan berhenti mewajibkan pelancong masuk untuk melakukan karantina mulai 8 Januari, kata pihak berwenang minggu ini. Hal ini mendorong banyak orang China, yang sudah lama terputus dari dunia, untuk kembali melakukan perjalanan ke luar negeri.

Hal ini terlihat dari naiknya jumlah pencarian daring soal tiket penerbangan. Sementara pencarian daring untuk penerbangan melonjak pada Selasa, penduduk dan agen perjalanan menyarankan untuk menunggu beberapa bulan lagi.

Sebagian dari mereka masih khawatir soal pandemi dan lebih hati-hati untuk mengeluarkan uang, mengingat ekonomi masih terdampak pandemi.

Persyaratan Perjalanan Ekstra

Di sisi lain, beberapa pemerintah sedang mempertimbangkan persyaratan perjalanan ekstra untuk pengunjung China.

Salah satu negara yang lebih hati-hati dalam menerima pengunjung China adalah Amerika Serikat (AS). Menurut Pejabat AS, hal ini dilakukan karena data COVID-19 termasuk data urutan genomik virus dari China masih kurang dan tidak transparan.

Sementara, India dan Jepang akan mewajibkan tes COVID-19 negatif untuk pelancong dari China daratan. Mereka yang dites positif di Jepang harus menjalani karantina selama seminggu. Tokyo juga berencana membatasi maskapai yang meningkatkan penerbangan ke China.

Ketika ditanya tentang persyaratan perjalanan ekstra yang diberlakukan oleh Jepang dan India, juru bicara kementerian luar negeri China mengatakan pada hari Selasa "Langkah-langkah COVID-19 harus ilmiah, moderat dan tidak boleh memengaruhi arus normal individu," katanya.

Infografis Olahraga Benteng Kedua Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Olahraga Benteng Kedua Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya