Liputan6.com, Jakarta - Terdapat beberapa masalah kehamilan yang mungkin dialami wanita, misalnya hamil anggur. Dalam istilah medis, kondisi ini disebut mola hidatidosa.
Sama seperti kehamilan normal, wanita yang mengalami hamil anggur mendapatkan hasil positif pada test pack dan tetap mengalami gejala hamil pada umumnya.
Baca Juga
Perbedaannya yaitu pada kondisi yang juga akrab disebut hamil palsu ini, yang berkembang dalam rahim adalah bukanlah janin, melainan jaringan abnormal khas tumor atau kista.
Advertisement
Hamil anggur disebabkan oleh sel telur yang melewati proses pembuahan yang abnormal.
"Harusnya satu telur satu sperma, ini ada dua atau tiga (sperma) yang masuk," ujar dr. Kartika Hapsari, Sp.O.G, FNVOG dari RSAB Harapan Kita dalam Talkshow Keluarga Sehat "Apasih Penyebab dan Risiko Hamil Anggur?" beberapa waktu lalu.Â
Semua wanita yang hamil bisa saja mengalami hamil anggur. Bahkan, kondisi dapat terjadi berulang. Ini juga tidak berhubungan dengan keturunan, jelas Kartika.
Dua Jenis Hamil Anggur
Terdapat dua jenis hamil anggur yaitu hamil anggur lengkap dan parsial.
Dikutip dari situs Mayo Clinic, pada kehamilan anggur lengkap, jaringan plasenta membengkak dan membentuk kista berisi cairan yang memenuhi rahim dan terlihat seperti anggur. Tidak ada janin yang ditemukan dalam kehamilan anggur lengkap.
Sebaliknya, pada kehamilan anggur parsial, mungkin ada janin, tetapi janin tidak dapat bertahan hidup dan biasanya terjadi keguguran di awal kehamilan. Rahim juga dipenuhi dengan kista-kista kecil berisi cairan, yang membuat janin tidak bisa berkembang.Â
Mirip dengan Kehamilan Normal
Hamil anggur merupakan kondisi yang dapat mengancam nyawa jika tidak dilakukan deteksi dini. Meskipun demikian, kondisi ini sulit untuk dideteksi tanpa pemeriksaan sebab gejala yang mirip dengan kehamilan pada umumnya.
Kartika menyebut perbedaan yang dapat ditemukan ialah kejadian mual dan muntah yang berlebihan serta ukuran perutnya yang relatif lebih besar dibanding usia kehamilannya.
Oleh karena itu, Kartika menyarankan untuk segera melakukan pemeriksaan USG ketika Anda mendapati hasil positif pada test pack.
USG trimester pertama dilakukan untuk mengetahui apakah kehamilan tersebut palsu atau tidak. Jika hasil menunjukkan mola hidatidosa, maka perlu dilakukan penangan sesegara mungkin.
Ini karena hamil anggur tidak dapat dilanjutkan sebagai kehamilan normal. Menunda upaya penanganan hanya akan memperburuk risiko komplikasi.
Salah satu metode penanganan yang dapat dilakukan yaitu kuretase hisap (suction curretage). Setelahnya, kadar hormon hamil hCG dalam darah akan dimonitor secara rutin untuk menentukan apakah mola hidatidosa telah terangkat sepenuhnya.
Advertisement
Komplikasi
Menurut situs Cleveland Clinic, dalam beberapa kasus, sebagian mola hidatidosa tetap berada di rahim meski telah dilakukan perawatan.
Jika ini terjadi, sel-sel abnormal dapat tumbuh menjadi lapisan otot di sekitar rahim. Namun, ini jarang terjadi dan hanya dialami oleh kurang dari 15 persen orang yang mengalami hamil anggur.
Dalam kasus yang sangat jarang, kehamilan molar menyebabkan jenis kanker yang disebut choriocarcinoma. Sementara komplikasi lain yang mungkin terjadi yaitu preeklamsia.
Kartika menyebut tidak ada metode khusus yang dapat mencegah kehamilan anggur kembali terjadi. Inilah mengapa monitoring penting dilakukan agar kejadian tidak terulang.
Selain itu, Kartika juga menyebut wanita yang mengalami kehamilan anggur perlu menunggu satu tahun sebelum kembali memulai program hamil. "Sebelum setahun itu tidak boleh hamil dulu," ingatnya. Hal ini guna mencegah komplikasi kehamilan yang mungkin terjadi.
Konsultasikan dengan dokter terkait rencana program hamil yang hendak dilakukan setelah satu tahun berlalu sejak hamil anggur.
Faktor Risiko
Menurut Cleveland Clinic, kurang dari 1 persen dari semua kehamilan atau sekitar 1 dari 1.000 kehamilan merupakan hamil anggur.
Meski dapat dialami semua orang, etnis disebut menjadi salah satu faktor risiko hamil anggur. Kartika menuturkan kehamilan anggur sering terjadi di wilayah Afrika dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
"Di Asia Tenggara itu sangat tinggi," ujarnya. "Jadi memang kalau di Eropa, di Amerika, di Australia itu malah enggak. Di Asia Timur itu enggak; sedikit sekali."
Hamil anggur juga lebih sering terjadi pada ibu hamil yang berusia di atas 35 tahun atau di bawah 20 tahun. Tak hanya itu, riwayat kehamilan anggur dan keguguran berulang (dua atau lebih) juga menjadi faktor risiko molar pregnancy.
Akan tetapi, terlepas dari kemungkinan berulang yang ada, perlu diingat bahwa Anda tetap dapat mengalami kehamilan yang sehat serta melahirkan anak yang sehat pula walau memiliki riwayat kehamilan anggur.
Â
(Adelina Wahyu Martanti)
Advertisement