Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin memastikan Program JKN harus adil dan merata diakses masyarakat. Apalagi Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) menjamin pembiayaan penyakit.
Dari sisi pembiayaan, lanjut Menkes Budi, pembiayaan BPJS Kesehatan dalam Program JKN dapat dijaga agar berkesinambungan. Hal ini turut menyasar bagaimana pengaturan kendali biaya dan kendali mutu.
Baca Juga
“Kita juga harus memastikan bahwa Jaminan Kesehatan Nasional kita ini harus bisa secara adil merata dan berkesinambungan membiayai kebutuhan dari pembiayaan masyarakat kita,” katanya saat Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI di Gedung DPR RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, ditulis Minggu (9/4/2023).
Advertisement
“Oleh sebab itu, kendali mutu dan kendali biaya harus kita pastikan (pengaturannya).”
Kendali Mutu dan Biaya Belum Optimal
Walau Program JKN terus berjalan, Budi Gunadi menilai kendali mutu dan biaya masih belum optimal. Ini karena pembiayaan terhadap penyakit katastropik lama-lama memakan biaya sangat besar.
Pengaturan terhadap kendali mutu dan biaya Program JKN ini masuk ke dalam substansi Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan, di antaranya Pasal 424 poin 4, yakni
4. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga Pasal 22 berbunyi, sebagai berikut:
Pemerintah Pusat melakukan pengendalian potensi penyalahgunaan pelayanan (moral hazard) dan kendali mutu kendali biaya dalam pelayanan kesehatan terhadap peserta, fasilitas kesehatan, dan BPJS Kesehatan.
Pengeluaran Biaya Kesehatan Harus Terukur
Terkait pembiayaan kesehatan, Menkes Budi Gunadi Sadikin menekankan, pengeluaran biaya harus terukur dengan baik. Pengeluaran biaya juga dipastikan berdampak manfaat terhadap masyarakat.
“Kita bicara mengenai pembiayaan kesehatan. Ya, pembiayaan kesehatan itu isunya adalah bagaimana kita memastikan bahwa uang yang kita keluarkan itu benar-benar berdampak secara optimal untuk masyarakat, sehingga harus selalu bisa diukur,” jelasnya.
Sulit Mengukur Outcome
Salah satu kendala pembiayaan kesehatan bagi Budi Gunadi, yakni masih sulitnya mengukur seberapa besar pengeluaran (outcome). Menurutnya, industri kesehatan terbilang tidak transparan soal pelaporan biaya.
“Di seluruh dunia, industri kesehatan adalah industri yang paling tidak transparan sehingga memang sulit untuk mengukur outcome-nya,” ucapnya.
“Akan kita dorong agar transformasi bisa benar-benar terukur. Kita juga memerlukan adanya transparansi dan integrasi antara belanja kesehatan pusat dan daerah agar bisa optimal kita gunakan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.”
Advertisement
Pastikan Keseimbangan Supply and Demand
Adanya serapan anggaran yang besar dalam Program JKN, Menkes Budi Gunadi Sadikin menuturkan akan menemui BPJS Kesehatan untuk membicarakan hal tersebut.
Utamanya, membahas soal keseimbangan anggaran Cakupan Kesehatan Semesta atau istilahnya Universal Health Coverage (UHC) dari sisi penawaran dan permintaan (supply and demand).
“Nanti saya juga mau bicara sih sama temen-temen di BPJS supaya kebijakannya kita mesti pastikan ada keseimbangan antara demand site. Ini kan kita beresin demand saja sama supply site saja, jangan sampai enggak ada anggaran,” tuturnya saat sesi ‘Public Hearing RUU Kesehatan Bersama Dinkes Seluruh Indonesia, IDI dan PDGI’ di Gedung Kemenkes RI Jakarta, Jumat (19/3/2023).
UHC Menyerap Anggaran Sangat Banyak
Keseimbangan penawaran dan permintaan perlu dibahas kembali lantaran laporan penyerapan anggaran untuk JKN di daerah terdapat kekurangan. Dampaknya, anggaran untuk layanan kesehatan tidak kebagian.
“UHC menyerap anggaran kesehatan, saya udah lihat tuh. Jadi karena UHC ini politically dijalanin oleh semua pemda. Cuma mungkin sekarang habis mereka jalan, mereka sadar bahwa menyerap anggaran sangat banyak,” jelas Budi Gunadi.
“Akibatnya, anggaran buat layanan kesehatannya enggak kebagian dan ini kan masuknya ke pusat kan, enggak ke daerah. Begitu masuk ke pusat, rakyatnya datang ke Puskesmas, rumah sakit enggak ada alatnya, enggak ada dokternya.”