Setelah COVID-19, WHO Cabut Status Darurat Cacar Monyet

WHO mengumumkan bahwa cacar monyet atau mpox tidak lagi berstatus darurat kesehatan global pada Kamis, 11 Mei 2023.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 16 Jan 2024, 10:46 WIB
Diterbitkan 12 Mei 2023, 09:15 WIB
Monkeypox
Ilustrasi penyakit cacar monyet atau monkeypox. Credits: pixabay.com by TheDigitalArtist

Liputan6.com, Jakarta World Health Organization (WHO) mengumumkan bahwa cacar monyet atau mpox tidak lagi berstatus darurat kesehatan global pada Kamis, 11 Mei 2023.

Pencabutan status darurat diambil setelah Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mendapatkan rekomendasi dari Komite Emergensi Mpox.

"Kemarin (10 Mei 2023), Komite Emergensi untuk Mpox bertemu dan merekomendasikan kepada saya bahwa wabah tidak lagi merepresentasikan darurat kesehatan global (public health emergency of international concern/PHEIC)," kata Tedros.

Tedros pun menerima rekomendasi dari komite tersebut dan menyatakan bahwa cacar monyet yang berstatus sebagai status darurat kesehatan global sejak Juli 2022, kini tak lagi. 

"Saya nyatakan bahwa mpox tak lagi darurat kesehatan global," kata Tedros mengutip keterangan di laman Twitter-nya @DrTedros. 

Bukan Berati Mpox Musnah

Seperti COVID-19 yang dinyatakan telah status daruratnya berakhir, bukan berarti mpox tak ada .

"Mpox masih terus menimbulkan tantangan kesehatan masyarakat yang membutuhkan respons yang kuat, proaktif, dan berkelanjutan,” kata Tedros.

Maka dari itu, ia meminta agar negara-negara di dunia tetap mempertahankan kapasitas pengujian dan kemampuan dalam menanggapi wabah. Bila terjadi kasus serupa di masa depan bisa terdeteksi dengan cepat.

Penularan Mpox Masih Terjadi

Meskipun kasus telah menurun, penularan virus penyebab mpox terus beredar. Salah satu contohnya adalah pada Rabu lalu, ada laporan terbaru kasus mpox di Chicago, Amerika Serikat seperti mengutip VOA News.

Maka dari itu, meski status darurat dicabut tapi kewaspadaan terhadap mpox tetap diperlukan.

"Jadi, ada kemungkinan kebangkitan infeksi yang besar. Apalagi kami akui masih ada kesenjanganan pengetahuan, keefektifan vaksin serta kurangnya penanggulanan efektif, terutama di negara-negara Afrika di mana kasus penularan mpox terjadi secara teratur," kata salah satu ketua komite International Health Regulations emergensi untuk mpox Nicola Low.

Gejala mpox sering berupa ruam yang mungkin terletak di tangan, kaki, dada, wajah, atau mulut atau di dekat alat kelamin, serta demam, menggigil, dan kelelahan.

WHO melaporkan 98 persen kasus terjadi di antara pria yang berhubungan seks dengan pria lain dan dapat menyebar dari orang ke orang melalui kontak seksual, ciuman, pelukan, dan melalui pakaian, handuk, dan seprai yang terkontaminasi.

Tedros mengatakan stigma yang salah informasi bahwa mpox adalah "penyakit gay" telah menjadi perhatian utama dalam menangani penyakit ini. Hal ini bisa menghambat akses untuk merawat penyakit tersebut.

Ketika wabah meluas akhir tahun lalu, tren bahasa rasis dan stigma secara online dan di beberapa komunitas terhadap istilah "cacar monyet" dilaporkan ke WHO. Setelah berkonsultasi dengan para ahli internasional, dipilihlah mpox sebagai istilah baru yang lebih disukai untuk penyakit tersebut.

Kasus Mpox di Indonesia

Pada 20 Agustus 2022 Indonesia mengumumkan kasus pertama mpox.  Kasus pertama ini ditemukan pada tubuh seorang laki-laki berusia 27 tahun dengan riwayat perjalanan ke beberapa negara seperti Belanda, Swiss, Belgia, dan Prancis.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril mengungkapkan bahwa pasien pertama monkeypox berada dalam kondisi yang baik saja dan tidak mengalami sakit berat. Selain itu juga pada kulit pasien ditemukan ruam-ruam yang berada di muka, telapak tangan dan juga kaki.

 Dengan kondisi demikian, pasien dinyatakan tidak perlu mendapatkan perawatan di rumah sakit, namun cukup untuk melakukan isolasi mandiri.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya