Liputan6.com, Jakarta - Istilah Disease X yang mengacu pada penyakit disebabkan oleh patogen tak diketahui pada manusia dikhawatirkan dapat memicu 'pandemi mematikan berikutnya' (the next deadly pandemic). Peringatan ini disampaikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) baru-baru ini.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Siti Nadia Tarmizi menuturkan, karakteristik penyakit yang ada di dunia akan selalu dipantau oleh WHO, termasuk soal potensi Disease X.
Baca Juga
Ketika ada penyakit baru, WHO juga selalu mengumumkan kepada dunia.
Advertisement
"Kayak ebola aja yang dikatakan beberapa tahun lalu akan mendunia, tapi faktanya dia tidak mendunia juga kan. Ya karakteristiknya sih kita lihat, potensi (menjadi pandemi) selalu bisa terjadi," tutur Nadia saat berbincang dengan Health Liputan6.com di Gedung Kemenkes RI Jakarta, ditulis Minggu (28/5/2023).
"WHO selalu mengumumkan, kayak kemarin ada hepatitis akut dan monkeypox (cacar monyet) kan. Tapi kan dengan kesiapsiagaan kita, setidaknya lebih siap."
Tak Pernah Tahu Penyakit Apa ke Depannya
Walau pasti ada pengumuman dari WHO soal penyakit yang beredar, Nadia berpendapat, dunia tidak pernah tahu nanti ke depannya, penyakit apa yang akan muncul. Kemudian pengobatannya juga bisa saja belum diketahui.
"Masalahnya kan kita enggak pernah tahu penyakit ke depannya itu apa, terus seperti apa pengobatannya. Nah, itu yang selalu menjadi challenging (menantang)," terang Nadia.
Pandemi Itu Kebanyakan dari Penyakit Menular
Dikatakan pandemi, Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, kebanyakan berasal dari penyakit menular, terutama udara. Penularan penyakit melalui udara yang semakin cepat dan tidak dapat dikendalikan dapat menimbulkan luasnya cakupan kasus sehingga dinyatakan pandemi.
"Kenapa selalu jadi pandemi? Itu penyakit yang menular melalui udara, karena kan enggak bisa ada yang cegah. Kalau darah dan segala macam kan bisa dicegah, kalau air juga bisa dicegah," jelasnya.
"Tapi seperti udara ya sulit ya, masa orang harus berhenti napas, itu kan enggak mungkin. Dan tidak dideteksi juga orang melalui bernapas, apakah dia bawa virus atau tidak."
Penularan Melalui Udara Cepat Menular
Apalagi penularan melalui udara juga cepat menular layaknya influenza atau flu. Bahkan flu sendiri belum ada obatnya.
"Susahnya juga kita enggak tahu ada obatnya, terus terang aja sih, semua flu emang ada obatnya? Enggak ada kan. Tamiflu memang obat flu burung? Ya kan enggak," pungkas Nadia.
"Jadi semua flu itu belum ada obatnya. Kalau HIV iya, ada ARV, obat jelasnya ada. Tapi kayak paxlovid, molnupiravir -- buat COVID -- kan enggak benar-benar bunuh virusnya atau menghambat virusnya, ya paling sedikit yang dikurangi."
Lebih lanjut, kata Nadia, virus influenza paling sulit diobati.
"Makanya, kuncinya itu divaksin. Cuma vaksin kan harus mRNA, itu kan lebih cepat gitu," sambungnya.
Advertisement
Wilayah Berisiko Munculnya Disease X
Terkait Disease X, epidemiolog sekaligus peneliti Global Health Security Policy Centre for Environmental and Population Health Griffith University, Australia, Dicky Budiman menjelaskan soal wilayah mana saja yang masuk kategori berisiko.
"Wilayah atau negara yang masuk kategori hot spot atau red zone, menjadi kontributor lahirnya new emerging disease atau penyakit baru yang bisa menjadi pandemi adalah ASEAN (South Asia)," ujar Dicky melalui keterangan pada Health Liputan6.com belum lama ini.
"Indochina lebih tepatnya, karena apa? Karena kawasan ini adalah kawasan yang kaya dengan kehidupan liar hewan dan alamnya, yang kita tahu lebih dari 90 persen jenis virus yang berpotensi menjadi zoonotic disease ada di alam liar dan belum ditemukan oleh manusia."
Daerah Tropis yang Lebih Berisiko
Dicky menjelaskan, kategori red zone yang dapat mengembangkan Disease X umumnya berada pada daerah tropis. Termasuk pula daerah Amerika Latin, kawasan hutan Amazon, dan wilayah yang punya kawasan tropis lainnya.
"Oleh karena itulah, maka negara-negara yang ada di kawasan itu perlu untuk meningkatkan strategi pencegahan. Dalam hal ini, One Health," lanjut Dicky.