RUU Kesehatan Atur Tenaga Kesehatan WNA Lulusan Luar Negeri, Apa Untungnya bagi Masyarakat?

RUU Kesehatan mengatur tenaga kesehatan Warga Negara Asing (WNA) lulusan luar negeri untuk bekerja di Indonesia, apakah berisiko bahayakan masyarakat?

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 05 Jun 2023, 14:00 WIB
Diterbitkan 05 Jun 2023, 14:00 WIB
Tolak RUU Kesehatan, Massa Nakes Demo di Patung Kuda
RUU Kesehatan mengatur tenaga kesehatan Warga Negara Asing (WNA) lulusan luar negeri untuk bekerja di Indonesia, apakah berisiko bahayakan masyarakat? (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - RUU Kesehatan yang sedang dibahas oleh Pemerintah dan DPR RI turut mengatur tenaga medis dan kesehatan Warga Negara Asing (WNA) lulusan luar negeri untuk bekerja di Indonesia. Lantas, apakah berisiko membahayakan masyarakat?

Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Usman Sumantri menyoroti aturan soal tenaga kesehatan asing lulusan luar negeri dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan. Bahwa Pemerintah perlu mempertimbangkan kembali aturan tersebut.

"Seperti halnya Pasal 235 RUU Kesehatan, pengalaman kerja di luar negeri bukan merupakan jaminan kualitas tenaga medis/tenaga kesehatan warna negara asing dapat melakukan pelayanan kesehatan di Indonesia sehingga bukan tidak mungkin akan berisiko membahayakan masyarakat," jelas Usman dalam Orasi Aksi Damai Organisasi Profesi Jilid 2 yang dilakukan di depan Gedung DPR/MPR RI Jakarta pada Senin, 5 Juni 2023.

Optimalkan Tenaga Kesehatan yang Ada di Indonesia

Menurut Usman, pemerataan pelayanan kesehatan dapat dicapai dengan mengoptimalkan peran dan kemampuan dari tenaga medis atau tenaga kesehatan yang ada di Indonesia.

"Sehingga perlu dipertimbangan, apakah pemanfaatan tenaga medis dan tenaga kesehatan Warga Negara Asing lulusan luar negeri, misalnya dalam kemudahan perizinan, kemudahan warga negara asing dalam mengikuti pendidikan dokter spesialis di Indonesia tidak akan membawa dampak negatif bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan warga negara Indonesia itu sendiri,” terangnya.

Problem Masalah Multi Organisasi Profesi

Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Noffendri Roestam menyoroti masalah multi Organisasi Profesi (OP) yang berisiko menimbulkan standar ganda/multi dalam penegakan etika yang akan membahayakan keselamatan pasien di kemudian hari.

“Banyak OP dengan banyak standar etika yang berbeda, maka di satu OP yang mungkin saja tidak dianggap sebagai di OP lain akan dimanfaatkan oknum-oknum tertentu, sehingga keselamatan masayarakat sebagai pasien tentunya akan terancam pula," tegasnya.

"Padahal, ada juga profesi lain dalam UU juga disebutkan OP (tunggal)-nya, misalnya notaris, akuntan, arsitek, psikolog. Hal yang sama seharusnya berlaku juga untuk profesi medis dan tenaga kesehatan karena menyangkut standar untuk keselamatan dan nyawa manusia."

Prioritaskan Masalah Kesehatan yang Belum Tertangani

Lima Organisasi Profesi Medis dan Kesehatan (PB IDI, PPNI, IBI, PDGI, dan IAI) di Indonesia juga menilai Pemerintah tetap bersikeras bahwa RUU Kesehatan ini harus diketok palu. Padahal, masih ada banyak permasalahan kesehatan di Indonesia terutama di wilayah terpencil yang jauh lebih urgensi ditangani.

"Kami, para tenaga medis dan kesehatan sangat mendukung transformasi kesehatan untuk negeri ini. Namun, dalam transformasi kesehatan seharusnya Pemerintah memprioritaskan masalah kesehatan yang masih banyak belum tertangani terutama di wilayah terpencil, bukannya dengan membuat RUU Kesehatan yang tidak ada urgensinya ini," pungkas Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Moh. Adib Khumaidi.

Aturan Dokter Asing dan Dokter Diaspora Kerja di Indonesia

Seorang Dokter sedang Memeriksa Kondisi Lidah Pasien
Ilustrasi Pemerintah akan mempermudah dokter asing maupun dokter diaspora untuk beroperasi atau berpraktik di dalam negeri. (freepik/stefamerpik)

Pemerintah akan mempermudah dokter asing maupun dokter diaspora untuk beroperasi atau berpraktik di dalam negeri. Aturan ini tertuang dalam draft RUU Kesehatan Omnibus Law.

Draf tersebut mengatur tenaga medis dan tenaga kesehatan asing harus dapat beroperasi dalam syarat yang diatur pada Pasal 233 dan Pasal 234. Syarat pertama dalam Pasal 233 adalah dokter lulusan luar negeri tersebut harus lolos evaluasi kompetensi.

Evaluasi kompetensi berupa kelengkapan administratif dan penilaian kemampuan praktik. Setelah itu, mereka wajib memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) sementara dan Surat Izin Praktek (SIP).

Pada Pasal 234, dokter asing maupun dokter diaspora juga harus beradaptasi di pelayanan kesehatan, memiliki STR sementara, dan SIP. Namun semua syarat tersebut dapat diterobos khusus dokter asing spesialis maupun dokter diaspora spesialis.

Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 234, bagi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan warga negara asing lulusan luar negeri yang telah prakik sebagai spesialis atau subspesialis paling sedikit 5 tahun di luar negeri, demikian bunyi draft Pasal 235 Draf RUU Kesehatan.

Alih Teknologi di Dalam Negeri

Kemudahan beroperasi lain diberikan pada dokter asing maupun dokter diaspora dengan tujuan alih teknologi maupun ilmu pengetahuan. Dokter dengan tujuan tersebut dipermudah untuk berpraktik di dalam negeri selama 3 tahun dan dapat diperpanjang 1 tahun.

Selanjutnya, Pemerintah akan membebaskan kewajiban pemilikan Surat Tanda Registrasi (STR) sementara pada dokter asing yang memberikan pendidikan dan pelatihan di dalam negeri. Akan tetapi, dokter yang bersangkutan harus mendapatkan persetujuan dari Menteri Kesehatan melalui penyelenggara pendidikan dan pelatihan.

Secara total, draf RUU Kesehatan yang diajukan Pemerintah mengatur dokter asing maupun dokter diaspora pada Pasal 233 sampai Pasal 241. Adapun pengaturan penerbitan STR sementara dan Surat Izin Praktik (SIP) untuk dokter asing dan dokter diaspora akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Infografis Pencegahan dan Bahaya Mengintai Akibat Cuaca Panas. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Pencegahan dan Bahaya Mengintai Akibat Cuaca Panas. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya