Fase Endemi COVID-19, Tes PCR dan Antigen hingga Isolasi Mandiri Masih Perlu atau Enggak?

Beberapa orang pun mempertanyakan bagaimana soal tes PCR, antigen, dan isolasi mandiri di masa endemi COVID-19. Apakah ketiganya masih diperlukan?

oleh Diviya Agatha diperbarui 23 Jun 2023, 09:00 WIB
Diterbitkan 23 Jun 2023, 09:00 WIB
Wisatawan Kepulauan Seribu Ketika Tes Swab Antigen
Indonesia resmi memasuki masa endemi COVID-19. Perihal tes PCR, antigen, hingga isolasi mandiri pun masih dipertanyakan harus atau tidaknya. (Foto: Petugas medis mengambil sampel lendir wisatawan untuk tes usap atau Swab Antigen di Pelabuhan Kali Adem, Jakarta - Merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta Terhitung sejak Rabu, 21 Juni 2023, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut status pandemi. Pencabutan itu didasari oleh kondisi COVID-19 di Indonesia yang sudah masuk kategori terkendali sehingga sudah bisa masuk endemi. 

Beberapa orang pun mempertanyakan bagaimana nasib tes PCR, antigen, dan isolasi mandiri kedepannya di masa endemi COVID-19. Apakah ketiganya masih diperlukan?

Menurut Ketua Satuan Tugas COVID-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Dr dr Erlina Burhan, MSc, SpP(K) ada beberapa aktivitas yang tetap memerlukan tes PCR dan antigen. Salah satunya di rumah sakit untuk melakukan tindakan tertentu seperti operasi. 

"Kalau ke rumah sakit ini agak istimewa, berbeda dengan kondisi di lokasi publik lainnya. Untuk pasien-pasien yang perlu perlakuan khusus seperti operasi atau perlakuan tindakan yang membuat interaksi dan pasien sangat dekat, artinya bersentuhan dan sebagainya, ini (tes PCR atau antigen) masih diperlukan," ujar Erlina saat media briefing bersama PB IDI, Kamis (22/6/2023).

"Contohnya, pasien yang operasi berat misalnya. Misal akan lama sekali. Tentu saja kalau antigennya positif, dari pihak kesehatan akan menambahkan precaution sehingga penularan ke petugas kesehatan itu bisa dihindari," tambahnya.

Kontrol ke Rumah Sakit Tetap Pakai Masker

Erlina menambahkan, berbeda jika seseorang hanya ingin ke rumah sakit untuk melakukan kontrol ke poliklinik di era endemi kali ini. Maka, Anda tidak perlu melakukan tes PCR atau antigen lagi. Melainkan cukup memakai masker dan mencuci tangan dengan sabun. 

"(Tes antigen dan PCR) tidak untuk semua pasien. Kalau pasien-pasien poliklinik biasa, cukup pakai masker dan cuci tangan," kata Erlina.

Bagaimana dengan Isolasi Mandiri?

Kegiatan Pasien Berstatus OTG di Pagi Hari
Pasien positif COVID-19 di era endemi, terutama yang merasaka gejala berat masih harus isolasi mandiri. (Foto: Pasien OTG melakukan isolasi mandiri di Bekasi, Jawa Barat - Liputan6.com/Herman Zakharia)

Lebih lanjut, Erlina mengungkapkan bagaimana perihal isolasi mandiri. Menurutnya, isolasi mandiri juga masih perlu dilakukan. Terutama jika pasien COVID-19 mengalami gejala tertentu.

"Memang pada situasi endemi, gejala-gejala COVID-19 sudah dianggap sebagai flu biasa. Apabila ada terkonfirmasi, maka pertama saya menyarankan, jaga jangan sampai gejalanya jangan sampai berat. Beristirahatlah."

"Kalau memang ternyata gejalanya ringan-ringan saja seperti flu, jangan lupa kalau berinteraksi dengan orang pakai masker dengan ketat.. Supaya tidak menularkan. Jadi (isolasi mandiri) tergantung pada kondisinya," sambung Erlina.

Pasien COVID-19 Gejala Berat Harus Isolasi Mandiri

Rumah Mewah di Cilandak Jadi Tempat Isolasi Mandiri Tetangga
Orang yang terinfeksi COVID-19 dengan gejala berat masih harus melakukan isolasi mandiri. (Foto: Aktivitas warga positif COVID-19 tanpa gejala yang menjalani isolasi mandiri di sebuah rumah mewah di Jalan MPR 1, Cilandak, Jakarta - Merdeka.com/Arie Basuki)

Erlina mengungkapkan bahwa pasien terkonfirmasi positif COVID-19 dengan gejala berat masih harus menjalankan isolasi mandiri sesuai aturan. Tentu upaya satu ini dilakukan agar pasien tidak menularkan pada orang lain.

"Kalau terkonfirmasi dan gejalanya cukup berat, maka isolasi masih dibutuhkan. Kalau gejalanya flu biasa, saya rasa tetap bisa beraktivitas. Tapi mesti ketat pakai maskernya. Menjaga supaya tidak menularkan pada orang lain," ujar Erlina.

Selain itu, Erlina turut mengungkapkan bahwa penggunaan masker pun masih dianjurkan saat seseorang sedang sakit, meskipun bukan COVID-19. Serta, saat Anda tengah berada di lokasi yang berisiko tertular.

"Kami mengimbau masyarakat walaupun di keramaian sudah boleh tidak memakai masker, tetapi kalau Anda sakit, pakai masker. Kalau Anda berisiko tertular, pakai masker. Supaya sirkulasi penularannya bisa kita kendalikan," kata Erlina.

Masker di Era Endemi, Langkah Bijak Lindungi Diri dan Orang Lain

Kini Naik Trasportasi Umum Diperbolehkan Tidak Mengenakan Masker
Hal ini sesuai dengan Surat Edaran (SE) Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Nomor 17 Tahun 2023 tentang Protokol Kesehatan Pelaku Perjalanan Orang Dengan Transportasi Kereta Api Pada Masa Transisi Endemi Covid-19. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menurut Erlina, menggunakan masker tidak hanya akan melindungi orang lain. Tetapi juga bisa melindungi diri sendiri dari risiko tertular COVID-19.

Bagi orang yang berisiko tinggi bila tertular COVID-19 seperti lansia, orang dengan masalah imunitas tubuh, serta orang dengan komorbid sebaiknya tetap memakai masker di ruang publik. Selain itu, orang yang sedang sakit seperti batuk pilek juga perlu memakai masker. 

"Kalau Anda sakit, pakai masker di keramaian karena itu melindungi orang lain dan kalau Anda berisiko untuk sakit, pakai masker untuk melindungi diri Anda sendiri," pungkasnya.

Infografis Jangan Remehkan Cara Pakai Masker
Infografis Jangan Remehkan Cara Pakai Masker (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya