Liputan6.com, Jakarta Urgensi perbaikan Undang-Undang (UU) Kesehatan sangat dibutuhkan, meski begitu pembahasan RUU Kesehatan rupanya mau tak mau sulit diterima oleh sejumlah pihak. Terutama di kalangan sebagian dokter yang gencar melakukan penolakan terhadap RUU Kesehatan.
Sulitnya RUU Kesehatan Omnibus Law diterima sejumlah pihak diakui Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin pada sesi dialog Menkes Bicara Rapor Pandemi Hingga Polemik RUU Kesehatan pada Senin, 3 Juli 2023.
Baca Juga
Padahal, menurut Budi Gunadi, UU Kesehatan di Indonesia memang harus diperbaiki lantaran sudah tertinggal jauh.
Advertisement
“Begitu kita lihat undang-undang kita udah jauh tertinggal ya. Teman-teman juga bisa merasakan, saya ngomong dengan banyak ‘pemain,’ banyak dokter, banyak perawat. Mereka bilang, Pak gap kita dengan luar negeri jauh. Itu sebabnya kenapa orang kita pada pindah ke luar negeri,” terangnya.
“Ya sulit diterima oleh para ‘pemain’ biasanya, sudah sulit terima (RUU Kesehatan).”
Pengalaman Pandemi COVID-19
RUU Kesehatan, lanjut Budi Gunadi, dibuat sebagaimana pengalaman pada saat pandemi COVID-19. Bahwa tidak ada satupun negara di dunia yang siap.
“Terbukti kan enggak ada satupun negara, bahkan semua Negara G20. Mereka bilang kita enggak siap nih, salah nih. Ya jadi enggak bisa kita diemin seperti ini. Nah, ini harus diperbaiki,” katanya.
“Kenyataannya kan begitu, kita enggak siap. Banyak yang meninggal pada saat COVID. Obat-obatannya enggak siap, penelitian vaksinnya enggak siap, jumlah dokternya enggak siap gitu kan, rumah sakitnya enggak siap. Itu kan realitas yang kita hadapi.”
Harus Reformasi Sistem Kesehatan
Menilik pengalaman COVID-19 dengan ‘ketidaksiapan’, Menkes Budi Gunadi Sadikin menekankan, sudah saatnya mereformasi sistem kesehatan dalam regulasi perbaikan UU Kesehatan yang baru.
“Kita enggak mau kan anak cucu kita begitu (kena pandemi). Maka, ini (UU) harus direformasi supaya sistem kesehatannya lebih siap dan sistem kesehatan itu enggak hanya rumah sakit dan dokter ya, ada layanan primer, Puskesmas, Posyandu untuk mendidik masyarakat supaya tahu,” jelasnya.
“Ada rumah sakit yang kedua. Ketiga, kita beresin farmasi, alat kesehatannya sama obat-obatannya supaya banyak produksi dalam negeri.”
Teknologi Biologis yang Harus Dikuasai
Keempat, pembiayaan kesehatan agar keuangan supaya siap. Kelima, dari sisi sumber daya manusia, yakni perawat, bidan, dan dokternya cukup atau tidak.
“Terus jumlah spesialisnya cukup apa enggak dan yang keenam teknologi informasi dan bioteknologi kesehatan ya, kayak vaksin COVID kemarin. Itu contoh teknologi biologis yang harusnya kita kuasai supaya kita bisa maju,” pungkas Budi Gunadi.
Advertisement
Tidak 100 Persen Aspirasi Diterima, Itu Wajar
Dari keenam poin di atas, Menkes Budi Gunadi Sadikin menilai memang harus dilakukan perbaikan terhadap Undang-Undang Kesehatan. Pemerintah dan DPR RI pun telah membuka aspirasi terhadap penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).
Namun, polemik mencuat karena penyusunan DIM dianggap tidak mengakomodir aspirasi publik. Menjawab hal itu, Budi Gunadi menekankan, tidak bisa semua aspirasi itu diterima 100 persen.
“Kemudian merasa, saya kasih aspirasi, kok 100 persen enggak diterima? Ya wajar, kata saya kan namanya juga demokrasi. Kita ngeliat dari status yang diterima, misalnya ada 50 aspirasi yang diterima DPR,” imbuhnya.
“Mungkin melihat yang mix sense diterima ya cuma 40. Kemudian ada yang enggak puas, saya rasa itu di alam demokrasi wajar ya. Kita bilang ya dari 100 aspirasi yang masuk 40. Kenapa? Ya yang 50-an aspirasi, kita rasa sih enggak usah ditaruh di undang-undang atau yang ini kan kayaknya enggak cocok dengan kondisi Indonesia.”
Inisiatif DPR RI
Adapun RUU Kesehatan dengan metode omnibus law ini merupakan inisiatif DPR RI.
“Nah, kita udah lakukan bersama-sama dengan DPR. Ini (RUU) inisiatif DPR mulai dari Desember tahun lalu. Mereka udah panggil orang-orang,” ucap Budi Gunadi.
“Pemerintah sendiri dari Februari sampai akhir April 2023, kita udah lakukan lebih dari 150 event, ada 1.200 institusi, dan 70.000 orang yang ikut diskusi dan sosialisasi. Dan masukannya ada 6.000 kita pertimbangkan. Kemudian kan balik lagi ke DPR kemarin (lanjut pembahasan menuju rapat paripurna).”